Chereads / Tanpa Pacaran / Chapter 2 - Alasan

Chapter 2 - Alasan

MAN ( Madrasah Aliyah Negeri ) TANJUNG HARAPAN, begitulah yang tertera di plang gerbang masuk sekolah menengah berbasis agama islam satu-satunya di kota Tanjung Harapan. tentu saja aturan yang berlaku kebanyakan beasaskan nafas islami, salah satunya mengenai busana, itu pula yang membedakan dengan sekolah menengah lainnya. lihat saja para muridnya, murid laki-laki mengenakan kopiah sedangkan perempuannya mengenakan baju lengan panjang, rok panjang dan memakai kerudung putih. untuk membedakan tingkatan kelas, sekolah mewajibkan muridnya mengenakan tanda pengenal yang berbeda pada jenis kelaminnya, untuk siswanya memakai pin yang dikenakan dikerah baju sebelah kanan sedangkan siswi mengenakan bros di kerudungnya. warna biru berarti kelas satu, warna hijau artinya kelas dua dan warna merah menunjukkan mereka kelas tiga.

Denah bangunan sekolah berbentuk segi empat di mana tiap bangunan saling menghadap, ruang kepala sekolah dan guru saling berhadapan dengan ruang kelas tiga, ruang kelas dua bertemu muka dengan kelas satu. di belakang bangunan ruang kelas tiga terdapat asrama bagi para murid dari luar pulau dan di samping kanan asrama berdiri masjid yang lumayan megah.

waktu aktif belajar dimulai pukul 07:30 WIB, itu artinya kegiatan belajar mengajar sudah dimulai sejak tadi karena saat ini waktu telah menunjukkan pukul 08:30. hanya kelas 1-1 yang tampak tidak sedang berkegiatan belajar mengajar. para murid terlihat asik mengobrol dengan teman sebangkunya, bebas tertawa, bising luar biasa, karena memang tidak ada guru diruang kelas itu. namun cukup sampai disitulah mereka bisa sesukanya.

" tenang, tenang " ucap seorang guru berdialek orang medan bertampang sangar dengan kumisnya yang melintang seraya memasuki ruang kelas diikuti oleh seorang murid yang ternyata adalah muhammad zea.

kebisingan tidak mereda, biasalah, ada pepatah ngawur berkata bahwa jika diberi peringatan manusia nakal justru tertantang untuk melanggar. yah, atau mungkin mereka merasa nanggung dengan keasikan mereka, entahlah.

" brak " - " kalian budek ya " hardik sang guru menggebrak mejanya.

seketika hening ruang kelas. para murid tampak langsung duduk manis kecuali mereka yang aslinya dari gayanya saja sudah selengehan macam preman.

" hei kau, emm " ucap sang guru sambil melihat lembaran absen.

" rudi!, kau fikir kau sedang dikedai kopi apa, duduk yang benar "

" yooo " jawab sang murid cuek seraya membenahi cara duduknya yang semula kaki kanannya ditaruh di paha kirinya.

" baiklah, hari ini kita kedatangan murid baru " ucap sang guru berhenti sejenak.

" hei kau, maju kesana, ketengah sana "

" ya pak "

zea dengan rasa deg-degan maju sambil menundukkan kepalanya. ditempatnya kini berada zea merasa gugup luar biasa, rasa gugupnya mengalahkan rasa gugup saat manggung di festival band pertama kali. zea tidak terfikir ternyata perkenalan sebagai murid baru berefek gugup untuknya.

" ada apa, cepatlah kenalkanlah diri kau " tegur sang guru.

" i,iya pak " jawab zea seraya mengangkat kepala. apa yang dilihatnya pertama kali adalah wajah yang tidak asing atau lebih tepatnya baru ditemuinya baru-baru ini. wajah itu menyunggingkan senyum sambil melambai.

" waduh, rejeki atau musibah nih " batin zea salah tingkah.

" hei kau emm rea ya, kenapa, apa kau naksir dengannya " tanya sang guru.

" he he, rahasia pak "

" ya sudahlah, kau cepatlah, jangan mengulur waktu "

" iya pak " jawab zea tegas.

zea pun memperkenalkan diri. setelah itu sang guru memberi waktu jika ada yang ingin bertanya sesuatu kepada zea. pertanyaan-pertanyaan konyol dari murid yang iseng zea jawab dengan iseng pula. seperti contohnya pertanyaan iseng si rea, kenapa pindah sekolah? kenapa gak pindah kelain hati aja? sudahlah pertanyaannya ambigu banget, ngasal lagi. tapi zea mampu menjawabnya " mana bisa pindah kelain hati, yang ada ntar malah mati, hatiku hanya untukku, cintaku mungkin bisa kuberikan padamu "

" cieeeeee " seru para siswi.

" huuuuuu " seru para siswa.

" berisik! " bentak sang guru seraya mendekati zea. para murid akur terdiam.

" kau, sekarang pilih bangku yang mau kau duduki dari salah satu meja terdepan ini " ucap sang guru.

" hah, kok gitu pak, kan udah ada yang ngisi "

" gampang itu, penghuninya tinggal bapak usir kebelakang nanti "

" yah gak enak lah pak sama anaknya nanti "

" pake protes pula kau, sudah cepat pilih sana "

zea dengan pandangan gak enak hati melihat bergantian penghuni meja dari di ujung pintu masuk hingga meja terakhir. semua penghuni tampak merengut kecuali rea.

hmm, zea agak lega, kenapa gak dia aja ya, ya ya anggap aja balasan yang tadi biar impas, batin zea mantap. zea pun menunjuk dan hendak berkata " di sit... "

tapi...

" pak, saya punya usul " ucap rea mendadak seperti berusaha menghentikan niat buruk zea.

" hah, apa pula itu "

" biar zea sama saya aja "

" eh " gumam kaget zea dan siswi teman sebangku rea.

" alasannya " tanya sang guru

" kan dia murid baru lain genre "

" lain genre? "

" ah maksud saya, sekolah asalnya kan tidak seperti sekolah kita yang ada tambahan pelajaran di agama islam nya pak "

" owh gitu, terus "

" yah memperhitungkan dia sulit menerima pelajaran nantinya dan kebetulan saya ini pintar, kan bisa berdampak untuknya, saya juga tidak keberatan mengajarinya diwaktu istirahat "

" hmm hmm, boleh juga, tapi tak disangka ada orang yang pede menyebut dirinya sendiri pintar seperti kau, tapi ya sudahlah karna memang bapak akui kamu salah satu murid terpintar dikelas ini, baiklah, bapak setuju "

" kau, emm zea, duduk disana "

" dan kau, emm "

" rani pak rani hartini "

" ah ya rani, kau mengungsilah kebelakang sana " perintah sang guru kejam sambil arah pandangannya tertuju pada meja di pojokan belakang.

" eh, pak, gak asik ah " protes rani.

" emang bapak perduli kau mau asik-asikkan, cepat sana "

rani tampak mendengus saat mulai beranjak dari bangkunya.

" tu,tunggu dulu pak " ucap zea mulai ingin beralasan.

" ada apa lagi "

" sshh, lagipula dari awal kan aneh pak, masa saya dengan dia sih, kami kan bukan muhrim "

" lah emangnya kenapa, bapak tau itu "

" ya itu pak gak pantes aja, dan lagi saya takut bersentuhan "

" ah kau ini, bapak tidak menyangka murid dari mantan sekolah kejuruan bisa seketat itu soal muhrim, setau bapak sekolahmu dulu didikannya ala militer kan? "

" iya pak, disana gak ada ceweknya pak " jawab zea nelangsa. yah kenyataannya salah satu alasan kecil pendukung zea pindah ya karena suramnya sekolahnya yang dulu tanpa adanya murid perempuan.

" ah begitu ya makanya jadi tambah ketat ya "

" eh " zea celingukan karena bukan itu alasannya. tapi ya sudahlah, batin zea.

" jadi gimana pak "

" gimana apanya, kamu tetap dengan emm rea "

" tapi "

" dengar ya, bapak gak seketat itu soal muhrim, buat bapak asal kau tidak berduaan dengan rea ditempat sepi, bapak rasa tidak ada-lah masalah , sudahlah duduk sana "

zea tidak bisa beralasan lagi. mau diperjuangkan lebih lanjut juga percuma karena zea menganggap pak guru di sampingnya itu juga memiliki prinsip yang teguh. tidak ada gunanya berdebat, fikir zea bijaksana.

zea pun melangkah mendekat kebangku di sebelah rea. rani yang masih berdiri di samping tempat duduknya menatap zea tajam " apa bagusnya sih "

" eh " gumam zea bingung mendengar ucapan rani.

Rani hanya mendengus lantas sedikit membungkuk untuk berbisik kepada rea " kali ini kamu cari masalah yang gak perlu, liat tu si amarna "

rea melirik sekilas kearah seorang murid lelaki berparas tampan dengan gaya selengehan terutama pada cara memakai kopiahnya yang menyisakan rambut depannya layaknya jambul. kalau mau dibandingkan dengan zea sih, yah zea kalah banyaklah soal style, kesan zea culun sih dengan penampilan super rapinya. tampak murid lelaki itu beraut masam.

rea tersenyum tipis lalu berkata dingin " tidak bagiku "

" cih, kamu selalu saja seenaknya " ucap rani kesal.

" apa yang kalian bisikan itu hah " tegur sang guru.

" tidak ada yang aneh kok pak, cuma urusan perempuan kok " jawab rani cuek seraya melangkah pergi.

zea memandang rani tidak enak hati. perlahan zea mendudukkan diri sambil bertanya pada rea " gak apa tuh dianya "

" emm, gak apa-apa kok " jawab rea diakhiri dengan senyuman.

zea balas tersenyum meski terpaksa yang membuat sunggingan setengah hatinya terlihat aneh. zea mencoba untuk tidak mengambil pusing lagi tapi saat pandangannya tidak sengaja tertuju pada seseorang, zea merinding ngeri, seseorang yang tadi disebut rani bernama amarna sedang menatapnya seram. zea mencoba meyakinkan diri kalau yang dilihat murid itu adalah dirinya dengan celingukkan. ya siapa lagi coba, batin zea kalut. zea menunjuk mukanya yang disinyalkan untuk murid yang terus menatap seram dirinya itu. murid itu membalas dengan isyarat acungan jempol kebawah lalu tarikan jempol dari ujung leher ke ujung leher. zea menelan ludah.

artinya, zea bakal kena masalah, yah zea menyadari isyarat murid itu, sumbernya pasti si gadis disampingnya kini, rea. aaaah, belum apa-apa punya musuh, keluh zea membatin. tanpa sadar zea memegangi kepalanya sambil menunduk.

" ada apa zea " tanya rea bernada khawatir.

" hei kau ada apa, masa belum apa-apa sudah sakit " tanya sang guru yang sudah duduk di singgasananya.

" ah, tidak pak, saya tidak kenapa-kenapa " jawab zea cepat.

" ya sudah, baiklah anak-anak, sampai dimana pelajaran kemarin "

sesi pembelajaranpun berlangsung dengan menyisakan raut wajah beragam dari rea yang tampak bahagia, zea yang lesu, amarna yang merengut, dan rani yang kebingungan.