Chereads / Main Love / Chapter 57 - Permulaan

Chapter 57 - Permulaan

Raden meraih map yang tergeletak di atas meja, ia duduk dengan perasaan berdebar.

Ucapan Agung terngiang ditelinganya, jika dia memang benar, lantas ia telah membiarkan kedua keponakannya hidup dengan menderita selama ini?

Matanya memanas, hatinya berdegup tidak beraturan, ia melihat foto keluarga Rahayu lengkap dengan Hendra dan kedua anaknya yaitu Maya dan Arya serta dua orang wanita dengan pakaian pelayan, mereka adalah Kania dan Mina.

Raden kemudian melihat foto berikutnya, seorang pelayan yang sama seperti sebelumnya dengan foto seorang gadis dan anak laki-laki yang begitu mirip dengan Maya dan Arya, tahi lalat di dekat alis Arya membuatnya begitu jelas dapat dikenalinya.

Benarkah mereka adalah putra dan putri Rahayu, kakaknya?

Setelah memastikan akan kemiripan dari foto itu, perlahan Raden meraih koran Indonesia yang memuat berita tentang kebakaran.

Air matanya menetes, mungkinkah ini benar Arya? Tubuhnya menjadi lemas, keponakannya benar-benar meninggal dengan cara seperti ini dan semua itu disengaja?

Tapi seseorang mungkin saja hanya kebetulan mirip, ia tidak ingin mempercayai kenyataan pahit itu jadi ia meminta asistennya untuk menyelidiki semua berkas yang diberikan Agung padanya.

Dengan cepat Raden berlari keluar dari ruangannya, ia berharap jika Agung belum pergi terlalu jauh dari perusahaannya.

Dan benar saja pria tua itu masih terlihat menunggu lift terbuka dan saat telah terbuka ia segera memasukinya.

Raden memoerlebar langkahnya, ia berlari lebih cepat lagi namun pintu lift telah tertutuo rapat jadi ia memutuskan untuk berlari menuruni tangga agar dapat mengejar Agung.

Sengan nafas terengah akhirnya Raden dapat menyusul langkah Agung.

Agung menghentikan langkahnya, ia menanti Raden mengatur nafasnya dan berbicara padanya.

"Aku akan menyelidiki semua ini, jika kamu terbukti berbicara omong kosong maka aku akan menghabisimu." Ucap Raden mengancam.

Agung tidak bereaksi ia hanya mengeluarkan sesuatu dari kantong sakunya.

"Semoga semua ini membantumu." Ucap Agung sebelum akhirnya benar-benar pergi meninggalkan perusahaan milik Raden.

Sebuah anting? Raden yang cerdas segera mengangkat kepalanya, mungkinkah pemilik ini anting ini adalah seseorang yang telah membunuh Arya?

Ia mengepal anting itu erat, tidak akan dilepaskannya..

Jika benar seseorang telah berani mencelakai keluarganya maka ia bahkan tidak akan segan untuk mencabuti rambut pelaku itu hingga botak menggunakan tangannya sendiri.

...

Maya mengeringkan rambut Marve menggunakan hairdrayer, mereka menikmati waktu santai dengan semua hal kecil yang membuat perasaan mereka semakin dekat.

Setelah semua kemesraan dan cumbuan di dalam kamar mandi tadi, kini Maya tidak lagi sungkan untuk mencium mesra Marve seperti saat ini, ia mengecup singkat pipi Marve dan berhasil membuat Marve tersipu.

Kini mereka telah berada didapur untuk makan malam.

Para chef telah pulang karena hari sudah cukup larut dan Maya kini tengah menyiapkan lauk untuk makan malam mereka.

Dewi sedikit membantu Maya, ia senang karena Maya sudah kembali ceria seperti sebelumnya.

"Astaga.. nyonya, anda menaruh garamnya terlalu banyak." Ucap Dewi menegur saat Maya baru saja memasukan dua sendok garam kedalam tumis jamur buatannya.

"Aku biasa memasukan garam sebanyak itu jika membuat kue bu.." Jawab Maya dengan polosnya.

Dewi hanya dapat tertawa, begitupun dengan Marve yang sejak tadi menunggu dimeja makan.

"Kue dan masakan untuk lauk itu berbeda takarannya nyonya."

Kini Maya hanya dapat tertawa kikkuk dan akhirnya memilih untuk menghampiri Marve.

"Kamu ingin membuatku terkena hipertensi?" Tanya Marve bergurau.

Maya hanya dapat tersenyum malu "maaf.." Ucapnya pelan.

Acara makan malam berjalan lancar karena bantuan Dewi. Kini Maya dan Marve dapat makan dengan diselangi obrolan ringan.

Marve menyuapi Maya dengan penuh perhatian dan cinta begitupun sebaliknya.

"Kamu ingat saat aku pertama kali makan di rumah ini?" Maya mulai bercerita, Marve tersenyum mengangguk.

"Aku ingat dengan jelas apa yang kita lalui setiap detiknya." Jawab Marve.

Maya tersenyum senang, ia kemudian melanjutkan ceritanya tentang ia belum makan sejak semalam dan membuatnya sangat kelaparan pada saat itu dan saat Marve memberikannya makan hanya sepiring nasi yang membuatnya kelaparan sepanjang malam.

"Itukah sebabnya kamu banyak makan dipagi harinya?" Tanya Marve.

Maya mengangguk "Tentu saja, karena kamu sangat pelit padaku." Jawab Maya dengan jujur.

Marve hanya dapat tertawa dan berkata dengan tulus "Maafkan aku.."

Acara makan malam telah selesai, kini mereka menyempatkan diri menonton televisi, sebuah acara komedi yang membuat mereka tidak berhenti tertawa.

Marve berbaring di paha Maya dan Maya membelai kepalanya dengan lembut penuh kasih sayang, sesekali Marve menyuapi Maya buah apel yang telah dipotong kecil.

"Sayang jangan meledekku.." Protes Maya saat Marve mempermainkannya dengan selalu menarik kembali apel yang akan disuapinya kedalam mulut Maya.

Setelah acara komedi selesai, Marve masih berbaring nyaman di paha Maya sambil memainkan jemarinya.

"Aku bahagia sekali.." Ucap Marve tersenyum, ia beranjak bangun dan kini duduk disebelah Maya.

"Aku sangat bahagia memilikimu disisi ku, dan terkadang aku merasa takut jika kamu akan meninggalkanku." Balas Maya, ia bersandar di bahu Marve kini.

"Aku tidak akan meninggalkanmu.. kita akan tetap bahagia seperti ini selamanya." Ucap Marve, ia tersenyum meyakinkan Maya.

"Ya.. kita akan bahagia bersama selamanya." Maya mengangguk dan sesat kemudian perasaan hangat mereka kembali mempersatukan bibir mereka dengan lembut merasakan cinta disetiap getarannya.

"Aku mencintaimu.."

"Aku juga mencintaimu.."

Mata mereka terpejam merasakan kasih sayang yang lembut yang tersalurkan melakui esapan kecil yang membasahi bibir mereka dengan cinta yang menyatu dan larut dalam malam yang indah.

...

Andre membukakan pintu mobilnya untuk Tiffany setelah mengantarnya tepat di depan rumahnya.

"Terima kasih." Ucapnya dengan lembut.

Andre tersenyum, andai saja yang mengatakan kalimat lembut itu adalah Maya maka hatinya tidak akan terasa hampa seperti ini.

"Masuklah.. ini sudah terlalu larut, jangan sampai kamu terlalu lelah dan menjadi sakit."

Wajah Tiffany memerah, ini pertama kalinya ada seorang pria yang mengucapkan kalimat manis padanya.

"Baiklah.." Ucapnya dengan malu-malu.

"Aku pamit." Andre tersenyum dan berjalan menuju mobilnya kembali tapi kemudian Tiffany menahan tangannya.

tubuh tingginya dapat dengan mudah menjangkau bibir Andre dan mengecupnya singkat.

"Hati-hati di jalan."

Andre terdiam untuk sesaat, ini pertama kalinya ia merasakan sebuah bibir seorang wanita menyentuh bibirnya lembut.

Sampai Tiffany telah menghilang dari pandangannya akhirnya Andre tersadar dan dengan cepat memasuki mobilnya.

Apa yang dilajukan Tiffany tidak boleh mempengaruhinya jadi dengan cepay ia meraih ponselnya dan menghubungi ayahnya.

"Ayah.. Randy adalah direktur utama yang telah menjabat semenjak enam tahun yang lalu.. aku rasa dia berkerja sama dengan Kania."

...