Andre menatap kosong kearah jendela, ia baru saja meniduri Tiffany, sebuah kesalahan bodoh yang dilakukannya karena terbawa suasana saat Tiffany mengajaknya mengunjungi rumahnya yang sepi dan menciumnya tiba-tiba sambil menyatakan cinta padanya. Andre adalah pria normal, saat Tiffany menyerahkan dirinya maka ia tidak dapat menolak ajakan Tiffany yang membangkitkan gairahnya namun kini setelah semuanya terjadi ia merasa menyesal, harusnya ia tidak bertindak sejauh itu.
"Apa yang kamu pikirkan sayang?" Tiffany memeluk Andre dari belakang dengan selimut yang masih melingkar ditubuhnya.
"Tidak ada.." Jawab Andre pelan, ia tidak tahu jika Tiffany masih menjaga kehormatannya sampai ia melukainya, jika Tiffany mengetahui apa tujuan sebenarnya ia memasuki grup Wings dan bersikap baik padanya maka sudah dipastikan Tiffany akan sangat membencinya tapi lebih dari itu semua, perasaan egois dan cintanya yang serakah membuatnya masih memikirkan Maya bahkan kini ia merasa telah menghianati perasaannya pada Maya.
"Aku sangat bahagia.. aku mencintaimu." Ucap Tiffany memeluknya hangat.
Andre tidak menjawab, ia lantas membalikan tubuhnya dan merapihkan rambut Tiffany yang berantakan.
"Maafkan aku.." Ucap Andre sambil mendekap Tiffany erat, ia merasa bersalah kini.
"Tidak perlu minta maaf, kita melakukannya atas dasar cinta bukan?"
Andre tersenyum getir, ia kemudian melepaskan pelukannya.
"Cepat mandi, bukankah kita harus bergegas kekantor sekarang?" Ucap Andre.
"Tidak bisakah kita hanya disini?"
"Ibumu akan marah jika tahu apa yang baru saja kita lakukan."
"Memangnya mengapa? toh kita dua orang yang sudah dewasa." Ucap Tiffany tidak mau mengerti.
"Ya sudah.. kalau begitu biar aku yang pergi kekantor sendiri." Ucap Andre.
Tiffany menarik nafas dan akhirnya menyerah "Baiklah.. "
Kini Andre dan Tiffany telah kembali ke kantor, Tiffany berjalan dengan wajah sumringah sedangkan Andre dengan wajah datarnya, mereka kemudian memasuki ruangan Tiffany.
Tiffany yang begitu senang karena merasa telah memiliki Andre seutuhnya segera menggelayut manja kembali saat Andre duduk dimejanya yang berada didekat meja Tiffany.
"Tiffany.. seseorang akan melihat kita nanti." Ucap Andre yang mulai merasa tidak nyaman, Tiffany akhirnya menurut dan duduk dikursi dihadapan Andre.
"Tiffany.. aku rasa kamu belum memberitahuku semua data perusahaan." Ucap Andre, Tiffany terdiam memang ada beberapa rahasia perusahaann yang tidak diberitahu olehnya pada Andre karena itu termasuk data ibunya yang menggelapkan uang perusahaan enam tahun yang lalu.
"Aku sudah memberikannya.." Jawab Tiffany berbohong.
Andre menghela nafas, ia kemudian beranjak bangun lalu berjongkok tepat dihadapan Tiffany.
"Kamu masih tidak mempercayaiku sepenuhnya sayang?" Ucap Andre dengan lembut sambil menyentuh pipi Tiffany membuat Tiffany menjadi goyah.
Tiffany terdiam, toh mereka telah tidur bersama itu artinya sebentar lagi Andre akan menjadi suaminya dan mereka dapat mengelola perusahaan bersama.
"Aku percaya padamu.." Ucap Tiffany tersenyum sambil mengecup lembut bibir Andre singkat.
....
Sementara itu, Kania menggeledah seisi rumah Randy, ia mencari sebuah rekaman cctv saat ia dan Randy mencabut kabel rem mobil yang saat itu dinaiki oleh Rahayu dan Hendra.
"Pria sialan.. dimana dia menyimpannya?" Kania menggeram frustasi sambil membanting semua map yang dipegangnya.
Ia sengaja membakar rumah Mina agar ia dapat menyingkirkan Randy yang pada hari sebelumnya mendatanginya dan menunjukan bukti rekaman itu padanya.
"Aku akan menyerahkan semua ini ke kantor polisi, aku tidak perduli jika aku harus ikut dipenjara.. Jika kamu berani menyentuh Mina.. aku tidak akan segan-segan menarikmu ke dasar jurang." Ucap Randy, ia tidak sengaja mendengar pembicaraan Kanja dengan seseorang yang disuruhnya untuk menyingkirkan Mina berserta Arya dan Mia.
"Baiklah.. aku tidak akan menyentuh Mina.. jika kamu dapat mengatasi Arya dan Maya." Ucapnya menenangkan, ia kemudian meraih rekaman itu dan menyimpannya.
"Simpanlah.. karena aku masih memiliki aslinya."
Kania memegangi kepalanya yang terasa pusing, mengapa tidak ada satupun yang dapat ia temukan.
"Randy..." Kania berteriak kesal meruntuki kebodohannya karena harusnya ia juga membunuh Randy, memasukkannya ke dalam penjara ternyata sama sekali tidak berguna, Randi masih bisa keluar jika waktunya tiba dan membalas semua perbuatannya.
Pikirannya terlalu sempit, ia mengira jika Randy menyimpan rekaman itu dirumahnya namun ternyata tidak ada.
...
Agung masih mencoba menghubungi Maya, Randy tidak bersedia bekerja sama dengannya jadi jika mungkin Maya yang memintanya Randy akan sedikit luluh karena rasa bersalahnya.
"Maya.. kamu dari mana saja, mengapa sangat sulit menghubungimu nak?" Tanya Agung ketika akhirnya Maya menjawab panggilannya.
Maya yang baru saja terbangun dari tidurnya dan segera beranjak duduk, tidak ada Marve disebelahnya karena mungkin Marve telah bangun lebih dulu.
"Maafkan aku paman, suamiku mengajaku menginap di Villanya." Jawab Maya.
"Ah.. kalian tengah berbulan madu?" Goda Agung, ia tertawa dibalik teleponnya.
Maya tersenyum, ia menjawab dengan malu-malu "Iya paman.."
"Apa aku mengganggumu?"
"Tidak sama sekali.. ada apa paman?" Tanya Maya, Agung terdiam sesaat, Maya tengah berbahagia bersama suaminya dan ia merasa tidak tega jika mengganggu Maya jadi ia memutuskan untuk menahan diri sampai Maya kembali.
"Tidak ada.. paman hanya merindukanmu." Jawab Agung, ia kemudia kembali berucap dengan tawa bahagia "Cepatlah kembali dan buatkan cucu untukku.."
Maya tertawa, "Baiklah paman.. aku akan berusaha untuk memberikanmu cucu."
Akhirnya Agung menutup panggilannya, Maya kembali merebahkan tubuhnya yang terasa lemas, bahkan saat ini tubuhnya masih terbalut selimut yang hanya menutupi tubuh polosnya.
Ia tersenyum saat mengingat kejadian manis semalam yang membuat hatinya berbunga.
"Sayang.." Marve memanggil pelan saat memasuki kamar mereka dan Maya menoleh dengan senyumannya.
"Mas.." Maya segera beranjak duduk.
"Maaf aku bangun kesiangan." Ucapnya lagi.
Marve tersenyum dan meletakan semangkuk wedang jahe di meja sebelah tempat tidurnya.
"Aku membuat wedang jahe untukmu.. cobalah." Marve kemudian menyodorkan sesendok wedang dan Maya membuka mukutnya dengan lebar.
"Pedas mas.." Ucap maya setelah mencicipinya.
"Tapi enak.." lanjutnya tersenyum.
"Mas tahu caranya agar tidak terasa pedas lagi." Ucap Marve.
"Benarkah?" Mata Maya berbinar, Marve kemudian memasukan satu sensok wedang kedalam mulutnya lalu dengan cepat mencium Maya.
"Tidak pedas kan?" Goda Marve, Wajah Maya memerah kini.
"Mau coba lagi?" Tanya Marve kembali.
"Tidak.. aku akan mandi dulu." Jawab Maya, ia kemudian beranjak bangun dan menyeret selimutnya lalu berjalan pelan menuju kamar mandi.
"Baiklah.. mari kita mandi sayang.." Ucap Marve setelah berhasil menggendong tubuh Maya dan membawanya memasuki kamar mandi.
...