Tiffany mengetuk pintu ruangan Kania setelah ia memintanya untuk datang ke ruangannya.
"Mami memanggilku?" Tanya Tiffany saat ia telah selesai menutup pintu.
Tiffany memperhatikan siapa pria tinggi dan tampan yang saat ini berada diruangan ibunya kini.
"Perkenalkan.. dia adalah Andre, dia kepala penasehat hukum kita yang baru." Ucap Kania memperkenalkan Andre pada Tiffany.
Andre tersenyum dengan ramah dan mengulurkan tangannya pada Tiffany.
Tiffany masih terpasona oleh ketampanan Andre yang terlihat begitu cerdas dengan kaca matanya.
Pria tampan dihadapannya kini benar-benar tipe idealnya.
"Tiffany.." Ucapnya tersenyum sambil menjabat tangan Andre, matanya menatap malu-malu wajah Andre yang menggenggam tangannya erat.
Kania menyadari jika putrinya sedikit berlebihan saat ini hingga ia harus berdehem dan dengan cepat Tiffany melepaskan tangan Andre.
"Pak Andre, mulai saat ini anda bisa menanyakan segala suatu hal pada Tiffany." Ucap Kania, Andre tersenyum dan berkata dengan pasti "Baiklah.. saya akan mencari tahu semua hal yang saya butuhkan."
....
"Mas..." Maya berlari menaiki tangga sambil memanggil Marve penuh semangat, setelah memasuki kamar mereka Maya segera membanting tubuhnya diatas tempat tidur.
"Mas.." Maya menggoyangkan tubuh Marve namun Marve tidak menjawab.
"Mas.. bangunlah, kamu akan menjadi gendut jika kamu hanya tidur saja seharian ini." Ucap Maya kembali sampai akhirnya Marvepun terbangun.
"Ada apa sayang?" Tanyanya saat ia belum spenuhnya membuka matanya.
"Aku mendapat nilai seratus.." Ucap Maya antusias.
"Aku kira apa.." Marve membalikan tubuhnya dan membelakangi Maya seolah itu bukanlah sebuah hal yang begitu penting baginya..
"Mas.." Maya memukul punggung Marve karena kesal dan kini ia merajuk, Marve mengintip dari balik sisinya, sangat menyenangkan mengganggu Maya seperti ini.
"Menyebalkan.. biarlah aku akan memberitahu kakek Darwis saja kalau begitu." Ucap Maya, ia baru saja akan berajak bangun tapi kemudian Marve menarik tubuh Maya hinggi Maya terjatuh ke atas tubuhnya.
"Mas hanya bercanda sayang.." Marve memeluk Maya erat dan mencium bibirnya singkat tapi Maya masih tetap cemberut dan merengut kesal.
"Baiklah-baiklah maafkan mas ya.."
"Biarkan mas melihat nilai sempurnamu.." Lanjut Marve.
Maya kemudian beranjak dari tubuh Marve dan meraih kertasnya hasil ujiannya.
"Sungguh bagus.. mas tidak menyangka kamu bisa juga pintar atau ini hanya sebuah keberuntungan dek?"
"Ayolah mas.. jangan menjadi super menyebalkan." Gerutu Maya kesal.
Marve kemudian tersenyum, ia menyentuh lembut rambut Maya dan mengatakan dengan lembut "Kerja bagus.. kamu sudah berusaha sangat keras."
Maya menyembunyikan senyum bangganya dan rasa tersipunya, dan kemudian berjalan mengambil kotak makeupnya lalu membawanya keatas tempat tidur mereka.
"Aku juga belajar merias diri hari ini.."
"Sungguh? Istriku akan menjadi semakin cantik kalau begitu."
"Tunjukan pada mas.."
"Sungguh?"
Marve membaca ada yang tidak beres dengan senyuman Maya dan membuatnya bergingsut takut.
"Dek.. mengapa menatap mas seperti itu?" Tanya Marve gugup, Maya masih mneyeringai dan sedetik kemudian ia telah duduk diatas tubun Marve.
"Sayang, mari kita lihat hasil kerja kerasku hari ini." Ucap Maya saat ia telah membuka tube lipstik dan mengarahkan kuasnya kearah bibir Marve.
"Sayang.. bukan begini maksudku.."
Maya tidak perduli, ia telah mengunci tubuh Marve dan dapat melakukan apapun sesuka hatinya pada wajah tampan Marve kini.
Seperti anak balita yang meriasi bonekanya maka seperti itulah Maya saat ini kepada Marve.
Ia memoleskan blush on berwarna merah dipipi Marve, dengan eye shadow berwarna hijau juga sipat alis yang diukirnya diatas alis Marve.
Bibir Marve telah memerah dan kini Marve terihat seperti boneka hantu saat ini tapi Marve hanya dapat pasrah membiarkan istrinya menguasai wajah tampannya.
"Sudah selesai." Ucap Maya penuh kebanggaan.
Marve menunggu Maya turun sendiri dari tubuhnya dan ketika Maya meletakan kembali alat make upnya dan akhirnya ia dapat terbebas.
"Lihatlah betapa cantiknya suamiku.. menggemaskan sekali." Ucap Maya, ia mencubit pelan pipi Marve dan membuat Marve hanya dapat diam menerima sampai sedetik kemudian ia mendorong tubuh Maya hingga Maya berbaring di bawah tubuhnya.
"Sekarang giliranku sayang..." Marve menyeringai, dengan seketika maya menjadi tegang saat Marve menatapnya seperti ini.
Tanpa permisi, Marve mengecupi setiap sudut wajah Maya hingga membuat bekas lipstik yang dipakainya menempel sempurna di kulit wajah Maya yang diciumi oleh Marve.
"Mas hentikan.. ini sangat geli." Ucap Maya meronta saat Marve mulai mengecupi leher Maya dan menimbulkan bekas jejak lipstiknya dan tentunya tanda memerah akibat esapannya.
Maya masih meronta sampai ia tidak sadar jika ia melontarkan desahan yang tidak terduga sama sekali dan malah membuat Marve semakin menggila.
Kini Marve sudah tidak dapat menahan dirinya, ia sudah tidak lagi bermain-main kini, dengan perlahan ia mengecup setiap sudut wajah Maya sebelum mencium Maya perlahan dan menyesapnya, memasuki rongga mulutnya dan menautkan lidah mereka yang kini saling menarik tanpa tidak satupun dari mereka yang mengalah.
Sebelum nafas mereka habis, Marve melepaskan ciuman memabukan itu dan membuka satu persatu kancing baju Maya sambil kembali menyesap lembut bibir Maya yang rasanya semanis madu.
Banu Maya hampir terbuka semuanya saat Marve dengan tidak sabar mengecupi setiap inci kulit yang terbuka bebas dan membuat gairah didalam dirinya memuncak.
"Sayang.." Maya mengerang saat Marve sudah menguasai hampir seluruh tubuhnya.
"Sayang.." Maya kembali mengerang membuat Marve semakin tidak sabar dan Maya dengan mengikuti nalurinya ia membuka baju Marve perlahan hingga kini Marve telah bertelanjang dada.
Maya tidak ingin hanya menerima perlakuan lembut yang membuatnya bergetar lemas, ia kemudian mengecupi leher kekar Marve dan terus menjalar keseluruh tubuhnya yang tidak terbungkus perban.
Semua yang dilakukan Maya membuat Marve sangat tersiksa hingga ia kembali membalikkan posisinya dan kini tubuh besarnya telah menindih tubuh Maya yang nyaris tidak mengenakan apapun saat ini.
"Sayang.. boleh aku melakukannya sekarang?" Tanya Marve tepat ditelinga Maya dan menggigit daun telinganya lembut.
Maya sudah sangat terbuai hingga ia hanya mampu mengangguk pelan tanda persetujuan.
"Mas..."
"Ya sayang.."
Marve mengangkat kepalanya saat Maya mengarahkannya lalu menatapnya lekat.
"Mas.. aku.."
.....