PELAYAN DAN TUANNYA__20th Part
"Anak panah ini," gumam Luce. Hal yang sama juga diperhatikan oleh Ellgar dari kejauhan. "Adalah senjata yang pernah melukai Ellgar. Kita harus cepat menemukan penawarnya kalau tidak kakak," Luce semakin panik ketika menyadari darah yang mengalir keluar dari luka di tubuh Jean, menghitam.
"Terence, Eleanor, cepat bawa Luce pergi dari sini dan temukan orang Gretasha yang pernah aku sebutkan pada kalian," ucap Jean tersedak-sedak. Dari mulutnya mengalir darah kehitaman yang membuat Luce tak bisa melakukan apa yang kakaknya tersebut minta.
"Aku tidak akan meninggalkan Kakak," Luce menggeleng. "Tidak setelah pertemuan kita hari ini. Sudah sepuluh tahun aku mengira kakak telah tiada. Aku tidak akan pergi seperti yang kakak minta. Aku bukanlah anak kecil lagi. Aku sudah jauh lebih tinggi dari kakak sekarang."
Jean tersenyum. Mata birunya memandang Luce dengan penuh kasih. "Kau memang bukan anak kecil lagi dan kau telah tumbuh dewasa dengan cepat, tapi kau tetaplah adikku satu-satunya. Saat ini hanya kau anggota keluargaku yang tersisa. Kalau kau tertangkap, tidak akan ada yang menyelamatkan kakak nanti. Berjanjilah satu hal, kau harus menuruti semua kata Terence dan Eleanor saat aku tidak ada. Jangan percaya pada orang lain. Bahkan Ellgar juga telah mereka pengaruhi. Kau harus percaya pada dirimu sendiri. Sekarang, cepatlah pergi sebelum terlambat."
Luce mengangguk pasrah. Dia mengusap air matanya kemudian berdiri tegar di hadapan Jean yang tergeletak lemah.
"Cepat tangkap mereka!" Evan menggerakkan seluruh prajuritnya untuk bangkit kembali sementara Terence dan Eleanor segera menarik pergi Luce dari tempat itu serta meninggalkan Jean bersama dengan musuh-musuhnya. Luce terus menangis saat melihat ke arah kakaknya yang sedang terluka parah dan digelandang oleh banyak prajurit asal-asalan, sementara Ellgar tak melakukan apapun untuk menyelamatkannya.
"Jangan menoleh ke belakang," Terence terus menarik tangan Luce sementara Eleanor sibuk menjatuhkan barang untuk menghalangi prajurit yang mengejar mereka. Gadis itu tampak sama khawatirnya seperti Terence, tapi dia harus lebih fokus untuk melindungi Luce mulai saat ini. Dia memasukkan jari-jarinya ke dalam mulut dan bersiul untuk memanggil dua ekor kuda milik keluarga besarnya. Kuda-kuda tersebut berhasil menerobos pintu gerbang ibukota ketika Terence bersama Luce, dan Eleanor berusaha menungganginya dengan kecepatan penuh.
"Eleanor, tetaplah maju dan jangan kurangi kecepatanmu," Terence menasehati sementara Luce bersembunyi di belakang punggungnya sambil terus menangis. "Mereka akan segera menyusul kita," lanjutnya. "Ayo masuk ke dalam hutan dan membuat tabir pelindung."
Eleanor mengangguk. Di belakang mereka, Illarion menyusul dengan puluhan prajurit berkuda. Mereka telah siap untuk menangkap Terence dan Eleanor serta membawa kembali Luce ke kerajaan sesuai titah sang raja. Namun tiba-tiba sebuah dinding api terbentuk di antara mereka. Sangat tinggi dan besar sampai Illarion tak bisa memadamkannya dengan sihir biasa. Setelah beberapa menit, api itu padam dengan sendirinya dan di hadapan Illarion, sudah tidak ada siapapun lagi.
"Apa kita tetap akan mengejarnya, Yang Mulia?" salah satu prajurit bertanya.
"Tidak perlu. Hutan ini adalah wilayah kekuasaan para iblis. Kita tidak bisa masuk tanpa membawa salah satu dari mereka dan mereka juga sudah memiliki pemimpin sekarang," jawab Illarion. "Sekarang kita kembali saja ke kastil dan melapor."
***Finished___SERVANT AND THE MASTER