Chereads / The Second Throne / Chapter 32 - Servant and The Master (19)

Chapter 32 - Servant and The Master (19)

PELAYAN DAN TUANNYA__19thPart

Jean akhirnya tiba di hadapan Illarion dan membalas senyuman pria berambut perak itu. "Aku tidak hanya akan mengembalikan nama baiknya sebagai Pangeran Kedua. Sebagai seorang kakak yang baik, aku akan membuatnya jadi pemimpin negeri ini. Bukankah hal yang bagus jika keturunan Alcander dan Axton yang menjadi seorang Raja? Sekarang bahkan Eginhard Idylla bukanlah saingan dari Luce. Apa kau bersikeras melawannya seorang diri? Dengan prajurit-prajurit rendahanmu itu?"

Illarion mendesis marah sementara Jean masih saja berceloteh sambil melipat kedua tangannya. "Hei, kalian," Jean menunjuk semua prajurit yang berdiri di belakang Illarion. "Kalau kalian tidak mau menyia-nyiakan nyawa kalian, lebih baik kalian menyingkir dan jadilah penonton yang baik seperti mereka," pria itu kemudian menunjuk para warga yang ikut menyaksikan.

"Jangan terpengaruh oleh ucapan orang ini," pekik Illarion, menenangkan prajuritnya.

"Baiklah, kalau kalian tidak mau menurut. Apa boleh buat. Kalian harus menyaksikan aku mengalahkan calon raja kebanggaan kalian," Jean menggulung lengan kemejanya dan tanpa basa basi melemparkan bola api pada Illarion hingga tubuh pria itu melayang ke luar bangunan dan jatuh menimpa beberapa warga.

"Apa yang harus kita lakukan?" salah satu warga mulai berkomentar ketika tahu Illarion dapat dikalahkan semudah itu. "Kita harus melindungi Putra Mahkota dari iblis itu," yang lain menimpali. "Tapi bagaimanapun juga, kedua kakak beradik itu juga ternyata putra dari Raja Abraham yang sudah lama menghilang. Jadi ini pertarungan antar saudara. Kita tidak bisa memihak manapun. Kita hanya rakyat jelata."

"Tapi apa kau mau dipimpin oleh iblis-iblis itu? Dia baru saja mengeluarkan api dengan tangan kosong. Kalau dibiarkan terus, tragedi Grissham sepuluh tahun lalu akan terulang kembali," tukas seorang pedagang yang juga ikut membantu Illarion berdiri kembali. "Anda tidak apa-apa, Yang Mulia?"

"Aku tidak apa-apa," ucap Illarion sambil menunggu Jean keluar dari bangunan di hadapannya yang ternyata telah rusak parah. Hampir semua jendela kaca pecah karena Luce melemparkan prajurit Illarion seperti bola sepak yang ringan. "Kalian semua sebaiknya pergi dari sini dan bersembunyi. Ini tidak bisa diremehkan. Kalau terus begini, kalian warga yang tak bersalah pun bisa jadi korban. Cepat pergilah."

"Aku tidak akan membiarkan kalian semua pergi!" Luce tiba-tiba melompat keluar. Dia menggerakkan tangan kanannya untuk mengendalikan semua orang yang ada di halaman rumah Jean, tepat di jalanan utama Kota Grissham. "Semuanya berlutut kecuali pria berambut perak itu!" katanya keras. Beberapa saat kemudian, Jean berjalan keluar dengan gagah karena mencium aroma kemenangan untuknya.

Namun tiba-tiba Illarion yang tidak mau mengalah, mengumpulkan semua air yang ada di dalam tanah dan dengan sihirnya memecah semua salurannya ke permukaan jalan berpaving tempatnya berada. Dia kemudian melemparkan bola-bola air yang langsung berubah menjadi pasak es ketika nyaris mengenai Luce. Jean menahannya dengan perisai api ciptaannya sementara Illarion tak berhenti menciptakan pasak-pasak es di sekeliling Jean dan Luce untuk mengepung keduanya.

"Kau pikir es mu ini dapat mengalahkan aku, dasar anak penyihir!" Jean kembali menghalaunya. "Aku tahu ibumu yang cantik jelita itu hanyalah seorang penyihir dari Gretasha yang menggunakan jampi-jampinya untuk memikat Raja Abraham. Tapi tak kusangka dia juga menurunkan ilmu hitam itu padamu, dasar Pangeran Palsu!" Pria itu menyerang Illarion dengan kobaran api yang dahsyat, nyaris mengikis habis seluruh bangunan di sekitarnya. Jalanan kota Grissham kemudian mendadak dipenuhi lautan api. Sementara warga yang masih berlutut berusaha menyelamatkan kepala mereka masing-masing dengan bersujud, menempelkan kepalanya ke permukaan tanah.

"Kau beraninya mengolok-olok sang Ratu. Kau pikir siapa dirimu sekarang? Kalau bukan karena ibuku yang mencegah ayahanda untuk menghabisimu kedua kalinya, mungkin kau sekarang sudah mati jadi abu," Illarion membela diri. Di hadapannya, sebuah tabir pelindung muncul menahan lautan api Jean.

"Tuan Besar!" Terence berteriak ketika tiga buah anak panah menembus tubuh Jean secara tiba-tiba. Tak ada yang tahu darimana panah tersebut berasal, sampai Luce sadar bahwa dirinya telah melakukan sesuatu di luar kehendaknya. "Kakak!" Luce menurunkan tangan kanannya, membuat semua orang kembali bergerak leluasa. Pemuda itu berlari menghampiri Jean seketika, bersama Terence dan Eleanor, berusaha menahan Jean agar tidak ambruk ke jalanan yang kini lembab oleh es yang mencair.

*bersambung ke part berikutnya