PELAYAN DAN TUANNYA_10th Part
________________10 years ago_________________
"Putra pertama Alcander, hah?" Luce menertawai kakaknya sepanjang perjalanan di koridor kastil. Bocah itu menjadi anak dengan pakaian terbersih di antara Jean dan Ellgar, serta itu membuatnya lebih bahagia karena tak perlu khawatir akan diomeli oleh paman atau ibundanya setelah sampai di mansion nanti. "Kenapa kakak tak sekalian mengatakan kalau di masa depan nanti kakak yang akan jadi raja? Kakak kan putra pertama, sudah sewajarnya kalau kakak diangkat jadi raja. Aku tak bisa membayangkan wajah mereka saat kakak naik tahta nanti, ha ha."
Jean mengusap lembut rambut hitam Luce kemudian berhenti berjalan. "Di masa depan nanti kakak tetaplah seorang putra pertama. Sedangkan yang akan naik tahta nanti bukanlah kakak, melainkan dirimu, adik kecil."
Luce masih belum bisa mencerna ucapan kakaknya itu ketika memandang kedua mata biru safir yang beberapa senti lebih tinggi dari hadapannya. "Kalau begitu kenapa kakak yang tinggal di kastil sedangkan aku di mansion. Semua orang jauh lebih mengenal kakak daripada aku, kan. Tidak mungkin aku jadi raja. Tidak mungkin lagi kalau ada raja sependek diriku." Luce kemudian menunduk dan menggigit bibirnya sendiri.
"Tuan Muda masih berusia lima tahun," sahut Ellgar memamerkan senyum menghiburnya. "Di masa depan nanti Tuan akan tumbuh jauh lebih tinggi daripada Pangeran Jean sampai-sampai Yang Mulia Pangeran nanti tidak akan bisa mengusap rambut Tuan Muda lagi seperti sekarang."
"Bisakah seperti itu?" tanya Luce dengan wajah bersemu merah. "Aku ingin setinggi Paman Fletcher nanti supaya bisa menggantikannya untuk memeluk ibunda ketika beliau berdiri di ambang jendela sambil menangis."
Mendengar keinginan adiknya tersebut, Jean kemudian memeluk Luce dengan penuh kesedihan. Air matanya menetes perlahan di sela raut wajahnya yang penuh dengan ketegaran. "Hari ini adalah ulang tahunmu, kau bisa meminta apapun yang kau mau, kecuali bertemu dengan ayahanda." Jean mengusap air matanya lalu memandang Luce. "Buatlah permohonan apapun sebelum aku dan Ellgar memberikanmu hadiah yang sangat penting. Katakanlah sambil menutup kedua matamu."
"Benarkah? Kalian sudah menyiapkan hadiahnya?" Luce terlonjak saking senangnya. Kedua matanya berbinar dan wajahnya semakin bersemu merah ketika Jean dan Ellgar serentak mengangguk. "Baiklah aku akan menutup mataku dan membuat permohonan."
"Semoga setelah hari ulang tahunku ini, aku bisa hidup bahagia bersama dengan kakak, ibunda, dan juga Paman Fletcher. Ah, dan juga bersama Ellgar. Semoga kami semua bisa hidup dengan bahagia sampai akhir hayat nanti..." Luce membuka sebelah matanya untuk mengintip Jean dan Ellgar yang sibuk mencari hadiah di dalam saku pakaian masing-masing. "Yang terakhir semoga hadiahnya cepat ketemu. Aku tidak sabar ingin melihatnya. Ini pertama kalinya kakak memberikan hadiah padaku sejak pertemuan kami yang pertama saat usiaku masih tiga tahun. Semoga kakak selalu sehat dan semua yang diinginkannya selalu terwujud."
Jean tiba-tiba mencubit pipi Luce. "Mana ada permohonan yang mengharapkan hadiah cepat-cepat seperti itu."
"Sakit, kak," Luce mengusap pipinya sendiri ketika Jean akhirnya berkata, "Tapi kalau kau ingin cepat-cepat sebaiknya kau segera membuka kedua matamu. Selamat ulang tahun, adik kecil."
______________10 years ago end_______________
Luce membuka kedua matanya dan melihat benda yang sama dengan yang dia lihat saat ini. Sebuah liontin dari pahatan batu berbentuk perisai dengan ukiran phoenix dalam genggaman tangan kanannya. Pemuda itu kemudian duduk meringkuk sambil memeluk lututnya. Di keheningan malam yang semakin larut, dalam kesendiriannya tersebut, Luce menangis tak berdaya. "Apa yang harus aku lakukan?" lirihnya. "Aku merindukanmu, Kak. Tapi aku tak bisa menemuimu. Aku tidak tahu apa yang akan diperbuat oleh mereka jika tahu aku telah menemukanmu dan membiarkanmu tetap hidup sampai saat ini. Kakak, tolong selamatkan aku."
***ganti scene