PEMUDA BERTUDUNG__1st Part
"Kejar dia!" Erich Harbyn--pria tinggi dengan zirah perak dan jubah keemasan berlukiskan simbol Phoenix--berteriak. Pria tersebut berlari dengan tiga prajurit mengikutinya. Mereka sedang mengejar seorang pemuda yang tertangkap basah mencuri ekstrak Scefflerium seharga puluhan keping perak dari toko obat terbaik di Estefania, Ibukota Kerajaan Axton.
"Mau sampai kapan dia menghindar?" Erich bergumam kesal. Dia dan ketiga prajuritnya terpaksa berhenti karena serangan yang baru saja dilancarkan ke arah mereka. Beberapa tong anggur sengaja digelindingkan hingga seluruh isinya tumpah ke jalanan. Cairan berwarna merah keunguan nyaris membasahi sepatu logam Erich ketika sadar bahwa dirinyalah yang harus mengganti rugi atas kelakuan nakal pemuda itu.
"Akhirnya mereka berhenti juga," sang pemuda--dengan pakaian lusuh dan tudung kelabu yang nyaris menutupi wajahnya--berkata. Sepasang mata birunya yang tajam dan langkah kakinya yang ringan seolah terbiasa menghindari kejaran prajurit. Dia tersenyum penuh kemenangan. Tak hanya itu, kejahilan lainnya pun ditunjukkan dengan melambaikan tangan pada Erich dan berteriak, "Sampai jumpa lagi, Kepala Prajurit!"
"Sial!" Erich mengumpat. Dia sadar bahwa dirinya takkan mampu mengejar pemuda yang baru saja menghilang dari pandangannya itu. "Kalau tidak bisa dengan cara seperti ini..." Erich tiba-tiba menanggalkan semua atribut kerajaan yang menempel di tubuh kekarnya--jubah, zirah, bahkan tanda pengenal kebanggaannya, kemudian menyerahkan semua itu pada salah satu prajurit yang berdiri di sisinya.
"Bolehkah kami mengetahui maksud anda menitipkan semua ini?" tanya prajurit tersebut. Dari tetesan peluhnya tampak bahwa dia dan kedua rekannya sangat kelelahan. Hampir satu jam lamanya mereka mengejar seorang pencuri kecil yang tak ubahnya seperti menangkap angin dengan tangan kosong. Tak memperoleh hasil apapun.
"Semua itu hanya akan memperlambat pekerjaan kita kali ini, karenanya aku akan menggunakan cara lama," jawab Erich sembari menandai gulungan perkamen yang dia bawa dan menyerahkannya pada prajurit lainnya. "Kalian bertiga pulanglah ke pos utama untuk melapor dan menyerahkan ini pada Penasehat Agung sementara aku, Erich Harbyn--Kepala Prajurit yang paling disegani di seluruh wilayah kekuasaan Axton--akan mengurus sisanya di sini."
"Baik, Pak," ketiga prajurit itupun menunduk--memberi hormat--dan penuh kesigapan menunaikan titah yang mereka dengar. Sementara Erich--yang menjadi satu-satunya orang yang ditinggalkan, mulai mengadu insting. Pakaiannya yang sederhana berbaur dengan dengan warga Estefania yang beraktivitas. Ibukota Kerajaan Axton ini sangatlah ramai dibandingkan Kastil Phoenix yang berada di wilayah bukit bagian utara. Berpusat pada sistem perdagangan barang ekonomis dan pertanian, Estefania adalah kota terdamai pada masanya.
Tidak hanya bertani dan berdagang, di antara mereka juga ada yang berprofesi sebagai prajurit militan yang menyamar sebagai bandit dengan dalih melindungi ibukota. Tak lain hanya satu tujuan yang diinginkan, yaitu perlindungan dari Axton atas hak hidup mereka. Semua warga pun tidak menolak keberadaan mereka. Namun kali ini, tindakan pencurian yang baru saja dipergoki oleh seorang Kepala Prajurit, tidak mungkin dibiarkan begitu saja.
"Di mana harga diriku kalau pencuri kecil seperti itupun tak bisa kutangkap?" Erich menghela napas panjang dan kembali berkutat pada pikirannya sendiri. "Dari ciri-ciri wajah dan tubuhnya, bocah bertudung itu pastilah orang yang Penasehat Agung cari selama ini. Mata biru, mata yang hanya dimiliki oleh Keturunan-Para-Raja-Terdahulu. Caranya menghindariku sejak tadi juga tidak mungkin bisa dilakukan oleh pencuri kecil biasa. Kali ini aku benar-benar yakin kalau dialah orangnya. Pantas saja kalau dia selicin belut."
Erich membulatkan tekad dengan mengepalkan kedua tangannya. Baru kali ini Erich turun langsung untuk menjalankan misinya setelah sekian lama dinonaktifkan oleh pihak militer kerajaan. Sepuluh tahun yang lalu, seseorang yang lebih tinggi kedudukannya telah mengambil alih tugas Erich tersebut. Alhasil, seluruh ototnya pun menegang dan harus dilemaskan untuk melanjutkan pencariannya hari itu. Sambil mempertajam penglihatan, Erich menelisir segala arah guna mencari tempat ke mana pemuda yang tadi dia kejar, berhasil kabur. Dia pun menyeringai dan berbisik, "Pencuri kecil ini sepertinya ingin mengetes kesabaranku?"
* bersambung ke part berikutnya