Chapter 25 - Perayaan

Beberapa saat yang lalu, Pak Sugeng mengumumkan pemenang lomba secara resmi dan kelas kami terpilih sebagai pemenang stand bazar dengan pendapatan stiker love paling banyak. Hal itu berarti, kami diizinkan memilih destinasi study tour di akhir semester pertama tahun ajaran ini.

Setelah pengumuman stand bazar, kelas kami dinyatakan sebagai pemenang juara pertama dekorasi kelas sesuai tema. Namun bukan itu yang membuatku terkejut. Jantungku berdetak sangat kencang saat Pak Sugeng mengumumkan lukisan yang kami buat akan dipajang di dinding sebelah mading sekolah agar murid lain merasa terpacu untuk menghasilkan karya positif lainnya.

Kelas kami ramai sekali setelah semua orang kembali karena selain memenangkan bazar dan dekorasi kelas, kami juga mendapatkan kemenangan lain. Kelas kami menggenggam juara pertama tarik tambang putra, juara kedua basket putra, juara ketiga basket putri, juara tiga catur dan juara kedua lomba menyanyi. Karena semua kemenangan itu, Bu Gres secara spesial mentraktir lima loyang pizza, juga berkata bahwa pakaian yang aku dan Zen pakai saat tampil tadi diberikan khusus untuk kami.

Ruangan penuh dengan keceriaan dan perasaan bahagia. Walau ada beberapa lomba yang tidak kami menangkan, rasanya tidak terlalu menyedihkan karena kami memang sudah melakukan yang terbaik. Hari diakhiri dengan sesi foto bersama, yang membuatku tak lagi tega mengatakan pada siapapun untuk jangan mengunggah fotoku karena tak ingin merusak suasana.

Aku mengecek handphone saat satu-persatu dari kami membenamkan diri dengan handphone dan mengetik pesan untuk Astro. Aku bertanya apakah dia sudah pulang dan ternyata dia menungguku di mobil.

Aah berapa lama dia menungguku? Ini sudah hampir gelap.

"Aku pulang duluan ya." ujarku pada Tasya, Donna, dan Zen serta beberapa anak lainnya yang berencana akan melanjutkan perayaan dengan pergi karaoke.

Awalnya mereka berat melepasku, tapi sepertinya mereka mengerti saat aku berkata Astro menungguku. Aku memakai ransel di bahu dan memeluk satu kardus berisi craft yang tak terjual, dengan keuntungan penjualan di dalamnya. Kemudian turun ke parkiran dan menemukan Astro di dalam mobil sedang bermain game entah apa. Aku membuka pintu tengah untuk menaruh ransel dan kardus sebelum duduk di sebelah kemudi untuk menemaninya.

"Sorry lama, kelasku rame banget." ujarku yang berusaha memberi alasan.

Astro mematikan handphone dan memasukkannya ke saku, lalu melipat kedua tangan di kemudi dan menyandarkan pelipis di sana. Dia menatapku dalam diam dengan tatapan tenang.

"Kamu udah makan?" aku mencoba bertanya.

Astro tidak menjawab. Entah apa yang dipikirkannya sekarang.

"Anything wrong (Ada yang salah)?" aku mencoba mencari tahu karena mulai curiga aku mungkin saja membuat kesalahan yang tak kusadari.

Astro bergeming. Sama sekali tak bereaksi.

Apakah dia sedang merasa kesal? Dia membuatku bingung, tapi aku memutuskan akan menunggu karena mungkin dia membutuhkan sedikit waktu.

Aku melepas sepatu, menaikkan kaki dan duduk bersila menghadapnya. Aku menyandarkan pelipis pada bantal kecil yang menempel di punggung kursi. Aku ikut menatapnya dalam diam dan kami terasa seperti sedang memainkan permainan tatap mata. Lama sekali, hingga membuatku mengantuk.

Aku memejamkam mata dan terdengar seolah ada seseorang sedang bicara padaku. Suara yang sayup kudengar, yang segera hilang. Saat ini yang ada hanya gelap, tapi menenangkan. Rasa lelahku berganti saat terasa ada yang memberi kehangatan di satu sisi yang tak berwujud.

Tiba-tiba seperti masuk ke alam lain, aku sadar aku masih duduk di mobil Astro, dengannya sebagai orang pertama yang kulihat. Wajahnya terasa dekat sekali denganku. Dia terlihat pucat dan perlahan menarik tubuh menjauh dariku. Dia tak mengatakan apapun, hanya menyilangkan kedua tangan di depan dada dengan tatapan yang tak mampu kutebak.

"Kamu ngambek?" aku bertanya dan mencoba meyakinkan diri. Aku hafal sikapnya yang selalu mendiamkanku jika suasana hatinya sedang buruk.

"Kenapa ga bilang kamu ikut lomba nyanyi?" alih-alih menjawab pertanyaanku dia justru bertanya hal lain.

"Aku cuma gantiin Tika. Harusnya dia yang ikut lomba, tapi dia ga masuk."

"Harus sama Zen?"

"Zen cuma bantu."

Tiba-tiba hening di antara kami.

"Kamu udah makan?" aku bertanya untuk mencoba memecah suasana karena sudah gelap sekali di sekitar kami. Hanya ada lampu dari gedung sekolah yang remang-remang.

"Belum, aku ga laper. Aku pengen nonton." ujarnya sambil mengalihkan tatapan dariku dan menyalakan mobil.

"Mau nonton apa?" aku bertanya sambil membetulkan posisi duduk dan memakai sepatu.

"Film superhero yang baru rilis minggu kemarin."

"Aku udah nonton itu bareng Zen, ..."

Tiba-tiba Astro mengerem mobil tepat sebelum melewati gerbang sekolah, "Kamu nonton sama Zen?"

"Iya minggu lalu. Abis nyelesaiin lukisan, kita ..."

"Kenapa ga bilang kamu mau nonton? Aku kan bisa nemenin. Aku pikir minggu kemarin kamu mau istirahat jadi aku kasih kamu waktu." ujarnya entah kenapa justru menyela kalimatku.

"Aku mana tau kamu mau nonton film itu kalau kamu ga bilang?"

Astro terlihat sedang meredam amarah. Dia menatapku dengan tatapan aneh sekali, dengan alis yang mengernyit mengganggu dan bibir masam yang mungkin akan sanggup mengumpat kalimat apapun yang terpikir olehnya.

"Minggu lalu aku ikut jalan karena Tasya yang ngajakin nonton. Kita berempat sama Reno." ujarku mencoba melanjutkan kalimat yang tertunda.

Seperti baru mendapatkan pemahaman, Astro menatapku dengan tatapan yang terlihat lebih lembut. Namun segera berganti dengan tatapan yang terlihat khawatir.

"Kamu kenapa sih?" aku bertanya karena merasa tak tahan lagi. Sikapnya aneh sekali sepanjang hari ini.

Astro kembali mengemudikan mobil dan mulai menyusuri jalanan gelap, "Lain kali kalau mau nonton bilang. Aku kan bisa nemenin."

Entah bagaimana, tapi sepertinya dia tak begitu menyukai keberadaan Zen di sekitarku. Saat aku mengedarkan pandangan, aku menyadari rute jalanan ini bukan arah pulang ke rumah Opa atau ke rumahnya.

"Aku laper nunggu kamu dua jam jadi kamu harus nemenin aku makan sebelum pulang." ujarnya tiba-tiba.

Kurasa aku akan menyetujuinya saja. Setengah jam hening tanpa seorang pun yang bicara, kami sampai di sebuah restoran keluarga dengan saung-saung di tengah kolam ikan yang luas.

Sebetulnya aku merasa kenyang karena sudah memakan sepotong pizza, tapi aku akan berusaha menemaninya. Aku tak ingin dia sakit hanya karena tak mendapatkan makanan tepat waktu. Seingatku, saat aku terbangun tadi aku sempat melihat wajahnya pucat.

Astro memesan seekor ikan gurame asam manis, seporsi kerang bambu, sepiring tahu goreng krispi, kerupuk dan dua gelas es kelapa jeruk. Aku ingat kami pernah ke tempat semacam ini beberapa tahun lalu, bersama dengan kedua orang tuanya, juga Opa dan Oma.

Aku merendam kaki di dalam kolam sambil memberi makan ikan dan menunggu pesanan datang. Tak lama, Astro duduk di sebelahku sambil memainkan air dengan kaki hingga terdengar suara kecipak bersahutan.

"Selamat ya tadi menang lomba basket." ujarku sambil menatapnya yang terlihat lebih santai.

"Selamat juga buat kemenangan dekor kelas kamu. Aku jadi punya utang bikin sarapan sebulan."

"oh iya, aku kok lupa. Mulai senin ya?" aku bertanya dengan senyum lebar mengembang di bibirku. Entah kenapa selalu terasa menyenangkan saat bisa mengalahkannya, karena dia biasanya selalu menang dariku.

"Mau sarapan apa?"

"Apa aja. Aku ga masalah kok. Kamu kan tau aku ga pernah milih-milih makanan."

"Kalau aku kasih kamu ikan mentah, tetep dimakan ya." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.

"Boleh, nanti kamu bikin jadi sashimi. Aku suka kok." ujarku yang tak ingin kalah menggodanya.

"Kalau gitu, kalau aku kasih kamu batu tetep dimakan ya?"

"Mau aja sih asal batunya panas, trus ada steak di atasnya. Nanti aku makan steaknya aja, batunya aku balikin buat kamu." ujarku sambil tertawa.

"Kamu cantik."

Seketika tawaku terhenti. Aku menatapnya lekat dan mencoba meneliti ekspresinya lebih baik, tapi dia terlihat biasa saja. Seolah tak ada sesuatu yang baru saja dia ucapkan padaku.

"Apa?" aku memberanikan diri bertanya karena sepertinya aku salah mendengarnya memujiku cantik sesaat lalu.

"Pesanannya udah lengkap ya, Mas." ujar seorang pramusaji yang tiba-tiba muncul di dekat meja makan kami dengan senyum di bibirnya. Dia menundukkan bahu dan segera beranjak pergi.

"Yuk makan." ujar Astro sambil beranjak dan meninggalkan pertanyaanku tanpa terjawab.

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-