"Ya, bukankah aku sendiri menumpuk itu semua dengan bagus?"
"Jadi menumpukkan buku-buku yang belum dibaca sudah seperti permainan menumpuk sekarang, huh..."
Jika ini Tetris, dia pasti sudah akan Game Over sekarang.
Itulah Komachi, dan namun di sinilah dia, tepat di ambang mengikuti ujian seleksi masuk SMPnya.
"Apa kamu serius ingin mengikuti ujian masuk SMPku? Cuma tanya saja."
Ini seharusnya benar-benar tidak perlu dikatakan lagi, tapi adik kecilku itu bloon - menabjubkan dan mengesankannya bloon.
"Aku serius, sumpah. Aku tidak akan menyalin esaimu jika aku tidak serius, Kak," jawab Utari dengan keseriusan penuh dan mutlak. Bukannya aku benar-benar peduli, tapi ini benar-benar bukan sikap yang akan kamu gunakan ketika kamu menjadi benalu dari pertolongan orang lain.
Terserahlah, jika dia sendiri sudah memutuskan apa yang ingin dilakukannya, tidak masalah. Masalahnya terletak pada nilai Komachi.
"Tapi pak, kamu benar-benar mengincar sesuatu yang terlalu tinggi," ujarku. "Rangking kelasmu berada di sekitaran 100."
"Ya, tapi aku ingin masuk ke sekolah yang sama denganmu, Kak."
Rahangku jatuh tanpa kusadari. Untuk sesaat yang melengahkan ini, adik kecilku, yang biasanya memperlakukanku tanpa rasa hormat sedikitpun, menunjukkan cinta menghangatkannya padaku untuk sekilas. Sudut mataku menjadi panas dan setetes terancam untuk jatuh dari atas surga.
"Kalau aku masuk ke sekolah yang sama denganmu dan berkata aku itu adik kecilmu, aku akan terlihat seperti gadis yang super baik jika dibandingkan denganmu! Karena kamu itu sampah di mata semua orang, mereka menganggap aku itu super manis setelah aku memasuki SD! Aku diperlakukan seperti seorang malaikat! Aku benar-benar malaikat!"
Itu sulit untuk menemukan alasan yang lebih parah dari alasannya untuk masuk.
"...oh, begitu ya."
Malaikat apa yang sedang dibicarakannya? Dia itu devil's crush, sumpah. Utari itu benar-benar iblis.
"Yah, terserahlah. Kamu hanya bisa melakukannya jika kamu mencobanya."
"Yap. aku akan berusaha sebisaku," balas Utari selagi dia mulai menggerakkan pensil mekanisnya sekali lagi.
Itu sebuah resensi buku, jadi kenapa dia langsung mulai menuliskan sesuatu pada kertasnya merupakan sebuah misteri. Baca buku sialannya itu dulu. Apa dia salah satu tipe-tipe itu? Tipe-tipe yang dengan sombongnya menyatakan, "Itu sampah jadi aku berhenti sebelum OPnya muncul" atau "Itu ampas jadi aku berhenti pada bagian pertama episode itu" setiap kali suatu anime baru dimulai?
Aku berpaling ke arah rak buku dan mencari After Death. Jika aku mengingatnya dengan benar, seorang pelukis manga terkenal menggambar sampul depannya ketika edisi yang baru keluar, yang merupakan alasan kenapa aku membelinya. Karena semua yang diperlukan supaya penjualannya menjadi baik adalah pengantian sampul, sekitar sembilan puluh persen dari apa yang menarik perhatianku adalah novel ringan, jujur saja. Yah, walau tidak seperti Hasyam itu pengarang novel ringan.
Aku membiarkan jari jemariku menyusuri deretan punggung buku-buku. Pada saat itu, pandanganku jatuh pada sutu buku yang dinamakan Sains adalah Sihir ~Jadilah Jantung Suatu Pesta Mulai Hari Ini~. Itu adalah sebuah buku yang cukup tua yang tertanggal kembali ke masa-masa muda ayahku sebagai seorang karyawan berpangkat rendah yang merana.
Tidak ada makhluk hidup yang menjalani kehidupan yang terkungkung, sampai-sampai kamu mungkin bisa mengatakan bahwa setiap orang yang dimasukkan ke dalam masyarakat berhirarki adalah jiwa-jiwa bebas.
-Bersambung-