Eskalator itu membawaku sampai ke lantai tiga, dan selagi aku melintas bersama-sama dengan arus manusia, aku berjalan sampai ke dalam toko buku. Tanpa bahkan melihat-lihat ke dalamnya, aku tahu bagaimana rak-raknya disusun. Buku-buku komik ada di kanan pintu masuk dan novel-novel ringan diletakkan di tengah-tengahnya. Area yang terputus dari lorong itu dikhususkan untuk novel-novel, dan rak di belakangnya dikhususkan untuk literatur. Heh, sempurna.
...sekarang dimanakah buku-buku sainsnya?
Karena aku biasanya tidak membaca buku-buku semacam itu, aku tidak dapat menemukan lokasinya di dalam peta batinku. Yah, kurasa orang-orang hanya melihat apa yang menarik bagi mereka, jadi mereka tidak terlalu menyadari apa yang terjadi di luar itu. Tidak mungkin aku bisa menanyakan pegawai tokonya mengenai itu, jadi aku memutuskan untuk mencari ke sekeliling toko itu sendiri. Kamu tahu, itu bukan seperti aku tidak ada keberanian untuk bertanya padanya atau apa; aku hanya sedang bersikap baik dengan tidak menganggunya untuk sesuatu yang begitu sederhana.
Karena tokonya tidak sebesar itu, kelihatannya tidak akan memakan banyak waktu untuk berjalan dari satu bagian ke bagian lain.
"..."
Selagi aku sedang berjalan berkeliling, aku merasakan tatapan seseorang padaku. Apa ini Pengutilan J-Men, huh?
Aku tidak melakukan kesalahan apapun! Buku yang sedikit mesum ini untuk sesuatu yang lain! Untuk projek penelitian liburan musim panas! Aku tidak mempercayai hal-hal mesum! Ketika aku berpaling ke belakang, mempersiapkan alasanku, mataku bertemu dengan seseorang yang tidak kusangka akan berjumpa.
Dia mengenakan kemeja kardigan di atas bahunya dan celana ketat panjang di balik roknya, mungkin untuk melindungi dirinya dari sinar matahari. Dia terlihat kurang keras dibandingkan dirinya yang mengenakan seragam, tapi aksesoris-aksesoris kecilnya seperti arloji dan tas tangannya dijahit dengan begitu indahnya, mempertahankan penampilan rapi dan apiknya.
Dia adalah Satsuki Aida. Dia adalah ketua Klub Komik, yang dimana aku merupakan salah satu anggotanya. Dia memang tinggal di sekitar sini, jika aku mengingatnya dengan benar. Jadi gadis ini bepergian ke toko buku juga, huh?
"..."
"..."
Kami menatap pada satu sama lain untuk sekitar dua detik tanpa mengatakan satu patah katapun. Lamanya sudah lebih dari cukup untuk mengenali seseorang.
Satsuki dengan sembunyi-sembunyi mengembalikan buku yang sedang dipeganginya pada rak dan kemudian dengan cepat melangkah keluar dari toko ini.
Diabaikan.
Dia mengabaikanku dengan begitu spektakuler. Astaga, ini bahkan bukan mengabaikan - itu rasa jijik bisu. Baru saja itu rasa jijik yang dapat dibandingkan dengan Deklarasi Potsdam. Ini mencetak sejarah
Meskipun kami menatap mata satu sama lain dan jarak di antara kami tidak lebih dari satu meter, dia sama sekali mengabaikanku. Setiap kali aku diabaikan oleh teman sekelasku, mereka melakukannya dengan begitu imutnya. Itu karena aku mengabaikan diriku sendiri juga. Wow, itu juga lumayan kejam
...yang penting, itu sifat khas Satsuki. Aku dapat mengatakan sebanyak itu.
Tersenyum masam meskipun aku tidak mau melakukannya, aku mengitari rak buku tempat Satsuki baru saja berdiri. Ketika aku melemparkan pandanganku padanya, kelihatannya itu bagian foto album. Jadi gadis ini ternyata feminin juga, melihati foto album aktor atau idola favoritnya atau semacamnya, pikirku selagi aku melihat raknya sepintas, tapi satu jenis album yang menonjol keluar adalah album kucing dari semua album yang ada. Sudahlah, beli saja seekor kucing.
-Bersambung-