…yah, supaya adil, tingkah laku aku mungkin sedikit berbeda dari biasanya. Aku sedang waspada dengan Rias Zelinne saat itu. Sekarang setelah kami menekan tombol ulang dalam hubungan kami, mungkin itu tepat untuk mengatakan bahwa aku tidak tahu bagaimana cara untuk mempertahankan perasaan jarak di antara kami.
Mencoba untuk mengingat kembali percakapan biasa kami, aku memilih untuk menutupinya selembut mungkin. "Aku menjadi seperti itu ketika cuacanya panas," kataku pada akhirnya. "Maksudku, rahangku mengendur dan semacamnya. Rel kereta api memuai dan, macam, anjing juga benar-benar memuai. Kamu tahu tentang pemuaian?"
"Itu tidak ada hubungannya dengan anjing. Oh, tapi anjing kami benar-benar merentangkan tubuhnya dan semacamnya."
"Kalau begitu itu memang ada hubungannya dengan anjing…" Itu mengingatkanku akan sesuatu. "Siapa nama anjingmu lagi? Hebat dalam pukulan beresiko… Sab… Saburo?"
"Namanya Sable!"
Jadi namanya Sable, huh? Oh, iya, Saburo itu nama pemain bisbol. Dia kembali ke Lotte Marines tahun ini, jadi aku menantikan hal-hal hebat darinya.
Omong-omong, jadi anjing sering merentangkan tubuh mereka, begitu ya. Tidak hanya tubuh mereka tapi juga lidah mereka. Juga, Chiba benar-benar kelewatan melakukannya, menjulurkan lidahnya sepanjang tahun. Dia perlu menarik kembali lidahnya atau lidahnya akan kering.
"Dipikir-pikir lagi, Kazuto, kenapa kamu tidak tahan dengan musim panas meski kamu lahir di musim panas?" tanya Rias padaku.
Aku meletakkan tanganku pada mulutku. "Aku heran, bagaimana kamu bisa tahu aku lahir di musim panas?" jawabku, dengan sedikit angkuh. "Apa kamu seorang penguntit?"
"Apaan itu?! Meniru Satsuki?! Kamu agak berhasil melakukannya!" Rias tertawa terbahak-bahak. Tapi kalau Satsuki ada disini, mati kami.
Tapi aku berhasil melakukannya, huh? Hasil dari latihan di depan cermin setiap kali aku masuk ke kamar mandi sedang membuahkan hasil. Pak, apa yang sedang kulakukan dengan hidupku?
"Tapi serius, bagaimana kamu bisa tahu itu? Itu menyeramkan."
"Nah, kamu memakainya sebagai kalimat kode-kodean ketika kita pergi ke karaoke hari itu."
"Ka-kamu tolol! Aku tidak memakai kalimat kode apapun! Aku tidak sedang berusaha untuk secara tidak langsung memberitahu Totsuki hari ulang tahunku!"
"Kamu sedang mengincar Ayuda?!" teriak Rias ngeri.
Ay'lah, pada siapa lagi aku akan memakai kalimat kode-kodean?
"Yah, kamu pasti tahu bagaimana rasanya waktu kamu lahir di musim panas. Satu-satunya masa kamu dimanjakan orangtuamu adalah masa kamu baru lahir, jadi aku dibesarkan dengan AC dan tidak pernah belajar bagaimana menahan cuaca panas. Alhasil, aku tidak ada daya tahan terhadapnya."
"Aha. Aku paham itu." Untuk beberapa alasan, dia mengangguk dengan wajah berbinar-binar.. Itu mengangguku bahwa dia benar-benar mempercayai sesuatu yang sudah jelas sekali asal-asalan kukarang. "Jadi omong-omong, ulang tahunmu sudah akan tiba, Kazuto, jadi ayo kita gelar pesta ulang tahun!"
"Tidak. Ditolak. Hentikan."
"Cepat sekali kamu menolakku! Dan kamu melakukannya tiga kali!"
"Maksudku, lihat… biasanya, itu teramat memalukan sekali bagi seorang gadis untuk menggelar pesta ulang tahun bagi seorang lelaki yang sudah SMA, jadi menyerah sajalah."
Lebih dari apapun, aku tidak tahu ekspresi seperti apa untuk ditunjukkan jika sesuatu seperti itu terjadi. Apa aku seharusnya tersenyum? Dulu waktu SMP, aku telah berlatih membuat reaksi kaget yang berlebih-lebihan, berpikir bahwa yang lain sudah mempersiapkan sebuah pesta kejutan untukku, tapi aku sudah berhenti sepenuhnya setelah menyadari bahwa tidak ada kemungkinan hal tersebut bisa terjadi.
"Ah, jika kamu tidak mau pesta, kalau begitu ayo kita semua jalan-jalan bersama, oke?"
"Siapa yang kamu maksud dengan 'semua'?"
Jika aku tidak membuat semuanya jelas sebelumnya, aku akan dalam masalah besar. Ada suatu kali ini sesaat setelah aku memasuki SMA dimana aku diundang untuk berjalan-jalan dengan orang-orang yang jauh lebih suka mengoceh dariku. Aku berakhir hampir tidak mengenal siapapun di sana. Ditambah lagi, itu adalah acara paling pertama setelah kelas dimulai, jadi kamu segera disajikan hidangan penyendiri jika kamu tidak berbicara, tanpa diizinkan hidangan pendamping. Dalam kehidupan pelajar, "ayo kita semua jalan-jalan bersama" adalah kode untuk Fumie. Pertama-tama, kamu antara ada diundang atau tidak, dan jika kamu memang bagian dari kelompok yang diundang, kamu akan diperingkatkan berdasarkan hubunganmu dengan yang lain.
"Satsuki dan Ayudia, kurasa?" usul Rias.
Aku paham itu. Jadi Yato disingkirkan, huh. Yah, itu wajar dia akan berakhir seperti itu. Aku juga akan menjadi yang pertama menyingkirkannya.
Aku tidak menjawab untuk beberapa detik.
Kemudian Rias berkata, "Ji-jika kamu tidak suka itu, kalau begitu… kita bisa pergi berdua…"
Dia melirik ke arahku, memainkan jari jemarinya selagi dia melirikku. Ketika aku melihat caranya melihat ke arahku, detak jantungku meningkat. Mataku melesat ke samping dan aku mengangkat kepalaku. "Tidak seperti aku benar-benar menentangnya. Malah aku sangat menyetujuinya, terutama bagian Totsuki!"
"Persisnya sesuka apa kamu dengan Ayudia?!"
"A-Aku sama sekali tidak menyukainya! Aku hanya agak terpikat dengannya!"
"Itu hampir sama saja!" teriak Rias, membenamkan kepalanya dalam tangannya.
Oh pak… Fokusku teralihkan dan aku menjadi terbawa suasana Rias. Aku sudah dengan sengaja mencoba untuk mempertahankan jarak di antara kami untuk mencegah kesalahpahaman, jadi ini cukup menguatirkan.
Tapi jalan-jalan dengan Totsuki ke suatu tempat itu sebuah rencana hebat. Hari ini aku melihat ke arahnya secara langsung namun merasa itu tidak mungkin untuk memanggilnya. Astaga! Aku pengecut! Aku lemah! Sampah!
"Jadi apa yang mau kamu lakukan?" tanyaku.
"Pertunjukan kembang api!" jawab Rias dengan wajah berbinar-binar. "Ayo kita pergi ke pertunjukan kembang api!"
"Aku bisa melihat kembang api lautnya dari rumah. Aku tidak mau bersusah payah pergi ke luar."
"Sungguh egois!" Dia mengacungkan jarinya padaku dengan menunding. Yuigahama membuat erangan yang dipanjang-panjangkan, dan kemudian berpikir untuk sejenak. "Kalau begitu bagaimana dengan uji keberanian!"
"Aku takut dengan hantu, jadi tidak."
"Itu alasanmu?!"
Maksudku, lokasi berhantu di Chiba itu tidak main-main, umumnya… ketika aku menemukannya di internet di tengah malam aku jujur saja tidak bisa tidur. Ada Kuburan Yakashi. Ada tanda-tanda sebuah eksekusi di depan suatu universitas tertentu dan ada suatu tempat dimana sinyal radio menghilang. Meskipun Totsuka melilitkan lengannya padaku karena suatu kebetulan yang membahagiakan, ada kemungkinan besar aku-lah yang akan ketakutan.
Meskipun aku telah menolaknya, Yuigahama meneruskan, tak mengenal takut. "Yah baiklah kalau begitu, bagaimana dengan pantai…? atau mungkin kolam renang?"
"…er, uh, itu agak, kamu tahu. Itu terlalu memalukan, jadi sebaiknya kita jangan kesana."
"Ya… Aku juga akan agak merasa malu…" Yuigahama merinding dan melihat ke bawah, merona. Oh ayolah, jangan usulkan itu jika itu memalukan. Walau, itu memang mengurangi rasa maluku.
"Tidak ada lagi?"
"Aku tahu! Berkemah!"
"Banyak serangganya, jadi itu tidak akan mungkin terjadi. Hanya serangganya saja membuat itu tidak mungkin, jujur saja. Maaf."
"Kamu begitu pilih-pilih! Dan kamu malas! Aku nyerah! Kamu tolol, bodoh!" Yuigahama menggali dalam-dalam kosakatanya yang cetek untuk mencercaku. Sambil mendengus, dia memalingkan punggungnya ke arahku dengan geram dan mulai berjalan pergi dengan marah.
"…kamu tahu, kita tidak harus melakukan sesuatu yang semuanya berbau musim panas. Cukup sesuatu yang biasa saja."
Kaki Rias berhenti di tempat. Ketika dia menoleh ke belakang bahunya, semua amarahnya sudah terhanyut pergi, digantikan oleh tanda sebuah senyuman yang samar.
"Ohh… baiklah. 'ke, Aku akan meneleponmu nanti."
"Uhh, itu berakhir menjadi tidak jelas," ujarku padanya.
Rias sudah telah berpaling kembali dan berlari dengan cepat ke arah Miura, Miura, yang memiliki ekspresi luar biasa bosan di wajahnya, terlihat begitu tidak senang, tapi dia kelihatannya amat ceria ketika Yuigahama menepuk kedua tangannya bersama untuk meminta maaf. Dia menyodok kepala Yuigahama sambil bergurau, dan kemudian mereka berdua mulai berjalan pergi bersama-sama.
Setelah aku melihat mereka pergi, aku beranjak pulang.
Gumpalan awan raksasa yang terbentang di atas kepalaku sedang berubah menjadi warna merah tua. Hembusan dingin mulai bertiup. Itu persisnya yang kubutuhkan untuk mengobati wajah meronaku. Aku memutuskan untuk berjalan ke rumah bersama dengan udara sejuk yang dibawa oleh angin sore.
Petang merupakan campuran biru nila dan merah tua. Masih akan perlu beberapa saat sebelum aku dapat melirik apa yang terbentang di baliknya, kelihatannya.
-Bersambung-
(Maap ya kemarin nggak update)