Duke yang memang pada dasarnya suka membuat keributan di dalam tim pun berdiri dan bersekongkol dengan Finni.
"Ada apakah Earl yang disiplin dan gila kerja kali ini berdandan begitu luar biasa? Apakah kalian mencium wangi ini? Hmm...." Duke mulai meracau menggoda Earl.
Earl pun mengibaskan rambutnya begitu seksi dan beringas agar mereka berdua bisa puas mengejeknya malam ini. Memangnya kenapa jika ia berdandan? Apakah dandanannya mengundang meteor untuk jatuh ke bumi?
Duke menatap rekannya satu persatu dengan wajah tengilnya.
"Undangan Bapak Presiden tentunya! Hahaha." Tom tiba-tiba menyahut dan detik berikutnya sebuah delikan maut berhasil Earl lancarkan pada Tom.
Ia pikir Tom tidak akan ikut menjadi gila seperti Finni dan Duke. Ia sudah bergaya dan Tom menghancurkannya. Ricard hanya tertawa dan senang melihat timnya memanfaatkan kebersamaan dengan baik.
Dan malam itu mereka habiskan dengan bersenang-senang bersama. Memainkan beberapa permainan dan akhirnya memilih untuk pulang setelah melihat Finni sudah mabuk tidak karuan. Beruntung esok adalah hari libur, Earl tidak perlu pulang terburu-buru sekarang.
Di depan club, mereka berpamitan untuk pulang.
"Astaga tuhan! Kau benar-benar tampil begitu memukau Earl. Mobil merahmu dan dirimu di dalamnya seperti mobil yang mengobarkan api di jalanan." Tom mulai berkomentar tidak jelas karena ia setengah mabuk saat ini.
"Hati-hati, Earl." Earl mengangguk pada Ricard dan berpamitan pada rekan-rekannya. Dan si bodoh Finni yang telah tidak sadarkan diri di gotong oleh Duke.
Mobil merah metalik Earl berjalan di pusat kota menuju distrik B. Ia berkendara dengan kecepatan standar membelah jalan yang sepi. Tanpa sengaja ia melihat sesosok siluet yang Earl kenal di pinggir jalan.
Earl mengerem mobilnya dan mengamati sosok itu. Tapi saat Earl mengenali orang itu, mulutnya segera mengumpat. Sosok pria yang tengah menelepon di samping mobil sport hitam sambil memandang ban kanan mobilnya. Pria dari keluarga Parker, Steve Parker.
Orang yang membuatnya diundang ke acara pesta ulang tahun ibu negara oleh Presiden. Earl lantas mendesah pasrah dengan pakaiannya saat ini.
"Kenapa disaat aku berpakaian seperti ini. Yaa tuhan...." Gumam Earl jadi malu sendiri. Ia lalu menepikan mobilnya.
Steve yang melihat sebuah mobil merah menepi di depan mobilnya langsung waspada seketika. Ia mematikan sambungan teleponnya dan menatap dengan selidik orang yang turun dari mobil itu. Tapi ketika melihat sebuah kaki jenjang yang keluar dari mobil itu, Steve langsung berwajah aneh.
"Err... Tuan Parker. Apakah ada masalah dengan mobil anda?" Tanya Earl yang sudah keluar dari mobilnya dan berjalan mendekati Steve.
Demi tuhan, Steve sampai lupa berkedip melihat penampilan Earl malam ini. Earl sengaja menebalkan wajahnya dan melihat ke arah bawah mobil itu. Terlihatlah ban kanan itu mobil Steve kempes. Steve masih disana dan terpana ketika melihat Earl.
"Earl? Kau sedikit... berbeda." Ucapnya tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Earl.
Sedangkan Earl sendiri berdiri dengan canggung lantaran penampilannya ini memang memalukan jika bertemu tatap dengan orang terhormat seperti Steve. Ia akan beralasan ia sedang menyamar jika Steve bertanya lebih jauh. Putusnya dengan tekat bulat.
"Yaah, seperti itulah...." Steve mengangguk mengerti dan terus memandangi Earl.
Sebenarnya wajar bagi wanita single untuk berpenampilan menawan. Mengingat Earl sosok wanita muda walaupun tidak bisa dipungkiri memang jika Earl dengan wajahnya yang biasa sudah terlihat cantik natural karena aura yang dibawanya.
Sejatinya wanita akan terlihat lebih istimewa ketika tidak bergantung pada riasan luar, tetapi kepada kecantikan di dalamnya. Inner beauty. Dan Steve merasa riasan wajah Earl memang tampak sederhana walaupun warna lipsticknya selalu mengundang untuk ditatap.
"Saya bisa menggantikan bannya sesegera mungkin. Apakah tuan Parker sudah menghubungi mekanik atau meminta supir menjemput?" Tanya Earl berjongkok dan melihat kondisi ban itu.
Ada sebuah paku besar yang tertancap di ban itu. Segera Earl mencabutnya dan memberikannya pada Steve. Paku berurukuran tiga senti yang mengempeskan ban mobilnya. Steve menghela nafasnya lelah.
"Well... Aku meminta supir datang dan menghubungi penderek mobil agar mobilku tidak menghangi jalan." Jawab Steve menatap paku itu sejenak sebelum mengantonginya. Takut pengendara lain mengalami hal serupa dengannya jika ia membuang paku itu begitu saja.
"Baik, saya akan menuggu sampai supir datang." Kata Earl menepuk-nepuk kedua tangannya dari pasir yang menempel. Steve langsung berpikir kritis.
"Terlalu lama. Aku sudah cukup lelah lembur demi bisa menemani Jimmy untuk weekend di taman bermain besok. Lebih baik kau yang mengantarku pulang saja." Steve langsung menatap Earl. Earl pun mengangguk saja jika situasinya seperti ini. Mereka berdua pun memasuki mobil merah Earl dan meninggalkan mobil Steve disana.
Earl tidak pernah membawa penumpang pria asing sebelumnya. Walaupun Steve bukanlah orang asing karena statusnya. Tetapi bagi Earl pribadi ia adalah orang asing. Earl dengan kecepatan standar membawa mobilnya menuju Mansion Parker. Sedangkan Steve disana menyandarkan kepalanya dan menatap jalanan dengan sedikit mengantuk.
"Haruskah saya menyetel musik agar Tuan tidak bosan?" Steve tersentak sedikit dan melirik ke arah Earl.
"Tidak, tidak perlu. Aku hanya rindu ketenangan seperti ini." Earl mengerti dan menutup mulutnya rapat-rapat.
Diam-diam Steve mengamati Earl dari pantulan kaca. Ia melihat betapa seksinya Earl ketika memakai pakaian seperti itu. Steve sebagai lelaki normal tentu saja tergoda dengan penampilan Earl yang mendominan.
Ia seperti gadis tomboy namun disisi lain ia juga sangat seksi dari gerak gerik tubuhnya. Steve bahkan bisa mencium aroma perfume Earl yang berterbangan di dalam mobil itu. Ia pun menggelengkan kepala untuk menyadarkan dirinya.
"Wajahmu seperti wajah yang nyaris tidak pernah terpapar make up. Tapi ketika kau memakainya, kau langsung terlihat berbeda. Seperti orang baru." Steve tiba-tiba mengomentari penampilan Earl. Earl pun tersenyum kecil membuat Steve lagi-lagi terpaku.
"Saya sudah mendengarnya ratusan kali, tuan. Di club mereka mengolok-olokku gadis tangan besi bisa berdandan seperti perempuan." Ujar Earl mengingatnya jengkel sekali. Steve menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lucu. Earl menyentakkan kepalanya sekali ke arah kanan "Tidak apa-apa jika Tuan ingin tertawa. Saya bukan tipe pembawa perasaan." Ujarnya setenang mungkin.
Steve mengerutkan alisnya sedikit lantaran telinganya terus terusan mendengar kata 'Tuan' dari mulut Earl.
"Panggil Steve saja. Orang-orang di kantor memanggilku dengan namaku, bukan Tuan." Steve sudah merasa iritasi dipanggil seperti itu. Earl terdiam sejenak sebelum mengangguk ragu.
Setelah perjalanan panjang, mereka berdua telah sampai di dalam mansion Steve beberapa detik yang lalu, dan Earl disana masih menunggu Steve untuk turun dari mobilnya.
Earl bahkan sempat berpikir untuk turun dan membukakan pintu. Tapi rasanya aneh saja seorang wanita membukakan pintu untuk pria. Alhasil, Earl mengurungkan niatnya yang berlebihan itu.
"Steve... sudah sampai." Earl memanggil Steve dengan nada keragu-raguan sampai membuat Steve tertawa. Earl yang memanggil dengan kata 'Tuan' dan 'Steve' sama-sama terdengar aneh.
"Baiklah, terima kasih sudah mengantarku. Aku bisa membawamu bertemu dengan Jimmy jika kau mau."
Earl langsung menoleh dan langsung menatap Steve dengan antusias. Tapi ia menunduk dan melihat dandanannya saat ini hingga Earl langsung tersenyum masam. Tidak mungkin ia menemui Jimmy dengan pakaian yang kurang sopan seperti ini
"Mungkin lain kali saja." Ucap Earl langsung saja lesu tidak bersemangat. Steve pun kembali tertawa dan turun dari mobil.
"Hey Earl. Besok datanglah kemari, aku ingin mengajakmu ke taman bermain bersama Jimmy. Dia akan sangat senang jika kau ikut." Steve menyandarkan tangannya di jendela mobil dan menatap Earl dengan tatapan penuh minat. Earl menundukkan kepala pada Steve dan memasang raut wajah kecewanya.
"Maaf S-Steve. Tetapi besok saya...."
"Apakah pekerjaan? Besok weekend." Steve tampak tidak puas dengan jawaban Earl. Tapi Earl juga harus menolak tawaran itu walaupun seharusnya ia libur kerja. Tapi Earl harus tetap melakukan penyelidikan.
"Besok saya harus menyelidiki beberapa kasus ke Distrik C." Ujar Earl tampak tidak enak menolak kebaikan Steve.
Ia tentu masih canggung dengan status Steve saat ini. Bagaimana mungkin sosok militer yang biasa bertugas menjaga menjadi bodyguard para keluarga Presiden, sekarang memanggil nama dan bertingkah akrab.
Sungguh Earl tidak kuasa akan hal itu. Steve pun mengangguk paham.
"Baiklah, mungkin lain kali. Hati-hatilah berkendara Earl."
Steve melambaikan tangan pada Earl dan dibalas dengan tundukan kepala dari Earl. Ia kemudian pergi dari Mansion itu dan meninggalkan Steve yang masih belum masuk ke dalam mansionnya.
"Tuhan, tidakkah kau menyuruh cupidmu untuk menembakkan panahnya pada wanita lain saja... ia jelas terlalu sulit untuk aku raih...."gumam Steve berbicara dan heran dengan dirinya sendiri.
-Distrik B-
Earl baru tiba di rumah tercinta pukul tiga dini hari. Ketika seharusnya beberapa waktu yang lalu Earl bersenang-senang tetapi malah dibuat kesal oleh rekan timnya. Lalu menjadi supir Steve dan mengantarnya pulang. Tubuhnya lelah okay?
Tapi setidaknya ia merasa sedikit dalam kondisi mood yang stabil karena ajakan pak bos Ricard. Pagi-pagi nanti Earl harus memantau lokasi di Distrik C pada hari libur. Yaah, sudah biasa bagi Earl. Ia hanya seorang yang terlalu royal dan maniak kerja.
Baru saja tangan Earl akan memasukkan kunci, penciuman Earl kembali terfokus. Di jarak ini ia mampu mencium aroma lain dari balik pintu rumahnya. Entah seperti wangi aroma khas tembakau, seperti seseorang baru saja merokok di depan pintunya dan pergi.
Namun Earl punya firasat ada yang menyelinap masuk ke dalam rumahnya.