Earl terdiam di tempatnya sejenak untuk mempersilahkan Rose mengambil langkah di depannya untuk masuk ke dalam mansion. Setelah tatapan sengit terarah padanya, Earl menggelengkan kepalanya saja dan ikut memasuki mansion dengan tenang.
Pantas saja Rose tidak disukai Jimmy. Earl bahkan bisa menebak jika Rose hanya menginginkan tittle keluarga terpandang dan hartanya dengan mendekati Jimmy. Dilihat dari perlakuannya saja Earl tahu bahwa wanita itu langsung membencinya lantaran bisa dengan mudah mengambil hati Jimmy.
'Haahh... Hentikan tatapanmu, aku tidak berniat menjadi ibu tiri Jimmy. Terima kasih.' Batin Earl menghela nafas sepelan mungkin agar ayah Jimmy tidak mendengarnya.
Setelah memasuki mansion, mereka menuju ruang tamu yang tempatnya luas sekali. Beberapa sofa berjajar dengan konsep bergaya Eropa yang mewah. Perapian di tengah ruangan tampak menyala walaupun ini belum masuk musim dingin.
Ayah Jimmy kemudian mempersilahkan Earl untuk duduk dan menyuruh beberapa pelayan untuk menyiapkan minuman dan kudapan ringan untuktamunya.
"Aku berterima kasih kau telah menyelamatkan putra semata wayangku." Kata pria itu sopan sekali.
Jimmy duduk dengan antusias dan menatap Earl begitu bahagia. Earl tersenyum dan mengangguk kecil.
"Sama-sama, saya hanya tidak sengaja bertemu dengan Ro-maksud saya Jimmy." Earl hampir kelepasan. Pria itu mengangguk juga.
"Aku dengar dari putraku yang cerewet ini, kau seorang perwira militer?" Tanya pria itu dengan raut wajah biasa, namun matanya begitu selidik dengan Earl.
Rose yang merasa diabaikan lantas menyilangkan kakinya dan menatap Earl seolah dia tuan rumah yang luar biasa. Demi apa pun, Earl bersumpah melihat itu ingin sekali mencolok matanya saja karena ngeri dengan perilaku Rose.
"Benarkah? Aku baru tahu itu." Sahut Rose pura-pura terkejut untuk mencuri perhatian dari ayah Jimmy. Earl yang ditatap menusuk oleh Rose tetap mempertahankan martabatnya dan tersenyum padanya.
"Ya, saya perwira militer. Dan saya hanya seorang staf pengajar di sana." Earl jujur apa adanya. Tapi sayangnya tatapan dari ayah Jimmy semakin tidak mengenakkan.
Ia sebenarnya tidak nyaman berlama-lama dalam kondisi ia di wawancarai seperti selebriti saat ini. Earl sudah biasa menghadiri acara resmi yang jauh lebih tegang, tetapi tidak akan nyaman dengan wawancara dengan pria beranak satu ini.
Mata pria itu dengan tajam menatap Earl. Penuh kehati-hatian ketika berbicara. Sedangkan Jimmy yang masih polos di sana duduk manis dan memperhatikan Earl dengan semangat. Earl sangat tidak berkutik karena Jimmy pun tidak bisa menolongnya dari situasi yang sebenarnya mencekam sekali.
"Aku pikir perwira sudah cukup tinggi. Berapa Grade mu?" Ayah Jimmy kembali bertanya. Earl menjilat bibirnya yang kering dan memilih untuk menatap dasi ayah Jimmy. Tidak sopan jika menatap matanya langsung walaupun tatapannya itu tajam sekali.
"W-1?" Earl menjawab dengan nada biasa. Pria itu menaikkan alisnya ketika mendengar begitu tingginya jabatan Earl. Tapi di sana ia hanya dijadikan staf pengajar.
"W-1?" Rose tidak menahan mulutnya untuk bergumam. Jelas saja dia tidak tahu Grade W-1 karena ia masih awam dengan pangkat-pangkat militer.
Ayah Jimmy menyentuh dagunya sebelum ia mengganti ekspresi wajahnya menjadi tenang.
"Maaf sebelumnya, aku lupa memperkenalkan diri. Aku Steve Parker, dan ini putraku Jimmy Parker." Earl mengangguk sekali.
"Saya tahu, saya pernah melihat anda di hari ulang tahun presiden tiga tahun yang lalu. Tetapi tidak dengan Jimmy." Steve terkejut mendengarnya. Tiga tahun yang lalu itu cukup lama sekali.
"Tiga tahun yang lalu? Kau pengamat yang handal." Steve memuji Earl.
Earl tersenyum canggung sambil menundukkan pandangannya agar ia bisa menjaga sikapnya di depan keluarga presiden. Rose pun terkejut mendengarnya. Sosok wanita ini benar-benar tidak bisa ditembus.
"Saya bertugas membantu pengawalan presiden di shif malam waktu itu. Jadi secara otomatis saya akan mengingat setiap wajah keluarga presiden agar saya tidak salah bertingkah di hadapan beliau." Ujar Earl menjelaskan sedikit kenapa ia bisa mengenal Steve.
Steve mengangguk beberapa kali sambil mengamati Earl yang memang tidak pernah sekali pun ia melihat wajahnya di acara itu. Itulah mengapa sedaritadi mereka berbicara sangat formal.
Awalnya Steve sudah curiga dengan sikap formal Earl ketika bertingkah kaku. Diluar dugaan wanita di hadapannya adalah kaki tangan presiden. Para pengawal yang diperbolehkan masuk ke dalam ballroom saat itu hanya pengawal khusus. Steve tidak mungkin menganggap remeh pengawal di hadapannya ini.
"Aku keponakan Presiden. Maria Parker adalah ibuku dan ayahku kakak tertua Presiden." Kali ini memperkenalkan diri dengan benar. Earl mengangguk mengerti.
Earl tidak terpecah fokusnya untuk berbicara dengan Steve ketika Rose sedaritadi menatapnya begitu dengki. Ia bahkan tidak segan memperlihatkan raut wajah yang tidak bersahabat. Terlebih lagi ketika Steve tidak menghiraukannya, bahkan tidak memperkenalkan dirinya kepada Earl. Rose memerah marah.
"Aku lihat kakak terlihat sangat sibuk dari bulan yang lalu. Bahkan raut wajahnya sangat tertekan akhir-akhir ini." Steve bertanya langsung membicarakan obrolan santai untuk menghilangkan sepenuhnya barikade pertahanannya terhadap Earl.
Tapi Earl di seberang meja sana sama sekali tidak menurunkan sedikit pun pundaknya dan tetap duduk tegak layaknya ia begitu menghormati Steve disana. Rose tidak henti-hentinya menatap Steve sambil mengangkat gelas minumannya.
"Aku juga merasa Presiden mungkin sedang sakit dan memaksakan dirinya untuk bekerja. Aku jadi khawatir terhadap Presiden." Rose menjawab dengan prihatin yang dibuat-buat.
Earl tersenyum simpul menanggapi mereka berdua. Jujur saja ia jadi terjebak diantara dua kubu yang salah satunya tidak bisa ia lawan. Termasuk Rose yang bahkan membencinya dengan terang-terangan. Sedangkan Steve, ia tidak mungkin mencoba akrab dengannya karena dia keluarga Presiden. Sungguh dilema.
"Negara dilanda krisis kriminal. Sehingga wajar beliau sedikit tidak sehat kesehatannya." Jawab Earl sangat sopan. Steve tampak menyayangkan krisis itu.
Mereka lalu terus membicarakan mengenai militer dan terakhir membahas Jimmy yang telah ia selamatkan. Steve sangat terkesan dengan Earl. Ia sosok wanita muda yang begitu pintar dan sopan.
Bahkan ia dengan mudahnya bisa sangat akrab dengan Jimmy yang selama ia hidup, tidak pernah ia melihat Jimmy dekat dengan siapapun selain dirinya. Terlebih ketika ia harus lahir tanpa kasih sayang dari seorang ibu.
Liliana Parker telah lama meninggal dunia ketika melahirkan Jimmy. Ia tidak bisa bertahan ketika mengandung Jimmy dalam keadaan hamil besar dan terpeleset di tangga. Beruntung Jimmy masih bisa diselamatkan, tetapi nasib berkata lain ketika Steve harus kehilangan istri tercintanya.
"Sebagai ucapan terima kasih, mari kita makan malam bersama. Aku tahu ini tidak akan cukup untuk membalas kebaikanmu." Ujar Steve ingin sekali membalas kebaikan Earl.
Karena biar bagaimana pun, putrnya itu harta satu-satunya yang ia miliki. Satu-satunya peninggalan Liliana, istrinya yang paling ia sayangi.
Steve langsung menyuruh para pelayan untuk menyiapkan makan malam. Dan kebetulan Earl sangat lapar mengingat ia hendak belanja bahan makanan di Mall yang Earl tidak kira malah berakhir di rumah keponakan presiden.
"Terima kasih atas undangannya." Ucap Earl tulus. Tulus karena ia kelaparan.
Rose disana tetap duduk terdiam hingga mereka semua meninggalkan ruang tamu dan Rose seorang diri di sana. Steve sama sekali tidak memandangnya. Benar-benar awal dari kehancurannya. Rose pun bergegas menuju ruang makan mengikuti mereka dan langsung mendudukkan diri di samping kanan Steve.
Seperti memperlihatkan pada Earl bahwa ia Nyonya di rumah itu. Inilah sikap orang bangsawan jaman dulu, yang duduk di samping kanan adalah sosok Nyonya besar sedangkan di sebelah kiri adalah Nyonya kecil istri-istri kedua ketiga dan seterusnya.
Earl tahu batasan-batasan dan merasa sangat terhormat sekali bisa duduk satu meja dengan keluarga presiden. Saat mereka memulai makan malam, Earl sangat santun dan beretika ketika makan.
Jimmy yang sengaja duduk di sebelahnya pun tidak lepas dari pandangan Earl untuk menasehati bocah itu untuk makan sayuran. Sangat perhatian. Bahkan dengan waktu singkat, Jimmy sangat lengket pada Earl. Membuat Rose semakin terbakar amarah. Ia sudah berusaha membujuk Jimmy untuk makan sayuran tetapi bocah itu tidak pernah mau mendengarkannya.
Makan malam pun selesai. Earl berterima kasih pada Steve atas makan malamnya dan pergi meninggalkan Mansion keluarga Parker dengan perut kenyang dan kehormatan tinggi.
Steve bersama Jimmy dan Rose masih diluar mansion saat ketika mobil yang Earl kendarai sudah menjauh. Para pelayan yang ada disana kembali menundukkan kepala mempersilahkan Steve untuk kembali masuk ke dalam mansion.
Tetapi Steve tidak segera memasuki mansionnya dan langsung menghujami Rose dengan tatapan bengisnya. Rose tercekat liurnya sendiri dengan kedua tangan yang gemetar takut. Ia harus menghadapi kenyataan bahwa Steve langsung menuntut penjelasan darinya.
Steve hanya menjaga sikapnya di hadapan tamunya terlebih di hadapan penyelamat putranya. Ekspresinya berubah murka dengan tatapan yang terarah pada Rose.
"Steve, aku benar-benar tidak menyangka akan jadi seperti ini. Aku sudah menyuruh pengawal untuk menjaga Jimmy. Tetapi dia tiba-tiba dibawa lari oleh wanita itu dan dikejar banyak pria aneh. Aku berusaha menghentikannya dan-"
"Jimmy, istirahatlah. Kau pasti lelah kan?" Steve memberikan Jimmy yang mengantuk pada baby sitter dan membawanya masuk ke dalam Mansion.
Rose menahan nafasnya dan berdiri dengan lutut yang mulai lemas lantaran para pelayan masuk ke dalam dan meninggalkan mereka berdua di depan mansion. Rose berharap salah satu dari mereka bisa membantunya dari amukan Steve.
Sayangnya itu hanya angan-angan Rose saja. Steve yang berdiri di hadapannya itu dengan cepat melayangkan tangannya.
PLAAKK!
"Kau membuat Jimmy dalam bahaya. Mencela setiap obrolanku dengan tamuku dan bertindak tidak sopan di meja makan dengan duduk di sampingku."
Steve ingin sekali meludahi wanita di hadapannya ini. Mengingat itu tidak pantas dilakukan oleh seseorang yang terhormat sepertinya, Steve menahan diri sejak tadi. Ia berpikir bahwa wanita itu akan merenungi perbuatannya, tapi nyatanya sikapnya makin lama makin kurang ajar dengannya.
"Kau seharusnya tahu diri. Kau hampir membunuh anakku dan seperti itu sikapmu? Perempuan tidak tahu diri. Kau taruh mana sopan santunmu?" Steve melotot tajam.
Rose terdiam dan berlinang air mata memegangi pipinya. Sangat sakit rasanya dan di sana ia mendapatkan kemarahan Steve.