Chereads / Fell in LOVE with a CRIMINAL / Chapter 30 - Bab 30. Tidak Melalaikan Tugas

Chapter 30 - Bab 30. Tidak Melalaikan Tugas

"Ma-maafkan aku Steve! Aku tidak tahu jika akan berakhir seperti itu." Rose langsung memohon ampun pada Steve.

Ia berlutut dengan tangan yang berusaha meraih kaki Steve. Tapi Steve sendiri menghindar, seakan-akan ia tidak ingin disentuh sedikit pun olehnya. Dengan mata mendelik marah, Steve masih menatap Rose tanpa ampun.

"Siapa yang menyuruhmu membawa Jimmy keluar rumah? Membawanya ke Mall? Dimana kau taruh otakmu itu? Kau pikir keluarga Presiden orang-orang bebas sepertimu?" Steve tidak tahan sekali ingin meludahi kepala Rose. Mengingat perilaku itu tidak pantas bagi seorang yang terhormat sepertinya, Steve menahannya.

"Kau benar-benar lupa dimana kau menginjakkan kaki rupanya. Hanya karena kau punya ibuku yang membelamu, membuatmu mengaturku dan Jimmy begitu saja? Kau hanya orang asing bagiku. Apakah kau tidak sadar juga dengan perilaku Jimmy padamu selama ini? Kami berdua bahkan muak dengan sikapmu yang membuat iritasi mata. Jika bukan karena ibuku, aku tidak sudi makan satu meja dengan wanita penjilat sepertimu."

Steve mengakhiri perkataannya dan meninggalkan Rose begitu saja di depan pintu rumahnya. Tidak mempersilahkan wanita itu masuk atau mengantarnya pulang. Membiarkannya terlantar dan berharap wanita itu sadar bahwa Steve sudah terlalu muak dengannya.

Rose tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu jika Steve tidak menghubungi ibunya karena tahu ibunya mempunyai jantung yang lemah. Dan sekarang ia tidak punya pilihan lain selain menerima perlakuan kasar Steve padanya.

Karena biar bagaimanapun, Steve sangat menyayangi putranya dan dirinya hampir mencelakai Jimmy. Beruntung ada Earl yang menyelamatkan Jimmy dari para penculik itu. Tetapi di satu sisi Rose sangat membenci Earl karena bagi sesama wanita, Earl adalah batu sandungan bagi hubungannya dengan Steve.

-Ruang kelas Earl-

Pagi ini, Earl kembali pada rutinitasnya menjadi guru pengajar di kelas junior. Tetapi, di tengah-tengah proses mengajar, seorang pengawas datang dan menginterupsi Earl yang sedang mengajar.

"Earl, Bapak Presiden datang ingin bertemu denganmu." Pengawas berbisik dengan ekspresi wajah yang begitu tegang. 

Earl pun langsung berwajah serius. Murid-muridnya bahkan saling menatap dan lumayan penasaran juga. Seketika Earl langsung bergegas meninggalkan kelas dan digantikan oleh pengawas tadi.

Dengan langkah terburu-buru Earl melewati lorong dan tidak sempat menyapa pada seniornya. Mengingat Presiden langsung yang datang ke kantor adalah hal yang membuat Earl berkeringat dingin.

Sepertinya ini menyangkut tindakannya yang tidak segera mengambil keputusan untuk bergabung di dalam tim lagi. Earl menggigit bibirnya gugup. Demi apa pun juga, ia tidak berharap Presiden akan mencopot jabatannya dan seketika ia akan menjadi pengangguran lagi.

Setelah berjalan cepat menuju ruang meeting, ia melihat punggung Ricard yang ternyata berjalan bolak-balik di depan pintu ruang rapat. Ketika ia melihat Earl mendekat, wajahnya bertambah pucat.

"Earl!" Ricard berteriak memanggil Earl sambil menunjuk pintu besar di belakangnya dengan jempol tangan.

Seketika Earl berlari menuju ruangan itu. Ia berhenti sejenak untuk sedikit merapikan seragam dan mengatur nafasnya sebelum memasuki ruangan. Sampai tanpa sadar Earl menahan nafasnya saat memasuki ruangan dan melihat Pak Presiden disana.

"Earl? Duduklah."

Suara yang membuat bulu roma berdiri seketika. Disana Pak Presiden duduk dengan wajah biasa. Matanya tampak mengamati Earl yang duduk di sebelah Ricard kemudian mengangguk sambil menautkan jari-jarinya di atas meja.

"Aku kemari untuk mendengar alasanmu yang tidak segera bertindak atas perintahku. Apakah kau ada pembelaan?" Tanyanya biasa. Tapi berimbas luar biasa untuk Earl. 

Ricard yang duduk di sampingnya juga ikut mengeluarkan keringat dingin karena alasan itu pasti akan ditanyakan juga padanya. Earl menelan ludahnya dan kemudian menatap General Abey yang duduk di seberangnya. Ia menatapnya tak berdaya. Earl menggelengkan kepalanya pasrah di dalam hati.

"Saya tetap mengerjakan tugas saya diluar tim, Pak Presiden. Karena kondisi tim saat ini tidak kondusif untuk saya bergabung dalam tim." Earl menjawab dengan jujur, tetapi masih ketakutan ketika Presiden menatapnya selidik.

Tekanan yang begitu kuat membuat Earl gelisah di tempat duduknya. Pak Presiden lalu melirik Ricard sebelum ia meraih kertas yang sudah tersusun di hadapannya. 

"Panggil tim penyidik." Presiden langsung memberi perintah.

Dengan segera Ricard keluar ruangan untuk memanggil anak buahnya. Sambil berharap Earl akan baik-baik saja disana seorang diri. Setelah beberapa menit kemudian, ia kembali dengan diikuti beberapa orang tim penyidik.

Disana Earl sudah tidak terkejut saat melihat Michele dengan wajah tebalnya masih menetap di dalam tim. Dari semua orang di dalam ruang rapat, Presiden langsung gagal paham dengan kehadiran satu orang berseragam angkatan laut di ruangan itu. 

Bahkan Sekretaris Pak Presiden menatap orang itu sambil menaikkan kacamatanya yang melorot. Memperhatikan kejanggalan dari kedatangan anggota lain yang tidak dikenalnya. Presiden menatap Michele begitu aneh.

"Mengapa ada angkatan laut di tim ini?" Presiden langsung dengan tajam melirik General Abey.

Ia disana tertunduk tidak berani menatap Presiden. Sedangkan Michele dengan bodohnya duduk disana dan tertawa dalam hati ketika melihat Earl dengan wajah gugupnya. Michele tahu ini pasti sidang karena tindakan sombong Earl yang menghancurkan harga dirinya kemarin.

Ia mengira ayahnya pasti sudah berbicara dengan Presiden dan meminta agar Earl segera dilengserkan dari tim. Michele dengan sengaja ikut hadir di meja itu untuk melihat wajah tersiksa Earl, tanpa tahu bahwa sebenarnya ia sangat tidak sopan berada dalam diskusi khusus perwira pribadinya. 

Tapi tampaknya keheningan di ruangan itu tidak membuat Michele sadar bahwa saat ini Presiden tengah menatapnya sengit. Arah pandang Michele yang menatap Earl dengan tatapan meremehkan juga tidak luput dari pengamatan Presiden Parker.

"Apakah General Abey bisa menjelaskan?" Suara pak Presiden menjadi dingin seketika. Earl dan semua orang di ruangan itu termasuk Michele yang mendadak tersadar dan ikut tegang. Terlebih General Abey sendiri.

Ia mengutuk Michele dalam hati ketika perempuan bodoh yang dimaksud tidak menyahut dan malah menatap Earl dengan sombong. Tidak mengerti situasi. Presiden yang tidak menerima jawaban dari General Abey pun menoleh pada sekretarisnya.

"Sekretaris, turunkan pangkat General Abey ke perwira biasa." Putusnya langsung dan mutlak.

General Abey tidak bisa berkata apa-apa dengan tatapan tidak percaya bahwa ia turun jabatan begitu saja. Ia terlalu kaget hingga tidak berdaya mengangkat kepalanya untuk menatap Presiden memohon pengampunan.

Earl yang melihat kejadian itu pun menelan ludahnya. Demi tuhan, pangkat General saja bisa semudah itu turunkan, apalagi dirinya yang seorang perwira. Mungkin Presiden akan mencopot pangkatnya dengan sekejap mata dan ia sukses menjadi pengangguran.

Tatapan Presiden kini tertuju pada tim penyidik dan menatapnya satu persatu. Tapi tatapannya itu berakhir pada wanita AL yang tidak ia kenal. Pikirannya bertanya-tanya, kenapa ia masih disana? Pikir Presiden menggelengkan kepalanya.

Ricard yang paham akan kondisinya pun langsung memberikan kode pada Michele untuk keluar ruangan. Tapi Michele tampak enggan dan dengan sombongnya ia menatap pamannya.

"Hah? Aku? Memangnya kau siapa?" Michele berbisik yang dimana bisikan itu masih terdengar sampai ke telinga Presiden.

Presiden berdehem dan memilih untuk mengurusnya nanti. Ada hal yang jauh lebih penting yang harus ia ketahui di rapat kali ini. Ia pun mengangkat dan membaca lembaran kertas yang dipegangnya.

"Jelaskan hasil kinerja tim penyidik. Aku datang untuk mendengarkan alasan kelalaian kalian. Sesuai prosedur, jika alasan tidak membuatku memaklumi, aku akan mencopot semua jabatan kalian." Ucap Presiden sekaligus mengancam.

Mereka semua duduk dengan gelisah di kursi masing-masing. Terutama Finni, disana ia selaku tim laporan yang bertanggung jawab untuk melaporkan hasil kerja tim berkeringat dingin. Ia berdiri dengan lutut yang lemas sekali.

Tom dan Duke saja sampai prihatin melihatnya. Tapi mereka jauh mengkhawatirkan diri mereka sendiri karena mereka juga tidak bisa menjelaskan lebih rinci mengenai kelalaian mereka yang disebabkan oleh Michele.

"Saya telah memperbarui laporan untuk kegiatan setiap divisi. Saya menemukan kecacatan di laporan tim lapangan atas kasus transaksi ganja yang dilakukan Arthur. Tim lapangan telah dinilai gagal dalam menjalankan tugas. Saya melaporkan bahwa divisi informasi telah memberikan data yang akurat dan beberapa data pendukung untuk menyokong tim lapangan. Tom, Duke, silahkan jelaskan laporan kalian."

Finni kembali duduk dan menyisakan Michele yang langsung berkeringat dingin. Kepada siapa ia meminta pembelaan lagi. Tom berdiri dan mulai membacakan laporannya. Sedikit mengelap keringat di dahinya, ia menatap Pak Presiden dengan teguh.

"Saya telah mencari informasi isu transaksi dan bahkan langsung datang ke lokasi untuk mendapatkan informasi dua hari sebelum terjadinya transaksi. Saya bekerjasama dengan Duke meretas beberapa informasi mengenai Dante yang berhubungan langsung dengan Arthur. Dan disokong oleh Earl yang membiarkan dirinya berkeliaran di sekitar lokasi untuk memancing Arthur sampai kami menemukan perkiraan waktu transaksi yang akan berlangsung." Tom melirik ke arah Earl dan kemudian bergantian untuk menatap Michele. ingin tahu seperti apa ekspresinya mendengar laporannya kali ini.

"Saya telah mencetak secara rinci informasi ini dan memberikannya pada tim lapangan. Kami terus mengawasi hingga proses transaksi telah sukses dan kemudian saya tidak mampu berbuat lebih jauh selain ini." Tom menggelengkan kepalanya. Biar bagaimana pun tugasnya hanya mencari informasi. 

Duke pun langsung memberikan cetakan informasi pada sekretaris presiden dan sang sekretaris memberikannya pada Pak Presiden. Presiden Parker pun mengangguk dan cukup puas dengan rincian tersebut. Ia kemudian menatap Earl masih dengan ekspresi serius.

"Lalu bagaimana dengan hasil tim rahasia, Earl?" Presiden Parker kembali bertanya pada Earl. Keringat dingin berjatuhan di pelipis Earl ketika ia berdiri. Menyisakan Michele dengan ekspresi pucat pasi menunggu gilirannya dipanggil oleh Presiden.

"Seperti yang telah dijelaskan oleh Tom, saya berkeliaran di lokasi dan menemukan disana banyak sekali yang mengawasi hingga saya tidak punya banyak pilihan selain berkeliling. Dan mengingat kondisi itu, saya beralih mencari titik buta para mata-mata disana dan menemukan beberapa lokasi prediksi. Dan saya sudah memberikan titik lokasi itu pada Tom di halaman tiga point A." Presiden langsung melingkari poin yang Earl maksud "Dan saya mengamati di lokasi saat transaksi berlangsung. Tetapi dalam kondisi terjepit karena tidak bisa berbuat banyak ketika saya menyamar menjadi anak buah Dante karena anak buah Arthur mengenali wajah saya." Earl selesai menjelaskan.

Ricard menatap Earl begitu kagum. Sedangkan disana Michele sudah seperti ingin pingsan saja karena ketakutan ketika mengetahui ternyata Earl masih menjalani tugasnya selagi Michele merayakan kemenangan tidak pentingnya.

Finni menatap Michele merendahkan. Melihat wajah terkejutannya saja sudah membuat Finni ingin tertawa keras. Earl tidak semudah itu menyerah hanya karena ia berkata keluar dari tim. Nyatanya, lima tahun di tim dan menjalankan misi lapangan jauh ia cintai ketimbang memperebutkan posisi.

Earl menundukkan kepalanya karena tidak berani lantaran ia termasuk gagal menjalankan tugasnya.

"Dan sebatas itu kemanpuan saya. Saya tidak menerima bantuan apapun dari tim lapangan saat saya menghubungi Tom dan Duke. Jadi saya hanya membiarkan transaksi berlangsung dan mengirimkan foto transaksi itu kepada Tom dan Duke sebagai hasil pergerakan saya."