Chereads / Sang Pemusnah / Chapter 4 - SATU - Dunia Di Balik Kaca Bg. 2

Chapter 4 - SATU - Dunia Di Balik Kaca Bg. 2

Beteng Victoria membetang panjang di perbatasan Negara Heheya. Mengelilingi Heheya yang luas. Dipimpin oleh Ratu Victoria yang beristana di Victoria City, Central Heheya.

Membicarakan tentang benteng suci, Fu kembali teringat dengan lambang yang ada pada katana di tangannya.

"Dewi Lotus …," Fu menggumam. "Ini lambang Dewi Lotus!"

Dewi Lotus adalah Dewi yang melindungi seluruh benteng suci yang tersebar di wilayah Kekaisaran Lotus—Empire of the Great Lotus.

Dahulu kala, mungkin beratus tahun yang lalu terjadi perang besar antara Iblis dan para Dewa. Perang besar itu sampai-sampai mengusik kedamaian di Bumi sehingga melibatkan seluruh kerajaan dari berbagai ras ke dalam perang besar yang berkepanjangan.

Perang besar yang bekepanjangan membuat semua kerajaan di bumi bersatu padu membentuk aliansi besar di bawah kepemimpinan Kaisar Lotus—Kaisar Lotus sendiri terlahir dari air mata Dewi Lotus. Aliansi itu bernama "Great Alliance of Lotus Empire" sekaligus seluruh kerajaan di Bumi bersumpah setia terhadap Kekaisaran Besar Lotus dan menyerahkan wilayah mereka di bawah Kekaisaran.

Akibat kekuatan iblis yang terlalu kuat, pasukan aliansi kehilangan banyak pasukan mereka. Walaupun pasukan para Dewa dikenal abadi, mereka berhasil dibuat kewalawan oleh pasukan iblis—Surga yang menjadi sumber kekuatan para Dewa berhasil dicemari oleh para Iblis—membuat langit selalu diselimuti oleh awan hitam, tetapi pada wilayah Kekaisaran Lotus langit tetap normal seperti biasa.

Karena kehilangan banyak pasukan, pasukan aliansi terpaksa bertahan di dalam benteng-benteng suci untuk membangun dan melatih pasukan lebih banyak lagi.

"Ini memang di dalam game." ucap Fu.

Ini memang di dalam game, tapi aku tidak yakin ini memang di dalam game, pikir Fu. Bagaimana tidak, beberapa bukti telah mengatakan : adanya sidik jari yang seharusnya tidak ada di dalam game, sebuah tamparan yang menyakitkan, adanya detak nadi, adanya nafas, adanya bau dan sebagainya.

"Tehnologi virtual reality tidak mungkin bisa membuat sesuatu yang hidup dan bernyawa," ucap Fu. "Kalau memang ini di dalam game …."

Fu membuktikannya dengan mengeser jari tepat di hadapannya dan yang terjadi …. "Damn, yang benar saja," Fu yakin layar trasparan yang muncul di hadapannya adalah tampilan menu dalam game—tampilan menu seperti pada layar smartphone. "Bagaimana bisa mereka mengabungkan game dengan kenyataan? Update terbaru kah? Tidak-tidak, ini terlalu nyata, atau …. ini dunia nyata dari The Exorcist dan menu ini hanya bagian dari sihir."

Jika ini adalah sebuah dunia nyata dari The Exorcist, lalu apa yang terjadi dengan gamenya? Fu harus berpikir dengan keras demi mencari jawaban tentang kebenarannya itu.

Fu juga butuh banyak alasan dan juga dipenuhi banyak pertanyaan. apa yang terjadi, tentang keberadaannya, kenapa dia bisa berada di dunia mirip game yang selalu dia mainkan?

Tidak ada yang bisa menjawabnya kecuali orang yang membuat game itu sendiri, tetapi dia tidak bisa menuntut jawaban dari semua pertanyaannya. Sekarang yang bisa dia lakukan adalah mencari jawabannya sendiri.

"Satu lagi yang harus aku pastikan," Fu menggeser turun menu game sampai ke paling bawah. "Icon Log Out tidak ada!".

Tidak adanya tombol log out membuat Fu berpikir, tampilan menu ini mungkin saja bagian dari sihir. "Hmm, bisa jadi bentuk dari sihir modern." Fu mendehem.

Berhenti berpikir keras mencari jawaban yang sulit di temukan—bukan kebiasaan Fu untuk berpikir rumit terlalu lama—dia memutuskan mengalir seperti air dan jawaban pasti dia temukan seiring berjalannya waktu.

"Nikmati sajalah," ucap Fu simple. "Jarang-jarang bisa berwisata ke dunia lain dan lagi pula…." Fu menatap ke arah tangannya, "Aku diberi modal pedang aneh ini, dan sepertinya sangat kuat!"

Fu melangkah memasuki benteng dan sesuai dugaannya, sama seperti di dalam game. "Persis, tapi kesan gamenya sudah menghilang."

Kota tampak begitu hidup, kehidupan malamnya terlihat normal layaknya di kehidupan nyata, dan semuanya bukan lagi grafis yang indah.

"Aku semakin haus saja, sejak kapan aku terakhir kali ingin minum?" Fu mengingat-ingat, "Aku sama sekali belum minum atau makan dari pagi."