Rina masih bisa mengemudi dengan tenang karena sampai saat ini belum ada pihak perusahaan yang mencarinya. Itu berarti belum ada yang mencurigainya.
Tidak terlihat di perusahaan selama dua sampai empat hari itu sudah biasa untuk Rina dan itu menjadi sebuah keuntungkan baginya untuk melancarkan rencana melarikan diri.
Dengan hati-hati Rina mencari alamat yang tertera di atas sobekan kertas, berharap segera bertemu dengan rumah yang dia cari.
Mobil Rina melaju lambat di sekitaran pantai Kuta. Itu bukan karena kesulitan mencari alamat, melainkan pengunjung begitu ramai. Dengan bantuan GPS, Rina sampai rumah Fuga Yadu yang terletak di paling ujung sebuah gang.
Rina berada di depan gerbang rumah full-style-Bali dan berbeda dari yang lainnya, Rina segera menekan bel.
"Permisi, Salam!" ucap Rina lalu kembali menekan bel.
Salah satu penghuni kemudian membuka gerbang—gerbang rumah Fu memang terbilang megah : terbuat dari kayu, dengan gapura yang penuh dengan seni, dan seperti Puri sebuah Kerajaan.
"Salam, ada yang bisa saya bantu?" seorang maid datang membukakan gerbang, dia adalah Putu Ayu.
"Apa benar ini kediamannya Fuga Yadu?" tanya Rina dengan sopan.
Putu Ayu sepertinya langsung berhati-hati setelah melihat Rina adalah seorang ilmuan dari gaya pakaiannya. "Benar, ada apa ya?" cukup hati-hati karena tidak mempersilahkan tamu langsung masuk. "Ada sesuatu yang penting ingin saya bicarakan dengannya"
"Maaf, apakah Anda ini temannya?"
"Saya dari perusaahan game The Exorcist Online dan Fuga Yadu adalah pemain terbaik, saya sedang membutuhkan pertolongannya untuk membahas masalah pada game tersebut." cukup cerdas karena Rina langsung mengatakan apa maksud kedatangannya daripada terus dianggap orang asing yang dicurigai.
"Oh tunggu sebentar!" Ayu kemudian menutup gerbang dan kembali ke dalam rumah.
Rina menunggu sesuai permintaan dan tidak lama kemudian Ayu kembali membuka gerbang. "Silahkan masuk, Anda sudah ditunggu di ruang tamu."
"Baiklah terima kasih."
Entah mungkin atau Rina baru mengetahui ada sebuah rumah yang begitu sejuk di sebuah Kota besar yang padat penduduk. Terlihat dari wajahnya, dia begitu kagum saat melewati halaman rumah Fu.
"Silahkan masuk!" ucap Ayu.
"Terima kasih." ucap Rina sedikit canggung, dia merasa seakan-akan dia sedang berkunjung ke rumah anak tunggal seorang pejabat—sekarang kebenarannya memang seperti itu.
"Silahkan duduk!" ucap Trirana yang sedang duduk di hadapan Rina.
"Terima kasih." sahut Rina kemudian segera duduk—duduk berhadapan yang dibatasi oleh meja kaca.
"Sesuatu apa yang membuat Anda sampai mengunjungi rumah kami?" tanya Trirana.
"Maaf sebelumnya karena saya datang secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan lebih dulu. Tuan Fuga, ada sesuatu yang penting yang harus saya katakan pada Anda dan saya juga mengharapakan bantuan dari Anda." ucap Rina tanpa mengabaikan nilai-nilai kesopanan.
"Sebelumnya saya minta maaf, sebenarnya Fuga adalah kakakku."
"Maaf," Rina benar-benar tidak mengetahuinya "Saya benar-benar tidak tahu, soalnya wajah Anda sangat mirip."
"Kami ini kembar." sahut Trirana.
"Oh iya, lalu apa saya bisa bertemu dengan kakak Anda?"
"Maaf, kakak saya baru saja disemayamkan kemarin."
"Maaf, saya sangat menyesal dan turut berduka cita."
Rina benar-benar tidak tahu dan dia benar-benar sangat terkejut. Bagaimana ini, pikirnya. Sebuah harapan yang baru saja muncul harus lenyap begitu saja hanya dalam hitungan jam.
"Tapi Anda bisa mengatakannya pada saya dan sebisanya saya akan membantu." ucap Trirana.
Trirana memang tidak termasuk ke dalam lima besar pemain terkuat dalan database The Exorcist, tetapi yang pasti dia lebih kuat dari kakaknya.
"Terima kasih sebelumnya, saya akan mengatakan semua yang saya ketahui dan sekarang hanya Anda saja satu-satunya yang bisa saya mintai tolong. Sebelunya, saya mohon!" ucap Rina sambil mengatupkan tangan. Tidak ada pilihan lain lagi. Sekarang tidak ada lain lagi yang bisa dia cari, dan dia juga berharap "Queen" adalah adiknya Fu—Queen adalah petarung pringkat satu dalam adu kekuatan pemain lawan pemain.
Sikap Rina langsung membuat Trirana merasa sangat canggung, "Jangan begitu, katakan saja!"
"Hal yang mengerikan akan terjadi jika kita tidak segera mencegahnya, seperti yang baru saja terjadi kemarin. Bom di mal Kuta …,"
"Tunggu, yang baru Anda katakan … bom?" Trirana langsung terkejut dan menyondongkan tubuhnya ke depan, "Siapa mereka, siapa mereka yang telah membuat kakaku meninggal?"
Rina juga ikut terkejut setelah tahu apa yang membuat Fuga meningal, "Apa kakak Anda korban ledakan bom di mal …,"
"Benar." sanggah Trirana.
Rina langsung terdiam.
"Katakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Trirana, emosinya mulai mucul..
"Se-sebelumnya, Anda tenang dulu!" tahan Rina.
"Baiklah, tapi ceritakan yang sebenarnya!" ucap Trirana.
"Sebenarnya itu ada hubungannya dengan game The Exorcist online …," Rina menjelaskannya secara rinci semua yang dia ketahui : lambang iblis pada mesin VR, dalang konspirasi, rencana pembunuhan masal, kekuatan Iblis yang bisa memanipulasi otak manusia agar melakukan tindakan extreme, dan kenyataan tentang The Exorcist yang bukan sebuah game tapi sebuah dunia parallel.
Tentu saja semua itu membuat Trirana sangat terkejut dan membuat amarahnya benar-benar meledak. Dia terlalu terfokus pada informasi tentang bom yang menyebabkan kakaknya meninggal.
"Kurang ajar!" geram Trirana. Dia langsung menghancurkan meja kaca dengan hantamannya dan membuat tangannya terluka. Rina langsung berdebar dan sedikit mundur. Mendengar keributan itu, ayu langsung menuju ruang tamu kemudian memanggil ratna untuk merawat luka di tangan Trirana.
"Nona, saya mohon tenanglah!" ucap Ratna sambil, tapi Trirana menepis tangan Ratna yang ingin memeriksa di tangannya. Tentramen Trirana sama kerasnya seperti kakaknya.
Rina melihat jelas kemarahan itu dan dia mencoba untuk menenangkan Trirana. "Saya sangat mengerti dengan perasaan Anda, tapi jangan sampai dendam itu menghancurkan segalanya. Sekarang masa depan umat manusia sedang dipertaruhkan."
Tangan Trirana mengepal, dia benar-benar marah. Dia membisu di balik amarahnya itu.
"Aku percaya Anda pasti bisa melakukannya karena Anda adalah adik Fuga Yadu." perkatan Rina langsung membuat Trirana tersentak dan mengingat kembali masa lalunya.
Trirana masih mengingat perkataanya sendiri kalau dia akan menjadi seperti kakaknya. Kakak, haruskah aku balas dendam? batinnya.
Jika kau dijahili oleh temanmu, jangan pernah berpikir ingin membalasnya, kau itu adik kakak! Trirana mengingat kembali apa yang pernah dikatakan oleh kakaknya saat mereka masih kecil.
Trirana kembali membayangkan saat-saat kakaknya bertindak seperti seorang pahlawan. Tapi gunakan tinjumu untuk membela yang lemah seperti yang kakak lakukan dan ingat ini bukanlah balas dendam, ucap kakaknya saat membela Trirana dari tangan jahil beberapa temannya.
Trirana mengingat semua yang diajarkan oleh kakaknya. "Baiklah," ucapnya dan kembali duduk dengan tenang kemudian Ratna mulai mengobati luka di tangan Trirana.
"Benarkah?"
Trirana mengangguk, namun dia memastikan kalau dirinya akan tetap balas dendam. Nyawa harus ditukar dengan nyawa, itu prinsipnya sekarang.
Rina tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Trirana sekarang, yang dia lihat adalah keseriusan Trirana yang ingin terlibat dalam masalahnya.
"Tapi kita akan meningalakan kota ini. Sebelum mereka menyadari tindakan saya." ucap Rina.
"Kemana kita akan pergi?" tanya Trirana.
"Ke tempat Laboratoriun rahasia yang saya miliki. Di Ubud." ucap Rina.
"Baiklah, ini demi kakakku dan tempat tinggal kami," ucap Trirana. "Aku akan menyelesaikan apa yang kau minta." tatapan mata Trirana, begitu tajam, tidak ada yang akan bisa menghalanginya lagi.
"Sebelumnya ijinkan saya memperkenalkan diri," ucap Rina dan Trirana meberikan isyarat. "Saya Rina Willson, seorang ilmuan yang menangani bagian teknologi VR, tapi sekarang saya adalah mantan pekerja."
"Saya Trirana Yadu, pangil saja Trirana. Senang berjumpa dengan Anda, Prof."
"Dan saya juga. Saya berharap kelak bisa akrab." ucap Rina.