Chereads / Sang Pemusnah / Chapter 16 - TUJUH - Titisan Raja Arthur dan Para Kesatria Meja Bundar. bg.2

Chapter 16 - TUJUH - Titisan Raja Arthur dan Para Kesatria Meja Bundar. bg.2

Sebuah rumah yang menyerupai kastil—layaknya rumah persinggahan para raja—terawat dan sangat bersih.

"Rumah yang berbeda dari yang lainnya karena tidak berada di atas pohon?" tanya Trirana.

"Benar," sahut Helena. "Ini adalah istana kecil yang tidak mungkin dibangun di atas pohon dan lagi pula kontruksinya tidak mengunakan kayu."

"Kecil, ini bahkan lebih luas dari rumahku." ucap Trirana.

"Nona, apa rumah ini nanti bisa dibawa pulang?" tanya Ayu. "Sebagai oleh-oleh" imbuhnya.

"Jangan bergurau!" ucap Trirana.

"Iya, jangan bercanda Ayu!" imbuh Ratna.

Rina terus terdiam saja dari awal memasuki permungkiman. Dia tidak mengerti apapun semua hal yang ada di sekitarnya sekarang. Yang dia tahu adalah semua yang menyangkut tentang hukum sains.

Mereka semua masuk ke dalam kastil. Di dalamnya sangat mewah, sentuhan-sentuhan gaya kerajaan begitu kental, ini seperti kediaman kaisar itu sendiri.

"Jika ini hanya rumah persinggahan saja, aku penasaran bagaimana rumah Kaisar di istananya." ucap Ayu.

Trirana sepertinya tidak perduli dengan bagaimana indahnya kediaman itu. Dia langsung bertanya, "Dimana kamar yang akan menjadi tempat istirahatku dan … dimana kamar mandinya?"

"Oh, sebelah sini!" Helena mengantar semuanya. Rekan Trirana mengikuti kecuali Ayu yang berbelok setelah melihat ruang senjata. "Ini dia!" tunjuk Helena.

Mata Ratna membelalak, "Sebuah pemandian air panas!" serunya.

Kolam pemandian bergaya khas Yunani dengan dikelilingi pilar besar dan patung-padung Dewi yang menuangkan air dari sebuah kendi.

"Sepertinya akan sangat menyenangkan dan setidaknya ini tidak terlihat asing di mataku." ucap Rina.

"Kebetulan sekali, aku sudah sangat kotor." ucap Trirana.

"Kalau begitu aku akan menyiapakan handuk kalian." ucap Helena lalu segera meningalkan semuanya.

Trirana langsung membuka pakaiannya dan meletakannya sembarangan di lantai bertumpuk dengan pedangnya kemudian menuju kolam untuk segera berendam.

"Nona, tidak baik meletakan pakain seperti itu!" tegur Ratna.

"Biar saja Ratna, nanti kakak akan mem…." Trirana berhenti dan langsung membuang pandangannya ke arah lain.

Rina langsung memegang bahu Ratna, "Itu mengingatkannya tetang kematian kakaknya."

Ratna hanya bisa merunduk karena merasa bersalah telah membuat hati Trirana kembali suram.

"Biarkan dia dan ayo lekas berendam!" ucap Rina yang telah melepas semua pakaiannya.

"Baiklah." sahut Ratna.

Mereka berdua kemudian berendam dan berada sedikit jauh dari Trirana.

Trirana memangil Ratna karena tidak tega melihat dia bersedih, "Ratna," pangil Trirana dan Ratna langsung menoleh.

"Iya Nona," sahut Ratna sedikit murung.

"Tidak apa-apa, seharusnya aku berhenti bersedih atas kepergian kakak. Kakak pasti akan memukulku," ucapnya sambil tertawa kecil. "Kakak tidak akan suka melihatku seperti ini!" ucapnya lagi.

Trirana kemudian mendekat dan bergabung dengan yang lainnya. "Aku sudah berjanji akan selalu tegar dan aku juga sudah berjanji akan membantu Prof. Rina untuk melenyapkan raja iblis."

"Nona berjanji tidak akan sedih lagi, aku ingin melihat Nona yang seperti dulu!" ucap Ratna.

"Seperti dulu?" tanya Trirana.

"Nona tidak mengingatku? Dulu kita sering bermain bersama, kita sering bermain istana pasir di pantai. Lalu kakak Nona salu iseng memasukan kepiting ke dalam istana pasir kita."

"Kau Tri? Ratna Tri Utami?"

Ratna mengangguk

"Damn, kenapa baru bilang?"

"Karena sekarang Nona adalah Nonaku."

"Ah, kau ini!" ucap Trirana dan langsung memeluk Ratna. Sedangkan Rina terlihat tersenyum-senyum sendiri.

"Kau tau, aku merindukanmu!"

"Aku juga, Nona!"

Ayu tiba-tiba saja datang sambil membawa banyak senjata yang bertumpuk di tangannya. "Ternyata kalian di sini dan …. " Ayu terkejut melihat Ratna dan Trirana saling berpelukan hangat. "Nona, kenapa memeluk Ratna seperti itu?"

"Nona sudah membuat Ayu salah paham!" ucap Ratna.

Trirana melepas pelukannya kemudian memanggil Ayu, "Ayu ke sini, ayo mandi bersama!"

"Tidak Nona," bantah Ayu. "Sebenarnya aku ke sini untuk menunjukan senjata-senjata ini kepada Nona!"

"Ah, lain kali saja masalah senjata!" ucap Trirana lalu menghampiri Ayu. "Ayo ikut mandi!" serunya.

Trirana menurunkan semua senjata yang ada ditangan Ayu ke lantai. Pakaian Ayu dibuka paksa oleh Trirana lalu menariknya menuju kolam. "Ini menyenangkan, airnya hangat dan sepertinya mengisi stamina kita kembali!"

Ayu tidak bisa membantah, "Baiklah Nona, tapi lain kali Nona jangan kejam seperti ini. Merampas semua senjata yang aku bawa itu lebih parah dari menelanjangiku, Nona!"

"Baik-baik, Nona Senjata!" ucap Trirana.

"Jangan memanggilku seperti itu, Nona!"

"Bagaimana kalau aku mengambil kaca matamu?" ucap Trirana lalu menjauh.

"Jangan Nona aku tidak bisa melihat dengan jelas!"

Ayu berjalan pelan di dalam air mencari Trirana dengan meraba-raba. Tanpa kaca semua tampak buram di matanya. Tangan Ayu kemudian mendekap sesuatu—dada Ratna. "Apa ini lembut sekali?" Ayu menekan-nekannya.

Semuanya langsung terdiam melihat apa yang Ayu lakukan sedangkan Ratna sudah memerah bata. Parahnya dia malah pasrah saking polosnya.

Ayu malah semakin menekannya, "Sial, kenyal amat!"

"Aaaa… Ayu mesum!" umpat Ratna dan langsung menetips tangan Ayu yang nakal.

"Sudah, ini aku kembalikan kacamu!" ucap Trirana dan segera menjauh dari Ayu sambil menutup dada.

Rina juga sedikit mundur begitu juga Ratna.

Ayu langsung merunduk sambil merintih, "Sebenarnya aku lebih suka dengan senjata, tapi aku juga selalu penasaran dengan dadanya Ratna." ucapannya malah membuat Ratna merinding.

Tapi setelah Ayu merapikan posisi kaca matanya, dia menjadi lebih serius. "Ngomong-ngomong, Nona!" ucap Ayu.

Trirana memejamkan matanya sambil menyandarkan dirinya di batas kolam.

"Kenapa kita langsung serak saat mengatakan nama asli kita?" tanya Ayu.

"Aku juga memikirkannya," ucap Ratna lalu mendekat.

"Kau tau sesuatu, Trirana?"

"Aku sudah memikirkannya sejak tadi," ucap Trirana. "Aku pikir, sepertinya kita memang harus merahasiakan identitas kita yang sebenarnya. Di sini bukan dunia kita, dan aku merasa kita sengaja memang dipilih. Entah siapa yang memilih kita. Dan demi keamanan kita, mungkin, itu sebabnya ada sesuatu yang sengaja tidak membiarkan kita mengungkap siapa kita sebenarnya." ujarnya.

"Masuk akal juga." ucap Ayu.

"Jadi mulai sekarang, kita akan mengunakan nama kita yang baru. Dan seoalah-olah kita memang berasal dan tinggal di dunia ini. Aku biarlah dikenal sebagai Night. Ayu sebagai Erester. Ratna sebagai Sellena. Dan Prof. sebagai Luna!"

Semuanya mengangguk di hadapan Trirana.

"Mulai sekarang aku adalah Night. Dan akan dikenal dengan nama itu sampai perang ini berakhir!"

Sekarang tidak ada lagi orang yang bernama Trirana, Ayu, Ratna, dan Rina. Mereka akan dikenal dan bertualang dengan nama baru mereka.