Chereads / Sang Pemusnah / Chapter 12 - LIMA - Kembalinya Buku Neraka ke Tangan Sang Dewi bg. 2

Chapter 12 - LIMA - Kembalinya Buku Neraka ke Tangan Sang Dewi bg. 2

Mendadak buku langsung bergetar—lampu mati menyala berulang kali hingga menghetikan aktifitas semuanya—dan terjatuh ke lantai kemudian halaman per halaman buku terbuka seperti terhempas angin. Trirana tidak merasakan adanya angin, tapi halaman buku itu terhempas lalu berhenti tepat di halaman tengah. Sejenak terlihat tenang dan semuanya mendekati buku. Seketika semuanya terkejut kecuali Trirana. Semuanya melihat jelas penampakan dari gambar salah satu lambang iblis—simbul pentagram. Tiba-tiba ledakan energi menghempas segalanya kecuali Trirana.

Barang-barang mendesak ke tembok, Rina terpental menabrak tembok dan hampir saja tertimpa meja keramik, kalau saja dia terlambat menghindar—jantung Rina berdebar, dia pikir hidupnya akan berakhir saat itu juga—dia pasti sudah tewas.

Ratna sepertinya pingsan. Ayu melihatnnya tergeletak di bawah tumpukan komponen mesin. Ayu segera bangkit lalu mennyadari sikunya sedikit berdarah. Ayu menghampiri Ratna. "Ratna, kau baik-baik saja?" Ayu mengangkat semua barang-barang yang menimbun Ratna. "Oi, sadarlah!" Ayu menepak-nepak wajah Ratna. "Oi!"

Ratna akhirnya tersadar.

"Syukurlah kau selamat!" ucap Ayu.

Tiba-tiba Ratna merintih "Aw," dia memegang kepalanya.

"Dahimu memar?!" tunjuk Ayu.

"Aku baik-baik saja, bagaimana dengan Nona?"

Ayu langsung tersentak, "Oh tidak, Nona kita?"

Keduanya buru-buru berdiri lalu melihat Trirana masih berdiri tetap pada posisi sebelumnya. Keduanya menghampiri Trirana. "Nona?" tanya Ayu.

"Aku tidak apa-apa, kalian bantu Prof sepertinya dia terluka." ucap Trirana.

"Baik Nona." sahut keduanya lalu segera membantu Rina yang sepertinya mengalami cidera pada lengannya.

Apa yang telah terjadi, pikir Trirana sambil melihat buku yang ada di depan kakinya. "Buku itu?" naluri Trirana menangkap kalau buku itu berbahaya. Dia hendak menutup buku itu, namun langsung dihadang oleh mahluk mengerikan sebelum menyentuh buku tersebut. Menatap tajam ke arah mata Trirana—mahluk itu kotor berlumpur, sedikit membungkuk di depan Trirana.

Trirana tetap tenang sedangkan yang lainnya sudah terlihat gemetar. Trirana tahu kalau di hadapannya sekarang ada sosok iblis yang sedang memanatap ke arah matanya. Menatap dengan tatapan dendam. Iblis itu telanjang, penuh lumpur hitam dan berwajah seperti penyihir tua. Trirana sama sekali tidak gentar.

Tatapan Trirana malah lebih kejam lagi. Penuh dengan dendam yang membara. Tangan Trirana mengepal dengan keras. Begitu dendamnya dia terhadap iblis karena telah mengambil kakaknya dari hidupnya.

Iblis wanita itu malah merasa terancam dan ingin membunuh Trirana dengan mencekiknya, tapi tangan iblis itu tidak sampai ke leher Trirana. Iblis itu malah terdorong mundur sekaligus tertekan ke bawah.

Trirana tidak tahu apa yang tiba-tiba terjadi, dia melihat iblis itu merintih kesakitan. Trirana tampak heran. Tatapan dendam yang dipancarkan oleh Trirana langsung menghilang. Tidak ada kekuatan apapun yang Trirana rasakan sampai-sampai membuat iblis itu tidak bisa bergerak. Sementara itu, yang lainnya tidak berani mendekat.

Berbeda apa yang dilihat dan dialami oleh iblis wanita itu. Dia disilaukan oleh cahaya yang sangat terang memerihkan mata. Dia juga merasa kalau pungungnya ditindih beban yang sangat berat dan sekaligus didorong oleh kekuatan yang begitu dasyat. Kekuatan itu semua berasal dan bersumber dari diri Trirana sendiri.

Iblis itu akhirnya merintih dan meminta ampun sambil bersujut, "Ampun, ampun Dewi. Aku telah bersalah. Aku tidak akan menentangmu lagi."

Trirana tidak mengerti kenapa iblis itu merintih di hadapannya. Dia sama sekali tidak merasakan adanya kekuatan yang terpancar dari dirinya. Trirana terlihat bingung, tapi dia tiba-tiba menyipitkan matanya, "Kau ini siapa?"

Iblis itu langsung ketakutan. Seperti anak beruang yang terus mendesakan dirinya ke semak berduri karena takut dengan pemburu yang mencoba mendekatinya.

Tangan Trirana mencoba menyentuh bahu iblis wanita itu.

"Rana, jangan menyentuhnya!" seru Rina.

"Nona!" seru kedua pelayannya.

Tapi tangan Trirana sudah mencengkram bahu iblis wanita itu. "Jawab!"

Yang terjadi, Iblis itu malah terbebas dan langsung mundur menjauhi Trirana.

Trirana berdiri lalu perlahan mendekati iblis itu yang terus menghindar hingga terpojok di sudut ruangan.

"Jangan mendekatinya, Trirana!" seru Rina.

"Nona dia sangat berbahaya?" ucap Ratna.

"Nona!" seru Ayu.

Trirana tidak mendengarkan. "Apa kalian tidak melihatnya, dia ketakutan!" tunujuknya.

Trirana sekarang tepat berdiri di hadapan iblis itu yang tidak bisa bergerak kemanapun lagi.

"Kau ini siapa?" tanya Trirana sekali lagi dan kali ini nadanya lebih halus.

Iblis itu masih terlihat ketakutan.

Trirana lalu benrjongkok dan menyentuh dagu Iblis itu dengan tangannya, "Aku tidak akan menyakitimu selama kau mau bekerja sama dan menjawab semua pertanyaanku. Siapa namamu dan dari mana kau berasal?"

"I… I-nanna …."

"Inanna?" ucap Trirana.

"Inanna? Nama itu …," potong Rina. "Sepertinya aku mengetahuinya."

Rina terkejut, sepertinya dia pernah tahu nama itu. Dia merasa pernah mendengarnya dari seseorang. Dia mencoba mengingat-ingat dan dia pernah mendengarnya dari seorang Pendeta.

"Benar," Rina akhirnya ingat dengan jelas, "dia Astaroth itu sendiri, ia mewakili kemalasan dalam 7 Deadly Sins."

Trirana sepertinya tidak perduli, "Inanna," panggilnya. "Aku tidak berniat tau tentang asal usulmu. Pertama kau harus merubah wajahmu dulu!"

Inanna langsung paham dan dia langung berubah menjadi cantik dan muda, tetapi tetap berlumuran lumpur.

"Pertama aku ingin tau apa alasanmu tiba-tiba muncul di sini?" tanya Trirana.

"Nona…." Ratna tampak khawatir.

"Nona hati-hati." ucap Ayu pelan.

Yang lainnya tampak kawatir dengan keselamatan Trirana. Setelah mengetahui kenyataan siapa itu Inanna, pastilah sangat berbahaya mengingat siapa sebenarnya iblis itu.

"Kalian diam saja, mulai dari sini aku yang mengambil alih." ucap Trirana sambil menatap ketiga rekannya. "Katakan semua dengan jelas!" ucapnya sekali lagi sambil menatap Inanna.

Inanna menjawab dengan rasa takutnya yang masih tersisa, "A-aku memang bagian dari 7 Deadly Sins. Seseorang datang memburu kami. Aku dan keenam saudaraku. Kami diburu satu per satu oleh seorang kesatria wanita. Dia memiliki pedang yang sangat kuat yang mampu melumpuhkan kami, kemudian kami disegel di tujuh tempat berbeda. Saat giliranku disegel, kesatria itu sempat berkata 'jika sauatu saat ada yang bisa membebaskanmu, itu tiada lain adalah aku' dan sekarang aku bertemu denganmu."

"Baiklah, yang ingin aku ketahui kenapa kau bisa muncul di sini dan buku itu?"

"Sebenarnya aku tidak tahu dan dunia ini begitu asing bagiku. Sepertinya aku tidak berada di duniaku yang sebenarnya."

Trirana tahu, biasanya Iblis berada di Dunia Bawah. Itu yang sering dia dengar. "Dunia lain …." gumam Trirana.

Inanna tampak melihat-lihat ke sekitarnya. "Terlihat seperti dunia yang aku tinggali, tapi aku melihat banyak benda yang tidak aku kenal. Ada banyak benda-benda bersinar bergerak kesana-kemari". Yang dimaksud Inanna mungkin adalah kendaraan. Matanya ternyata bisa melihat ke arah yang begitu jauh dan tembus.

Trirana sepertinya tidak heran. Jika dia memang iblis, apapun bisa terjadi. Dunia yang mirip dan bukan dunia ini, pikir Trirana. Dia akhirnya mengerti, ada sesuatu yang patut dia coba. "Prof," Trirana memanggil Rina "Bisa tunjukan prossesor yang berisi lambang itu?"

Rina langsung mengerti saat itu juga. Dia lalu mencari-carinya di antara benda-benda yang berserakan di lantai. Dia menemukannya dan langsung melemparnya ke arah Trirana.

Trirana menangkapnya dengan tepat lalu meberikan processor itu ke Inanna. "Kau tau apa ini?" tanya Trirana.

Tangan Inanna mendadak gemetar memegang processor itu.

"Ada apa?" tanya Trirana.

"Ini … ini lambang Kaisar Iblis …." ucap Inanna.

Rina langsung memotong, "Maksudmu, Lucifer?".

"Bukan, Lucifer tidak memiliki kekuatan sebagai Kaisar." sahut Inanna.

"Lalu milik siapa ini?" tanya Trirana.

"Ini memang lambang Abaddon, tapi kekuatanya begitu menakutkan. Aku mengenal kekuatan ini, kekuatan sang penghancur. Satu-satunya Iblis yang mampu memporak-porandakan Surga. Iblis yang selalu berada di atas para Iblis. Dia Kaisar Kegelapan. Ini sebenarnya di luar pengetahuanku, tapi setelah kekacauan itu, aku mengerti ternyata Lucifer bukan satu-satunya raja. Sebelum aku disegel, sempat terjadi peperangan besar antara pihak iblis dan Aliansi Kaisar Lotus …."

"Cukup!" jeda Trirana. "Aku sudah mengerti. Tujuanku adalah masuk ke dunia tempat kaisar Iblis itu tinggal."

Inanna langsung mengerti setelah membaca aura gelap Trirana yang tiba-tiba meningkat. "Aku tidak akan bertanggung jawab jika Dewi tidak bisa kembali lagi ke sini. Aku bisa membawa Dewi dan yang lainnnya ke sana mengunakan benda ini." ucap Inanna sambil memperlihatkan processor tadi.

"Bawa aku ke sana sekarang juga!" ucap Trirana.

"Baiklah dan sebaiknya Dewi mundur terlebih dahulu!" ucap Inanna.

Inanna mulai mengerakan tangannya membuat lambang yang sama dengan yang ada pada processor. Menggambarnya di lantai dengan ukuran yang lebih besar.

"Aku akan membuat sebuah portal dengan pemicu kekuatan Kaisar Iblis yang ada di dalam benda ini." ucap Inanna.

"Nona, apa ini akan baik- baik saja?" tanya Ratna kepada Trirana yang berada di samping kanannya.

"Kau tenang saja, aku akan pergi sendiri"

"Tidak Nona," Ratna langsung membantah, "kami akan mengikuti Nona kemanapun."

"Aku tidak akan membiarkan Nona berjuang sendiri." imbuh Ayu.

"Benar," dukung Rina. "Kita akan pergi bersama."

"Aku tidak ingin melibatkan kalian. Kalian tidak ada hubungannya dengan semua ini …,"

"Ada Nona," bantahan langsung dari Ayu. "Aku dan Ratna, kami sudah sepakat. Kami juga ingin balas dendam atas kematian Tuan Muda."

Trirana terdiam sesaat. Apa hubungan mereka dengan kakaknya?

"Kami memiliki alasan kami sendiri, Nona." imbuh Ratna.

"Baiklah, jika itu keinginan kalian," ucap Trirana dan dia tidak ingin tahu apa alasan keduanya. Baginya, ada masalah yang jauh lebih penting daripada itu. "Kita akan bergerak sebagai tim!" ucap Trirana.

Ayu dan Ratna langsung tersenyum senang. Keinginan keduanya akhirnya disetujui tanpa adanya beban. "Kami lakukan yang terbaik, Nona." ucap keduanya.

"Sudah selesai." ucap Inanna.

"Apa ini akan berbahaya?" tanya Rina.

"Akan sedikit perih jika kalian membuka mata." ucap Inanna.

Trirana langsung maju namun segera dihentikan oleh Inanna, "Dewi, sebaiknya Dewi yang terakhir karena kekuatanku tidak cukup untuk mengirim Dewi sekaligus dengan yang lainnya."

Trirana langsung mundur.

"Kalian bertiga, berdirilah di atas simbul!" intruksi Inanna.

Rina memimpin. Rina bersama Ayu dan Ratna kemudian berdiri tepat di titik tengah pentagram.

"Kalian siap?" tanya Inanna.

Ketiganya mengangguk lalu memejamkan mata.

Inanna kemudian melakukan gerakan tangan dan perlahan muncul pusaran api di bawah kaki mereka bertiga. Ketiganya lalu lenyap ditelan oleh portal api tersebut.

"Cepat kirim aku juga!" ucap Trirana lalu melangkah ke tengah lambang.

Inanna malah menundanya sebentar untuk berkata, "Dewi, rasa dendammu begitu kuat. Jika kau tidak cepat mengendalikannya, maka kau akan berakhir lebih buruk dari pada diriku."

Trirana enggan menjawab. Dia hanya berkata, "Lakukan apa yang harus kau lakukan!"

"Baiklah, Dewi." sahut Inanna dan segera membuka portal dan menelan Trirana dalam keadaan mata tetap terbuka. Tidak seperti sebelumnya, Inanna mengunakan seluruh kekuatannya untuk memindahkan Trirana. Itu karena kekuatan besar yang ada dalam tubuh Trirana.

Sekarang hanya tinggal Inanna saja di laboratorium ini. Dia merasa bebas. Dia kemudian perpikir untuk kabur, tetapi bahunya yang sempat disentuh oleh Trirana memanas dan menghentikan niatnya. Dia sampai-sampai terlutut lemas di latai.

"Maafkan aku, aku tidak akan lari." rintih Inanna. "Aku berjanji." Tiba-tiba rasa panas yang menyakitkan itu langsung lenyap.

Inanna tidak bisa pergi. Dia lalu berubah menjadi patung batu berdiri tepat di samping simbul pentagram. Pada bahu patung Inanna kemudian muncul lambang bunga teratai.