Chereads / Kesalahan Termanis / Chapter 41 - Tak Ingin Jatuh Ke Dalam Lubang Yang Sama

Chapter 41 - Tak Ingin Jatuh Ke Dalam Lubang Yang Sama

Dia harus memulai kehidupannya dari nol. Depresi Nicole makin menjadi-jadi setelah tahu kalau Heru, pria yang paling dia cintai ditemukan bunuh diri oleh polisi. Heru mengalami stres dikarenakan uang yang dia kumpulkan susah payah telah dibawa pergi oleh Kessi.

Membaca hal tersebut, Lizzy prihatin dengan keadaan Nicole. Tak heran dia bisa masuk rumah sakit Jiwa. "Bibi, Lisa mana?" Lizzy lekas membereskan semua kekacauan yang dia buat di atas ranjang. Dirinya lalu membaringkan tubuh dan memejamkan mata alias pura-pura tidur.

Sesuai dugaan Lizzy, Saga membuka pintu kamarnya tetapi dia tak mendengar suara langkah kaki yang mendekat itu artinya Saga berhenti tepat di depan pintu. Selanjutnya pintu kamar di tutup dan derapan langkah kaki yang bergerak menjauh.

Lizzy membuka matanya, menghembuskan napas lega. Dia pikir Saga akan mendekati atau ... Lizzy secepatnya menggeleng. Dia tak boleh berpikir hal yang tak benar. Ini semua karena tindakan Saga dari tadi, bisa-bisanya Lizzy terpesona? Mungkin akan lebih baik jika Lizzy tidur.

Dia lalu membetulkan posisi dan akhirnya terbawa ke alam mimpi.

๐Ÿ’Ÿ๐Ÿ’Ÿ๐Ÿ’Ÿ๐Ÿ’Ÿ

Keesokan harinya, Lizzy mendesis. Badannya menggeliat tak nyaman dengan posisinya yang terkurung. Terkurung? Lizzy membuka matanya. Hal pertama yang Lizzy lihat adalah paras Saga yang menawan.

Lizzy sontak berteriak karena terkejut. Dia segera melepas kedua lengan Saga yang melingkar dan menendang pria itu. Kendati demikian, Saga tak terlempar ke lantai hanya terseret jauh dari Lizzy.

Saga pun terbangun karena teriakan dan badannya yang sakit. "Boleh tidak kau jangan memberikanku pukulan. Itu sakit tahu!" protes Saga.

"Siapa suruh kau tidur di sampingku?! Pakai acara peluk-peluk lagi!" pekik Lizzy menggunakan amarah.

"Memangnya aku salah tidur denganmu?" tanya Saga dengan nada tenang.

"Iya salah tahu kita ini bukan.." Lizzy hening seketika. Hampir saja dia membeberkan semuanya. "Ah, aku benci padamu!" lanjutnya setelah lama agak diam.

Lizzy bingkas berdiri menuju kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Lizzy keluar dengan memakai handuk yang melilit di sekitaran tubuh. Rambutnya yang hitam juga tengah digerai karena basah.

Dua perpaduan itu membuat Saga menegak ludah. Laki-laki mana yang tak tergoda dengan penampilan Lizzy sekarang? Lizzy membuat masam mukanya tatkala dia menatap Saga.

"Pergi dari kamarku, aku mau ganti baju." usir Lizzy sembari membuka lemari bajunya.

"K-kau mau kemana?" tanya Saga menutupi kegugupan yang dia rasakan.

"Mau ke rumah orang Ayah dan Ibu." jawab Lizzy. Begitu dia mendapat baju untuk dipakai Lizzy berbalik dan membuang napas pendek. Saga masih berada di atas ranjang, tak ada niat pun untuk bergerak keluar.

"Aku bilang keluar dari kamarku!" balas Lizzy memekik. Saga mengeluarkan decak kesal, barulah setelah itu dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar Lizzy.

Saga tak punya kerja hari minggu maka dia tinggal di apartement seperti saat ini dia duduk dibalkon sambil meminum kopi dan membaca buku novel. "Bibi, aku pergi dulu!" pamit Lizzy kepada Santi.

Belum sempat Santi bersuara terdengar Saga yang membalas dari arah balkon. "Iya hati-hati." Lizzy mendengus kesal namun tak menyahut. Dia memilih untuk menatap Santi yang memberikan senyuman manis dan pergi begitu saja.

๐Ÿ’Ÿ๐Ÿ’Ÿ๐Ÿ’Ÿ๐Ÿ’Ÿ

"Lizzy!" sapa Lisa. Lizzy memeluk Lisa dengan erat begitu juga kebalikannya. "Aku senang bertemu denganmu." ucap Lisa kepada Lizzy setelah melerai pelukannya dari sang saudara kembar.

"Kenapa kau tak bilang ingin kemari?" lanjut Lisa.

"Untuk apa? Ini rumahku juga. By the way, selamat atas kesembuhanmu." kata Lizzy seraya menyodorkan beberapa tas belanja. Mata Lisa membulat tak percaya dengan apa yang dihadapannya.

"Apa ini?" tanya Lisa berlagak pilon.

"Hadiahmu dan juga permintaan maafku karena aku tidak menemanimu untuk mengemas dan lain-lain." jawab Lizzy.

"Ini terlalu banyak. Pasti harganya mahal." Lizzy mengkerutkan alis mendengar gumaman Lisa dibagian akhir.

"Jangan lihat harganya, ambil saja barang-barang ini." Lisa menampakkan muka tak sedap tetapi menerima beberapa tas belanja yang disodorkan untuknya.

"Terima kasih. Nanti kalau aku punya uang, aku akan membayar semua ini."

"Apa maksudmu kau akan membayarnya? Tidak ini gratis!" bantah Lizzy. Benar, gratis. Gratis karena uang yang dipakai Lizzy bukan miliknya, tetapi uang Saga.

"Eh, kau mau mencobanya tidak ayo akan kubantu!" lanjut Lizzy dengan menarik pergelangan tangan Lisa hendak masuk ke kamar pribadi Lisa.

"Lisa, Lizzy! Ayo makan!" Mendengar kata makan, Lizzy mengubah arah menuju dapur. Lizzy sudah rindu sama masakan sang Ibu karena akhir-akhir ini dia sibuk dengan pekerjaan, begitu juga Ibu yang senantiasa mendampingi Lisa.

"Ibu sudah memasak makanan favorit kalian berdua." ungkap Ibu. Mereka sekeluarga duduk di meja makan. Menikmati santapan dalam diam. Lisa berdeham tiba-tiba membuat ketiga orang yang bersama dengan Lisa memusatkan perhatian pada dirinya.

"Mumpung kalian semua ada, aku akan mengatakan sesuatu." Lisa menghembuskan napasnya supaya tenang. "Aku akan membuat pelatihan bulutangkis." Semua orang terkejut.

"Kau yakin?" Lisa mengangguk. "Aku sudah memikirkan dari lama tentang ini karena aku juga tak mungkin hidup dari uang Ayah dan Ibu terus menerus."

"Baiklah, kalau itu maumu kami sekeluarga akan mendukungmu." kata Ayah tanpa ragu sekalipun. Ibu tampak tersenyum simpul menyetujui keinginan Lisa.

"Aku juga akan mendukungmu nanti kalau kau kekurangan finansial aku pasti akan membantumu." Kali ini Lisa mengeleng buru-buru.

"Kau sudah menggenlontorkan banyak uang untuk pengobatanku ditambah kau membeli banyak barang. Aku tak mau merepotkanmu lagi." ujar Lisa merasa bersalah.

"Ish, tak usah kau pikirkan. Aku ikhlas kok membantumu. Kau sudah menghabiskan makananmu bukan?"

"Ya memangnya kenapa?" Lizzy berdiri. Piring yang dihadapan Lizzy sudah kosong begitu juga dengan piring Lisa. Lizzy menarik tangan Lisa dan mengambil lagi barang belanjaan lalu keduanya masuk ke dalam kamar.

Di dalam kamar, Lizzy mengajarkan Lisa tentang make up dan lain-lain dengan cara memulaskan make up ke wajah Lisa. "Lihatlah terus ke atas."

"Tapi kau tak akan menusuk mataku bukan?" Lizzy tertawa kecil.

"Tentu saja tidak, percayalah padaku." Meski ragu tetapi Lisa percaya sekali pada saudara kembarnya itu. Lizzy tak pernah membuatnya kecewa sejak kecil. Lizzy terus berkutat dengan make up selagi dia juga menjelaskan kepada Lisa tentang semua yang dia pakai.

Sentuhan terakhir, Lizzy memberi lipstik di bibir Lisa. "Selesai!" Lizzy menyingkir dari tempatnya berdiri dan terpampanglah bayangan wajah Lisa yang di poles sedemikian rupa.

Lisa terkesima atau lebih tepatnya terpana. "Bagaimana kau suka tidak?" Lisa masih kagum memalingkan wajahnya dari kaca.

"Iya aku suka. Kau hebat Lizzy." Lizzy terkekeh.

"Coba kau tunjukan kepada Ayah dan Ibu, mereka pasti terkejut." usul Lizzy sambil cengir.

"Ah tidak! Aku malu." ungkap Lisa. Mukanya pun tersipu malu dan gugup.

"Sudahlah, coba dulu baru komentar." Lisa kembali melirik cermin. Menatap lama kemudian tersenyum. "Ya, kau benar aku harus percaya diri. Baiklah aku akan memperlihatkan riasan ini kepada Ayah dan Ibu."

Lisa keluar meninggalkan Lizzy sendiri. Tepat saat itu ponsel Lisa berbunyi menandakan seseorang menelpon. Lizzy mengambil hendak membawanya pada sang pemilik smartphone.

Itu sebelum dia memandang layar handphone Lisa. Tertera nama Kessi yang menimbulkan kecurigaan. Mau apa dia menghubungi Lisa? Diangkatnya telepon itu. "Halo,"

"Halo, Lisa. Kau ada di sana?" tanya Kessi dengan nada manis yang dibuat.

"Ada apa menghubungiku?" Lizzy berusaha tenang. Dalam hati dia mencibir Kessi karena menggunakan nada manis yang menurut Lizzy menjijikan.

"Aku ingin bertemu denganmu, apa boleh?" Raut muka Lizzy menjadi serius begitu pertanyaan itu dilontarkan.

"Untuk apa?" Lizzy balik bertanya sekali lagi.

"Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting denganmu, apa tak boleh? Ayolah Lisa demi jalinan persahabatan kita." pinta Kessi merengek. Kepalan tangan Lizzy makin erat mendengar ucapan tak tahu malu dari Kessi.

"Baiklah aku akan datang, silakan kau share location kepadaku." Lizzy menutup telepon dan menunggu sms dari Kessi. Tidak lupa juga dia menghapus riwayat panggilan dan sms dari Kessi tentang alamat yang telah dia kirim ulang ke ponsel miliknya.

Sesudah mendapat alamat, Lizzy pamit kepada orang tua dan Lisa untuk pergi. "Lizzy, kamu baru saja datang kok langsung pergi lagi." gerutu Lisa.

"Maaf aku punya urusan penting, kapan-kapan aku akan datang lagi ke rumah." Lisa menghembuskan napas panjang memberi arti bahwa dia menyerah.

"Baiklah, aku mengerti. Terima kasih ya sudah membeli dan mengajarkanku tentang make up." Lizzy tersenyum dan menggumam tak jelas sebagai jawaban.

๐Ÿ’Ÿ๐Ÿ’Ÿ๐Ÿ’Ÿ๐Ÿ’Ÿ

Cafe S menjadi tempat di mana Kessi dan Lizzy akan bertemu. Kessi telah berada di tempat tersebut sangat lama menunggu Lizzy. Sesekali dia muak karena banyak waktu yang dia habiskan untuk menunggu. "Maaf, aku terlambat."

"Mengapa kau sangat terlambat? Aku sudah lama menunggumu." ujar Kessi sewot. Sepasang alis Lizzy terlipat.

"Oh ya, bukankah kau yang memanggilku ke sini?" Lizzy lalu mengambil tempat duduk di depan Kessi.

"Sekarang kau mau bicara apa hingga kau mengatakan ini sangat penting?" tanya Lizzy meminta jawaban. Bagai aktris yang lihai, Kessi memasang wajah sedih.

"Ini tentang Saga. Kami putus tadi malam karena dia ternyata mempunyai wanita selain diriku. Aku mengalami kondisi yang sama sepertimu sekarang dan aku mengerti bagaimana dikhianati.." tutur Kessi memandang ingin dikasihani oleh Lizzy yang memasang ekspresi datar.

"Jadi, Lisa aku akan membantumu dalam mencari tahu niat busuk Saga." Lizzy mengangkat salah satu sudut bibir.

"Apa kau serius dengan ucapanmu? Mau membantuku atau memanfaatkanku?" ledek Lizzy. Wajah Kessi seketika berubah menjadi muram.

"Apa maksudmu dengan memanfaatkanmu? Aku menawarkanmu bantuan tapi begini kau memperlakukan sahabatmu?! Kau keterlaluan sekali Lisa!" cerca Kessi.

"Sahabat? Sahabat apa yang teganya bercinta dengan suami sahabatnya sendiri dan dengan tak tahu malu mengatakan secara terang-terangan hubungan gelapnya pada sang sahabat? Apa itu yang kau katakan sahabat?!" bentak Lizzy.

"Terima kasih atas penawarannya tetapi aku tak butuh bantuanmu. Aku tak ingin jatuh ke dalam lubang yang sama!" lanjut Lizzy dengan nada mengecam.