"Bibi," Santi tersenyum kepada Lizzy. "Aku pamit dulu ya." ujar Lizzy cepat. Dia tak tahan jika tinggal lebih lama di sini, berada di satu ruang yang sama dengan Saga.
"Kenapa terburu-buru? Nyonya juga belum makan." sahut Bibi Santi khawatir dengan keadaan Lizzy. Lizzy hendak membuka mulutnya namun suara dari Saga menginterupsi.
"Bibi, aku pergi dulu." Suara pintu tertutup membuat mereka berdua hening sesaat. "Nyonya, nyonya makan dulu ya." Lizzy megembuskan napas panjang.
"Baiklah. Aku akan sarapan." Karena Saga sudah pergi, Lizzy tak gelisah. Dia memang sengaja pergi untuk menjauh dari Saga. Lizzy tetaplah Lizzy. Dia memakan makanan yang dihadapannya dengan lahap.
"Makanan yang dibuat Bibi sangat enak. Aku suka." Bibi Santi menampakkan senyumnya lalu menggantinya dengan raut wajah yang tak memiliki ekspresi.
"Nyonya, apa Nyonya tengah bertengkar dengan Tuan?" Pertanyaan itu mengejutkan Lizzy. Dia menelan dulu makanan yang ada di mulut kemudian memandang juga Santi.
"Apa Bibi mendengarnya secara langsung dari Saga?" Santi menggeleng.
"Bibi sudah tahu dari melihatnya saja. Apa itu benar?" Lizzy tersenyum kecut. "Maafkan kami, karena kami membuka masalah ini secara terang-terangan kepada Bibi."
"Jangan meminta maaf; bertengkar itu hal yang lumrah bagi setiap pasangan. Bibi harap kalian cepat berbaikan." Lizzy hanya diam dan kembali melanjutkan makannya hingga habis.
💟💟💟💟
"Selamat pagi, Eka." sapa Lizzy sesampainya di kantor.
"Pagi, eh Lizzy tunggu sebentar.." Lizzy berhenti dan kembali menatap Eka yang buru-buru menghampiri. Eka memperhatikan kedua mata Lizzy seksama.
"Kamu habis nangis ya? Matamu sembab begitu." Lizzy tersenyum getir. "Kelihatan sekali ya?" Eka mengangguk.
"Ya, tadi malam ada masalah dan jujur menakutkan." Eka mengubah mukanya menjadi penuh amarah.
"Katakan padaku siapa yang tega membuatmu menangis?!"
"Sudahlah, jangan terbawa emosi lagi pula aku baik-baik saja." balas Lizzy cepat. Sungguh dia tak ingin masalahnya dengan Saga diketahui oleh Eka apalagi kejadian yang menimpanya.
"Baiklah, tetapi jika dia melakukan lagi tolong jangan sembunyikan apapun dariku." Lizzy tersenyum hambar dan mengucapkan kata ya hanya sekadar untuk membuat hati Eka tenang.
Chat masuk dari ponsel Lizzy ketika gadis itu baru melangkah masuk ke dalam ruangan kerjanya sendiri. Chat yang berisikan alamat seseorang segera dibalas oleh Lizzy dan menyimpan kembali ponselnya lalu bekerja.
💟💟💟💟
Hari sudah gelap tetapi Lizzy masih bepergian menuju alamat yang diberi oleh sang teman hacker. Alamat yang diberikan adalah salah satu orang yang kena imbas dari kekejamannya Kessi.
Tidak ragu, dia bertanya pada beberapa orang dan disinilah dia di depan rumah kecil yang hanya ditempat oleh satu orang. Ibu Cecilia, wanita yang sempat mencecap indahnya harta kekayaan sayangnya itu berubah 180 derajat setelah sang suami dipenjara dan anak satu-satunya meninggal.
Lizzy mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Tak perlu menunggu lama, seorang pria paruh baya dengan pakaian sederhana menatap penuh tanda tanya kepada Lizzy. "Selamat malam Ibu," sapa Lizzy sopan.
"Selamat malam." balas Cecilia.
"Apa benar ini rumah Ibu Cecilia?" tanya Lizzy.
"Iya, saya sendiri. Anda siapa?" balas Cecilia. Dalam pikirannya dia takut jika gadis dihadapannya ini adalah seorang penagih hutang.
"Kita perlu bicara." Ramahnya nada bicara Lizzy membuat keraguan Cecilia sirna. Dipersilakan Lizzy masuk dan menyuguhkan teh.
"Maaf kalau hanya ini yang bisa saya suguhkan. Saya nggak punya uang untuk beli.."
"Tak apa-apa saya mengerti." Lizzy menyeruput sedikit dulu dan melempar tatapan serius.
"Biar saya jelaskan kenapa saya ada di sini. Ini menyangkut pembunuh putrimu dan juga memasukkan suamimu ke penjara." Cecilia membeku dan wajahnya mulai memerah.
"Apa anda ingin mengatakan tentang si wanita jalang bernama Kessi?" Lizzy menyeringai.
"Kessi si jalang itu! Dia tak punya hati. Karena dia perusak hubunganku bersama suami yang sekarang mendekam di penjara karena ulahnya. Bukan itu saja Yuna anakku! Dia membunuhnya!" kata Cecilia mengobarkan amarahnya.
"Apa kamu mau membalas perbuatannya kepadamu?"
"Tentu saja. Dia tak pantas untuk bebas dan berkeliaran ke sana kemari seperti sekarang!"
"Kalau begitu ayo kita bekerja sama. Aku juga sangat membenci wanita itu!" Cecilia melihat kepada Lizzy yang menampakkan raut wajah serius.
"Benarkah?" Lizzy mengangguk.
"Baiklah, jika itu menyangkut wanita itu. Maka aku pun akan senang bekerja sama denganmu." Keduanya berjabat tangan.
"Namamu siapa anak muda?"
"Namaku Lizzy, Nyonya Cecilia." balas Lizzy.