Dimas terus saja menyunggingkan senyuman. Bagaimana tidak, Dimas mendapat kabar bahwa Lisa ternyata tak mengkonsumsi 'barang haram' dalam waktu yang cukup lama. Bahkan Lisa tak mengetahui bentuk obat terlarang. Nah inilah yang pelik, kalau dia tak tahu bentuknya bagaimana dia bisa menggunakan narkoba?
Ya sudahlah, nanti saja kita dalami kasus ini dan yang jelasnya adalah Lisa tak akan membutuhkan waktu yang lama untuk pulang ke rumahnya. "Pagi, Lisa." sapa Dimas.
"Pagi, Dimas eh, maksudku selamat pagi dokter Dimas." Dimas menyunggingkan senyuman kepada Lisa yang kini merona.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Dimas tak mengubah pandangannya kepada Lisa. "Baik bahkan lebih baik dari kemarin." Lisa menjawab spontan.
"Bagus, hari tak ada pemeriksaan kau bisa beristirahat." kata Dimas. Lisa yang sadar bahwa Dimas mulai menjauh dengan cepat-cepat meraih tangannya Dimas. Dimas menoleh pada Lisa.
"Apa kau mau menemaniku? Aku ingin jalan-jalan di taman rumah sakit." pinta Lisa dengan nada pelan. Dimas tersenyum. "Baiklah." Mereka lalu berjalan keluar dari kamar inap Lisa.
"Boleh aku tahu, kapan aku bisa pulang?" tanya Lisa. Wajahnya tampak murung ketika dia mengingat dokter memvonisnya memakai obat terlarang. Lisa merasa bodoh melontarkan pertanyaan yang sebenarnya dia sudah tahu jawabannya.
Dimas mengerti perasaan Lisa. Dia juga tak sanggup jika berada di posisi Lisa sekarang, tapi beruntung Lisa mendapat dukungan dari keluarga sehingga Lisa tak sendiri dalam menghadapi persoalan hidup. Dimas menepuk salah satu pundak Lisa.
"Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja. Kau akan sembuh!" hibur Dimas. Lisa perlahan mengangkat kedua sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Rasa yakinnya mulai terkumpul sedikit demi sedikit.
"Lizzy akan datang bersama orang tuamu. Mereka akan mendengar hasil tesmu dalam beberapa hari ini."
"Lizzy?" Lisa kembali dilanda gundah gulana ketika mendengar nama saudara kembarnya. Keraguan mulai merebak di dalam hatinya lagi.
"Entahlah aku tak yakin dengan Lizzy, apakah dia masih mau bertemu denganku yang sudah mengecewakannya?" Lisa menunduk tak memperhatikan bahwa Dimas menggeleng.
Jemari telunjuk Dimas menyentuh dagu Lisa lalu membuatnya mendongak agar menatapnya. "Lisa, jangan terlalu pesimis. Kalau Lizzy sangat kecewa padamu, sudah pasti kau tak akan di sini lagi. Percayalah, dia menyayangimu."
Lisa terdiam dan terus menatap Dimas dengan pandangan yang sulit diartikan. Lisa tak sadar bahwa caranya menatap Dimas sukses membikin dokter itu terpana. Wajah Dimas memerah. Dia sontak melepas sentuhannya pada dagu Lisa.
Dimas berusaha untuk mengatur napasnya dengan cara memalingkan wajahnya ke segala arah. "Kau lapar? Aku akan ke.." Dimas mematung saat merasakan tangannya di genggam oleh Lisa.
"Dimas.." Genggaman Lisa makin erat di tangannya dan menyebabkan Dimas berani memandang Lisa.
"Terima kasih karena sudah mau merawatku, kau selalu menyemangatiku dan tak pernah menyerah. Bersamamu aku tahu caranya untuk bangkit dan ..." Lisa mengangkat wajahnya untuk melihat Dimas.
"mencintai lagi ...." Dua kata itu sukses membuat jantung Dimas bekerja lebih giat. Wajah mereka juga memanas ketika saling menatap satu sama lain karena secara tidak langsung Lisa sudah mengatakan perasaannya pada Dimas.
💟💟💟💟
Sikap kaku ditunjukkan keduanya saat masuk kembali ke bangunan rumah sakit. Mereka tak mampu menatap atau berbicara satu sama lain karena dalam pengaruh perkataan Lisa. Rasanya ucapan suka Lisa layaknya sihir bagi mereka berdua.
"Dimas.." Dimas menoleh kepada Lizzy yang menghampiri. Tampak juga kedua orang tuanya.
"Kami sudah datang kau mau bicara apa?" Lisa menunduk begitu mendengar suara Lizzy. Dia belum sepenuhnya yakin, apalagi Lizzy berada di depannya sekarang.
"A-aku akan pergi." ujar Lisa pelan dan melangkah meninggalkan akan tetapi sebelum dia bergerak menjauh, Dimas menarik lengan Lisa dan menggenggamnya telapak tangannya dengan erat.
"Baiklah kita pergi ke ruanganku." Dimas lantas menarik tangan Lisa untuk mengikutinya diikuti oleh Lizzy dan beserta Ayah Ibu dari si kembar.
Lizzy menoleh kepada Lisa yang menunduk. Dia tentu saja bingung dengan sikap Lisa namun Lizzy berpikir harus melihat dulu hasil tes Lisa kemudian berbicara dengan Lisa.
Dimas mengambil beberapa hasil tes ketika mereka sampai di ruang kerjanya. "Tuan dan Nyonya Cetta, kami sudah melakukan tes untuk Lisa dan kami menyimpulkan pasien memang memakai obat terlarang akan tetapi dalam jumlah yang kecil. Awalnya kami ingin merehablitasi pasien Lisa tapi mengingat kalau dia tak tahu bentuk obat apa kami tak jadi mengerjakannya."
"Tunggu, maksudmu Lisa tak tahu bentuk obat terlarang?" Dimas membalas dengan gelengan pertanyaan Lizzy.
"Lalu bagaimana bisa dia memakai narkoba sedangkan dia tak tahu bagaimana bentuknya dan aku yakin Lisa pasti tak tahu bagaimana cara menggunakannya benar bukan?"
"Hanya ada satu kemungkinan yaitu Lisa dicekoki obat-obat itu secara tak sadar." Satu keluarga terhenyak dengan ucapan Dimas yang mungkin ada benarnya walau perkataannya agak tak masuk akal. Pertanyaannya siapa yang tega melakukan hal tersebut kepada Lisa?
Lisa keluar beserta keluarga. Pikirannya menerawang tentang ucapan Dimas. Dia merutuk kecewa. Lisa sangat bodoh sampai bisa dipermainkan oleh seseorang dan dicekoki obat-obatan terlarang. Dia baru sadar saat Lizzy menepuk salah satu pundaknya.
"Lisa, kita perlu bicara." Lizzy lalu melangkah ke depan berharap diikuti oleh Lisa. Kikuk mulai melanda tetapi dengan dia berusaha untuk mengikuti Lizzy.
Begitu menemukan tempat yang aman untuk berbicara dengan Lisa, Lizzy sontak membalikkan tubuhnya kepada Lisa. "Aku melihat perilakumu dari tadi, kenapa kau tak mau menatapku?" Lisa terdiam dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
"Apa kau membenciku?" Lisa menggeleng cepat dan mulai berkata dengan gugup. "A-aku hanya merasa bahwa kau masih kecewa dan marah terhadapku jadi aku tak mau menatapmu karena aku takut aku akan melihat ...." Lisa terpaku begitu merasakan pelukan hangat dari Lizzy.
"Maafkan aku kalau aku membuatmu merasa buruk di depanku. Kau saudaraku, wajar kalau aku kecewa dan marah ketika mendengar kabar itu akan tetapi aku terus mengkhawatirkanmu. Semua yang kulakukan hanya untukmu Lisa ... maafkan aku." Lisa lagi-lagi menggeleng sekaligus memeluk balik Lizzy.
"Ini juga salahku yang terlalu pesimis. Maafkan aku juga." ucap Lisa merasa bersalah karena menyebabkan Lizzy menyesal. Keduanya melerai pelukan lalu tertawa tiba-tiba. Mereka akhirnya kembali pada kedua orang tua.
"Bagaimana apa kalian sudah menyelesaikan masalah kalian?" Lisa dan Lizzy memandang satu sama lain kemudian tersenyum penuh makna.
"Ya, kami sudah menyelesaikannya." jawab mereka bersamaan.