Dengan gerakan cepat, Lizzy membuka tutup botol sekali sentak kemudian menyirami baju kantornya di depan Saga. Kalau dilihat dari sudut pandang lain, sudah pasti mereka langsung tahu kalau Lizzy sengaja melakukannya.
"Astaga aku ceroboh sekali!" seru Lizzy dan bergegas menjauh dari Saga sebelum pria itu menggenggam lengan Lizzy.
"Lisa!" panggil Saga yang segera bergerak menghampiri Lizzy. Dari arah pintu, Eka datang dengan surat kontrak terkesiap dengan tindakan sang sahabat yang menarik surat kontrak itu dari tangannya dengan cepat.
Belum selesai keterkejutannya, Eka kembali kaget saat bahunya tak sengaja di dorong oleh Saga. "Maafkan aku." Hambatan itu berhasil membuat Saga kehilangan jejak Lisa.
Dia mendecih kesal dan kembali ke ruang rapat. "Apa kau tak apa-apa?" Eka mengerjapkan mata sembari menatap Saga. "Aku minta maaf karena menabrakmu tapi aku dari tadi mengejar istriku." Dahi Eka terlipat.
"Istri?"
"Iya, istriku Lisa."
"Maksudmu bosku adalah istrimu? Itu gila sekali!" Eka tertawa renyah karena menganggap perkataan Saga sebagai lelucon.
"Apa maksudmu aku gila? Aku masih waras!" kata Saga mulai terpancing emosi. Eka sontak menggeleng. "Bukan itu maksudku Tuan. Bosku itu masih lajang dan mungkin akan jadi perawan tua lagi pula namanya bukan Lisa tapi Lizzy."
"Lizzy?" ulang Saga dengan tampang bodoh.
💟💟💟💟
Kamar kecil khusus wanita, Lizzy tengah mengeringkan bajunya sambil membaca surat kontrak yang nama kliennya adalah Saga Pranaja. "Lizzy, kau bodoh sekali tak membaca surat ini pakai acara kabur lagi, sempurna sekali kau akan dicerca banyak pertanyaan oleh si pria mesum." rutuk Lizzy pada diri sendiri.
Beberapa kali dia bolak-balik mencari jalan agar mendapat solusi. Langkahnya terhenti ketika ekor matanya menangkap bayangannya sendiri. Lizzy mendekati kaca, menatap bayangnya baik-baik sambil berpikir. Di perusahaan ini dia dikenal sebagai Lizzy si perfeksionis, Direktur Utama yang kejam bukan Lisa.
Lizzy sekarang harus menggunakan nama aslinya untuk bisa keluar dari masalah. Apapun yang ditanyakan oleh Saga harus dia jawab dengan lugas tanpa ada keraguan dan dengan dengan begitu Lizzy tak akan dicurigai. Dia memejamkan matanya, mengatur napasnya dengan cara menarik napas dalam-dalam.
Membuka matanya lagi kemudian menatap tatapan tenang dirinya yang terpantul dari cermin. Lizzy keluar dari toilet khusus dari wanita menuju ruang rapat sekali lagi.
Pintu yang dibukanya sukses menyita perhatian Saga dan Eka yang berada di dalam. Dia menghampiri keduanya dengan senyum tipis. "Maafkan atas ketelodoran saya tadi Tuan Saga tapi kali ini saya akan.."
Lizzy ditarik mendekat oleh Saga. Kedua mata Saga menelusuri penampilan Lizzy dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Kau Lisa!" itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan.
Eka meresponnya dengan cekikikan sementara Lizzy menampakkan raut wajah bingung. "Tuan saya bukan Lisa nama saya adalah Lizzy tapi kudengar anda mengatakan Lisa, apa kau mengenalnya? dia saudara kembarku."
"Saudara kembar?" Lagi-lagi Saga memasang tatapan innocent.
"Iya, Lisa dan aku saudara kembar." Saga heran. Dia tak tahu kalau istrinya itu punya saudara kembar yang bekerja sebagai Direktur Utama. Masih tak percaya Saga menarik Lizzy lebih dekat hingga tubuh mungil Lizzy menabrak dada bidang Saga.
Kali ini Saga tak malu-malu melingkarkan kedua lengannya yang kekar disekitaran tubuh Lizzy. "Apa yang sedang kau lakukan Tuan?" Lizzy tentu saja panik bila diperlakukan layaknya kekasih di depan sahabatnya sendiri yang kini melihat mereka dengan tatapan tajam.
"Hanya memeriksa apa kau benar bukan Lisa tapi sekarang kau terasa pas sekali dalam rangkulanku."
"Ee, Tuan aku ini dan Lisa kembar. Wajar saja kalau postur tubuh kami sama." Saga tak menggubris perkataan Lizzy yang memberi penjelasan. Dia lebih mencondongkan tubuhnya dan menarik napas dalam-dalam agar mencium aroma parfum Lizzy.
"Wangi parfum kalian juga sama." Tak tahan dengan sikap Saga, Eka menarik Lizzy menjauh dari Saga.
"Tuan Saga, saya mengerti anda heran karena istri anda sama persis dengan bos saya tapi anda juga harus tahu tata krama. Anda tak boleh memperlakukan bos saya seperti istri anda!" marah Eka. Saga mengerjapkan matanya kemudian memandang sekali lagi pada Lizzy.
"Bisa kita mulai pertemuannya?" tanya Lizzy berusaha mencairkan suasana hati Eka yang masih menahan amarah. Seorang karyawan tiba-tiba datang ke ruang rapat dengan membawa proyek. Dia terlihat bingung sekali.
"Ternyata kau sudah datang. Ayo kita mulai saja pertemuannya." kata Lizzy pada karyawan tersebut. Lizzy menarik tangan Eka menjauhi Saga.
Karyawan itu segera menyalakan proyektor lalu memperkenalkan beberapa produk yang dibuat oleh perusahaan. Bukannya menyimak, Saga lebih tertarik pada Lizzy. Lizzy merasa tak enak dan sedikit takut dipandang lekat oleh Saga.
Saking takutnya, salah satu tangan Lizzy gemetaran. Tetapi Lizzy pandai menyembunyikan kegugupannya dengan menatap penuh intimidasi kepada karyawan yang tengah melakukan presentasi.
Konsentrasi sang karyawan pecah karena hal tersebut. Dia berusaha untuk membuat presentasi sebaik mungkin agar tak memiliki cacat. Awalnya agak gugup tetapi sekarang karyawan itu berbicara lancar tanpa terbata-bata.
"Sekian dari presentasi saya untuk produk kami. Mohon maaf jika ada kata-kata yang salah karena saya hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan." akhir ucapan si karyawan. Lizzy mengangguk pelan menandakan bahwa sang karyawan berpresentasi dengan baik.
Jawaban Lizzy membuat sang karyawan bernapas lega dan tersenyum. Sangat jarang ada karyawan yang mendapat anggukan kepala dari seorang Direktur Utama. "Bagaimana Tuan Saga? Apa kau mau membeli beberapa produk kami?"
"Mm itu ...."
Tok, tok
"Masuk." ucap Lizzy. Seorang karyawati datang membawa beberapa teh hangat. Sikap kikuk kentara ditunjukkan oleh si karyawati. Dia lalu memberikan masing-masing teh tersebut dan mundur beberapa langkah sambil harap-harap cemas kepada Lizzy.
Lizzy mengambil teh dan menyeruputnya sedikit. Keningnya terlipat begitu lidahnya mencecap teh hangat tersebut. "Kemarilah." si karyawati menghela napas berat ketika Lizzy memanggilnya mendekat.
"Apa kau pegawai baru di sini?" si karyawati menggeleng.
"Aku bertanya kau harus menjawab!" Suara Lizzy sedikit meninggi dan dibalas dengan jawaban singkat karyawati.
"Tidak Direktur."
"Lalu kenapa tehku sangat manis, bukankah sudah kubilang aku tak suka teh manis?!" si karyawati menunduk.
"Maafkan saya, saya akan mengganti ...."
"Tidak perlu!" Suara tegas Lizzy sukses mendiamkan orang-orang di ruangan rapat. Tak ada orang yang berani membuka suara hingga Lizzy menghela napas.
"Lain kali jika kau membuat kesalahan lagi, aku tak akan memperingatkanmu. Pergilah." si karyawati langsung undur diri dan lenyap begitu saja dari balik pintu.
Saga tertegun melihat sikap Lizzy. Entah dia harus takut atau kagum tapi yang jelas baru kali ini dia melihat ada wanita tegas tapi agak menjengkelkan karena hanya masalah sepele dia sudah memarahi karyawan. Apalah dikata, Saga berada di perusahaan orang lain bukan miliknya.
Suara dering smartphone Saga terdengar. Dia lalu keluar dari ruang dan menerima telepon tersebut. Eka mendekati Lizzy sambil menatap punggung Saga yang menjauh. "Lizzy, apa yang kau lakukan? Kenapa dari tadi kau mengeluarkan sifatmu yang asli dari Tuan Saga?"
"Memangnya kenapa?" balas Lizzy ketus.
"Bukan aku mengguruimu tapi dari tadi sikapmu sangat tak baik, kau seperti sengaja melakukannya." komentar Eka yang juga berupa teguran.
"Ya benar, aku sengaja melakukannya agar pria itu tak berani macam-macam denganku lagi. Kau dari tadi lihat bagaimana cara dia memandangku dan sikapnya benar-benar membuatku muak." Eka mengubah raut wajahnya yang awalnya baik-baik saja sekarang terlihat garang.
"Kau benar, aku juga tak suka pria itu." sahut Eka kali ini membenarkan alasan Lizzy. Dalam hatinya, dia bersyukur Lizzy membeberkan semua sifatnya pada Saga maka pria yang tak tahu malu itu akan berpikir dua kali untuk mendekati Lizzy lagi.
Di sisi lain, Saga berbicara dengan sekertarisnya lewat telepon. "Oh begitu, bagus. Nila, aku punya pekerjaan untukmu tolong kau carikan informasi tentang Lizzy Cetta."