Pintu kantor Lizzy terbuka menampakkan Eka. "Selamat pagi, aku pikir kau belum datang." katanya sambil berjalan menghampiri Lizzy.
Gadis itu hanya membalas dengan senyuman lalu beralih memandang tv yang masih menampilkan Ria. "Aku kasihan dengan wanita itu. Harus dipenjara saat hamil. Ekspektasinya kalau dia akan mendapat keadilan malah berbalik jadi tersangka." Eka melarikan padangannya kepada Lizzy.
"Tapi kalau dipikir-pikir bukankah aneh."
"Aneh apa maksudmu?" Eka memincingkan matanya.
"Tidakkah kau merasa ada sesuatu yang janggal terutama setelah dia menyebut nama Saga Pranaja, klien baru kita. Aku rasa orang yang membuat Ria dipenjara adalah Saga maka sebaiknya kau berhati-hatilah pada Saga." Lizzy tersenyum tipis mendengar penukasan Eka.
"Kalau memang pun Saga yang melakukannya, aku rasa dia bertindak tepat. Saga hanya ingin mengatakan kebenaran bukan hanya dia yang pernah menyentuh Ria dan aku yakin kalau bayi yang dikandung oleh Ria bukanlah milik Saga." bela Lizzy.
"Tapi itu tak menutupi kalau dia pernah menyentuh artis itu. Ah! Keduanya sama-sama buruk." ketus Eka.
"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Lebih baik kau kerjakan saja dokumen-dokumen ini." ujar Lizzy sambil memberikan beberapa dokumen yang tebal. Eka menghela napas dan menerima dokumen tersebut.
"Oh ya, aku lupa bertanya. Akhir pekan ini apa kau punya urusan?" Lizzy diam cukup lama karena membaca sebuah dokumen dan menjawab setelahnya.
"Aku punya urusan yang amat penting, memangnya kenapa?"
"Akan ada pesta yang diadakan untuk karyawan M&A Corp tetapi karena kau memiliki urusan penting maka tak usah." Eka lalu berjalan keluar dari ruangan kerja Lizzy.
Tepat di saat itu, ponsel Lizzy berdering. Tanpa melihat siapa yang menelpon dia mengangkatnya. "Halo. Ya, aku puas sekali dengan pekerjaanmu. Tentu kau akan mendapat bayaran sore ini. Sampai jumpa." telepon lalu ditutup dan Lizzy kembali bekerja.
💟💟💟💟
Saga terperangah menonton konferensi pers Ria. Dia tak percaya wanita gila itu dimasukkan ke penjara karena menyalahgunakan akunnya untuk memposting video mesum bersama dengan beberapa pria.
Kini, beban yang dirasakan oleh Saga menjadi agak ringan. Dia percaya bahwa bayi yang dikandung oleh Ria bukanlah anaknya. Mungkin saja ayah dari janin itu adalah salah satu dari beberapa pria yang berada di video. Saga juga bukan pria yang mengambil keperawanan Ria maka akan ada banyak bukti walau Ria bersikeras tentang anak itu.
Suara pintu yang dibuka kasar membuyarkan pikiran Saga. Dipandangnya wajah merah Ayahnya sendiri dan Saga jelas tahu apa yang diberikan oleh sang Ayah. Sebuah pukulan keras di pipi.
Buagh!
Saga meringis kesakitan dengan pelan. Dia merunduk sambil memegang pipi kirinya yang membiru akibat pukulan keras. "Puas kamu buat Ayah malu?! Dulu sampai sekarang kamu tak pernah berubah. Suka main perempuan dan lihat akibatnya namamu disebut! Saham perusahaan kita anjlok! Itu semua karena kau tak bisa menjaga nama baik Pranaja!?" bentak sang Ayah.
"Ayah, kau salah paham. Apa yang dikatakan oleh wanita itu sama sekali tak benar!"
"Tapi kau memang pernah "bermain" dengan dia bukan?!" potong Ayah Saga yang dilanjutkan membuang napas kasar.
"Kau harus menyelesaikan masalah ini sendiri dan buktikan kalau bayi di dalam kandungan perempuan itu bukanlah bayimu! Jika apa yang dikatakan oleh Ria itu benar, maka kau harus menyiapkan diri untuk menikah dan pergi tanpa membawa uang Ayah sepeser pun." Ayah Saga kemudian berjalan menjauh dari Saga yang berdiri di balik meja kantor.
"L-lalu bagaimana dengan Lisa?" Pria paruh baya berhenti tepat di depan pintu. Kedua mata hitamnya melirik kepada Saga.
"Kau harus menceraikannya. Ayah yakin dia juga tak akan mau mempunyai suami sepertimu!" Saga terdiam. Dia lemas dan mendudukkan dirinya di kursi lelah dengan semua pertengkaran dan benak yang.
"Tuan, apa anda..." Saga mengisyaratkan agar Nila, sekertarisnya agar tak bersuara. Memejamkan mata dan memijit pelipisnya sebentar.
"Apa kau sudah mempunyai data pribadi tentang Lizzy Cetta?" tanya Saga mengalihkan pikirannya agar tak terpaku pada urusan yang dari tadi.
"Belum Tuan tapi ..."
"Cari terus dan aku ingin kau juga mendatangi Ria. Kita harus membuat dia melakukan tes DNA agar aku mengetahui apa bayi itu benar anakku atau tidak."
💟💟💟💟
Sore tiba, wajah Saga yang lebam tampak sekali namun Saga tak mengindahkannya dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartement. Di sana, dia menemukan Lizzy sedang enak makan cemilan dan nonton tv.
"Selamat sore Tu-Tuan, kenapa dengan pipi anda?" tanya Santi kaget melihat pipi Saga yang membiru. Lizzy melirik lalu bergerak menghampiri Saga.
"Bibi ambilkan es." perintahnya yang langsung dituruti oleh Santi. Ujung jemari Lizzy yang tak sengaja menyentuh luka itu menyebabkan rintihan keluar dari mulut si empunya pipi.
"Kenapa kau bisa seperti ini?" Kedua mata Saga meredup. "Ayahku, dia tahu tentang berita itu dan memukulku." Tak membalas, Lizzy menarik Saga untuk duduk di sofa setelah Santi datang. Lizzy tak banyak bicara. Dia sibuk merawat luka Saga dengan memberikan sebuah kompresan es batu dan ditaruhnya pada pipi yang lebam.
Saga mula-mulanya meringis kesakitan, lama kelamaan Saga terbiasa dengan rasa dingin es. Dia terus menatap Lizzy yang memperhatikan lukanya sambil salah satu tangan Lizzy memegang kompresan. Lizzy tahu dan tak tahan dengan pandangan sarat Saga jadi dia memutuskan untuk menghindar.
"Peganglah kompresannya nanti juga lebamnya tak akan terlihat." Salah satu tangan Saga otomatis mengarah kepada kompresan tersebut tapi tangan Lizzy terperangkap dalam genggaman.
"Lepaskan tanganku." perintah Lizzy tak disambut baik. Saga malah mengeratkan cengkraman tangannya pada tangan Lizzy. Lizzy mendengus kesal. Dia tahu Saga melakukan hal tersebut untuk mencari perhatian.
"Saga, aku memperhatikanmu bukan berarti aku sudah lupa akan kejadian kemarin. Aku masih membencimu." Saga tetap tak melepaskan tangannnya. Di wajahnya pun tercetak senyum tipis.
"Lalu apa artinya kau cemburu?" Mata Lizzy membulat. Hasratnya untuk mencerca habis-habisan Saga dibatalkan oleh dirinya sendiri. Pasalnya, Lizzy tak ingin memperburuk hubungan mereka dan dia memutuskan untuk lebih sopan dalam merespon ucapan Saga.
"Cemburu? Kau pasti bercanda, bagaimana bisa aku cemburu kepadamu yang sudah menyakitiku berkali-kali. Kau telah membuatku kebal dan mengajarkanku tentang bagaimana caranya mengeraskan hati." Jawaban Lizzy menghasilkan keterdiaman Saga yang tak bisa memungkiri bahwa jawaban Lizzy benar.
Selama dua tahun membina rumah tangga, Saga tak pernah membahagiakan Lisa. Mungkin itu sebabnya, sifat Lisa berbeda dari yang dulu karena dia mengeraskan hati untuk Saga. Genggaman Saga melonggar. Lizzy dengan cepat menarik tangannya dan bergerak menjauh dari pria itu.
Akhirnya, waktu di apartement habis begitu saja. Tak ada percakapan atau pertengkaran seperti yang dahulu. Saga lebih memikirkan apa yang dia perbuat selama dua tahun sedang Lizzy sibuk dengan dunianya sendiri.
💟💟💟💟
Akhir pekan, kening Lizzy berkedut mendengar perkataan Santi kalau Saga telah pergi menuju kantor. Ini hari sabtu dan Saga masih bekerja. Sungguh tak bisa dipercaya.
"Apa Nyonya punya urusan penting hari ini juga?" Pertanyaan Santi menciptakan konsentrasi Lizzy kepadanya.
"Ya, aku juga. Aku akan mengunjungi teman lama." Santi ber-oh sambil menganggukan kepalanya perlahan. Lizzy menghabiskan sarapan dan mengambil tas kecil yang berada di sofa.
Tak lupa, Lizzy pamit kepada Santi menuju tempat di mana Lizzy bertemu kawan lama.
💟💟💟💟
Saga mengambil udara untuk bernapas dan membuangnya secara perlahan. Dia berusaha santai di ruang kerja. Perusahaan sebenarnya tidak bekerja hari sabtu, tetapi Saga membutuhkan waktu sekaligus memeriksa hasil kerja Nila yang juga hadir.
"Tuan, ini hasil tes DNA yang Tuan butuhkan." Begitu Nila menyodorkan surat tes DNA, Saga mengambil kertas dalam waktu singkat. Dia membaca cepat surat kedokteran yang diakhiri dengan senyuman lebar.
Dugaan Saga benar adanya kalau janin Ria bukanlah miliknya terbukti dengan tes DNA yang mendapat hasil 0.00%. "Bagus sekali Nila." puji Saga. Nila tersenyum dan memberikan lagi sebuah dokumen.
"Ini apa?" tanya Saga dengan menerima dokumen tersebut ragu.
"Biodata Lizzy Cetta."
💟💟💟💟
Bar Derwood menjadi tempat Lizzy untuk bertemu dengan seorang temannya. "Pak Fiko," seorang bartender pria paruh baya menoleh dan tersenyum pada Lizzy.
"Eh ada nak Lizzy, bagaimana kabarnya baik?" tanya Fiko.
"Baik, Pak." jawab Lizzy singkat.
"Tumben kamu mau ke sini, mau ketemu orang ya." Lizzy menggeleng.
"Saya memang sengaja ke sini untuk silaturahmi sama Pak Fiko sekaligus mau minum anggur sudah lama tak minum." Alis Fiko terangkat.
"Benarkah? Tapi Lizzy bukankah kamu tak kuat minum nanti pingsan lagi." Lizzy menyeringai.
"Terkadang butuh pengorbanan yang besar untuk mencapai keinginan."