"Apa maksudmu Lizzy? Bapak tak mengerti." Lizzy menyodorkan sebuah kertas yang berisi nomor telepon. "Kalau aku mabuk berat, hubungi nomor ini. Katakan padanya bahwa istrinya sedang mabuk dan minta dia untuk menjemput."
Fiko agak ragu dengan permintaan Lizzy tetapi dia tak bisa menolak keinginan dari sahabat lama. Dulu, Pak Heru, pelatih bulutangkis untuk tim Lizzy membawa semua anggota di bar tersebut karena Pak Heru hendak berbincang dengan Pak Fiko, pemilik dari Bar Derwood.
Dari situlah Pak Fiko berkenalan dengan semua anak didik Pak Heru termasuk Lizzy. Walau bar tersebut memang khusus untuk dewasa tapi Pak Fiko menerima dengan ramah anak didik Pak Heru.
Setelahnya, Pak Fiko bertemu lagi dengan Lizzy beberapa kali dan sekian lama Lizzy datang kembali untuk berkunjung. Terakhir kali, Lizzy yang minum banyak anggur meracau tak jelas karena mabuk berat tetapi waktu itu Ayah Lizzy datang dan membawa Lizzy pulang.
"Baiklah, tapi Bapak tak mau nanti Lizzy jatuh sakit. Ingat Lizzy kau ini punya penyakit lambung." Lizzy bergumam sebagai jawaban.
💟💟💟💟
Saga segera membuka dokumen dan membaca dengan seksama tanpa satu kata pun terlewat darinya seraya mendengarkan penjelasan dari Nila. "Dia benar memang saudara kembar istri anda dan sama sepertinya juga, Lizzy adalah salah satu atlet bulutangkis tunggal putri.."
Saga membaca hingga dia berhenti di riwayat kesehatan karena melihat suatu yang ganjil. "Dan juga Tuan, Lizzy mempunyai penyakit maag akut yang parah sehingga dia pernah diopname selama beberapa bulan."
Saga mengangkat kepalanya, memandang sangsi pada sang sekertaris. "Apa kau sudah mengeceknya dengan benar?"
"Sudah Tuan saya bahkan ke rumah sakit untuk mendapat informasi ini." balas Nila. Saga tak membalas dan melihat sekali lagi pada biodata Lizzy Cetta.
Bagaimana mungkin sepasang saudara kembar mempunyai riwayat penyakit yang sama? Itu terkesan aneh. "Tuan," Saga menjatuhkan lagi pandangannya kepada Nila yang memanggil.
"Apa kita akan mempublikasi tes DNA ini pada publik atau.."
"Tak usah Nila. Tes DNA ini biarkan kita simpan saja untuk berjaga-jaga. Jika kita mempublikasikannya itu berarti aku membenarkan kalau aku pernah menyentuh Ria dan masalahnya akan semakin memburuk."
"Baik Tuan. Saya mengerti." sahut Nila. Nila memandang kagum pada Saga. Kendati Saga memiliki sifat yang buruk tetapi pemikirannya tak bisa dianggap enteng. Dia mampu berpikir matang-matang sebelum melakukan sesuatu. Jika saja bosnya itu belum menikah, dia mungkin akan mendekati Saga.
Nila lalu keluar dari ruang kerja Saga menyisakan Saga seorang yang sedang berpikir keras dan bekerja menyelesaikan tugasnya yang belum rampung kemarin.
Nyatanya, Saga larut dalam pekerjaan sampai lupa waktu dan jika saja ponselnya tak berbunyi, Saga tak akan tahu apa yang terjadi pada Lizzy. "Halo," ucap Saga.
"Halo." Saga langsung heran, nomor ponsel pribadinya tak pernah dia berikan pada orang asing. Mungkin saja salah sambung, pikir Saga positif.
"Maaf kau.."
"Tolong jangan tutup dulu. Aku ingin mengatakan jika sekarang istrimu sedang mabuk berat dan dia memintaku untuk menelponmu agar kau menjemputnya." Saga sontak berdiri dan mengambil jas untuk dikenakan.
"Tolong berikan alamat anda, saya akan datang membawanya pulang."
💟💟💟💟
Fiko menutup telepon setelah memberikan alamat Bar Derwood kepada Saga. Dia beralih kepada Lizzy yang masih menegak anggur dalam gelasnya hingga tandas.
"Tuangkan anggurnya sekali lagi!" seru Lizzy yang sudah mabuk berat. Fiko menarik dan membuang napas panjang.
"Lizzy, kau sudah mabuk. Bapak tak akan memberikanmu anggur lagi dan juga suamimu akan datang sebentar lagi." Lizzy cegukan tiba-tiba.
"Aku punya suami? Mana mungkin!" Fiko menggeleng-gelengkan kepalanya. Menurut Fiko wajar jika Lizzy mengatakan hal demikian karena orang mabuk biasanya akan meracau tak jelas.
"Pokoknya kau tak boleh tambah lagi!" Lizzy merengut dan meletakkan kepalanya di meja. Tak lama kemudian, seorang pria berjalan masuk dengan langkah cepat.
Kedua matanya memandang ke segala arah mencari seseorang. Tatapannya langsung terpaku pada Lizzy yang dia kira tengah tidur. Dia mendekat dan melihat sebentar pada Lizzy. "Apa kau suaminya?" Saga menoleh kepada Pak Fiko kemudian mengangguk.
"Terima kasih sudah menjaganya." Saga menggoyang pelan bahu Lizzy untuk membuatnya bangun dan benar saja dia terjaga.
"Ayo kita pulang," Lizzy memberontak sekonyong-konyongnya ketika Saga menarik tangan untuk bangkit.
"Pergi! aku tak mau pria brengsek sepertimu datang ke sini!" Teriakan Lizzy menggelegar dan terdengar jelas di telinga semua pengunjung.
"Jangan membuatku malu, ayo pulang." Lizzy masih memberontak tapi tak sekuat seperti yang dari tadi hingga Saga bisa menggendongnya ala brydal style.
"Turunkan aku! Dasar pria mesum!" Kehebohan yang diciptakan oleh Lizzy terus saja menjadi pusat perhatian dari para pengunjung.
"Diam!" balas Saga keras dengan nada marah. Lizzy tak berbicara lagi dan sekarang tanpa diperintah kedua lengannya melingkar di area leher Saga.
Saga tersenyum tipis melihat kepatuhan Lizzy dan melangkah keluar dari bar menuju mobil yang terparkir bersama Pak Tono di dalamnya. Pak Tono lalu membuka pintu mobil dan Saga masuk bersama Lizzy.
Malam semakin larut. Saga akhirnya tiba di apartement Sun and Moon bersama Lizzy dalam gendongan. "Aku membencimu." gumam Lizzy dalam gendongan Saga ketika mereka memasuki lift.
Saga tersenyum pahit mendengar gumaman Lizzy. "Ya kau benar, aku memang pantas untuk dibenci olehmu. Aku membuat banyak kesalahan padamu." kata Saga kepada Lizzy entah gadis itu mendengar atau tidak.
"Karena kesabaranku hilang, aku mengurungmu di kamar yang gelap. Harusnya aku tak melakukan itu hanya karena kau bertindak tak sewajarnya. Maafkan aku." Lizzy tak merespon.
Deru napas Lizzy yang tenang menandakan Lizzy tengah tidur. Saga menghela napas begitu pintu lift terbuka. Dia kembali berjalan masuk ke dalam apartement.
Saga menghembuskan napas lega sesudah dia membaringkan Lizzy di atas ranjang. Dia hendak melepas lengan Lizzy tapi susah sekali. Kedua mata Saga melirik sekilas dan terkejut Lizzy membuka mata dengan pandangan tertuju pada Saga seorang.
Dia sadar atau tidak tetapi yang jelas Saga tergoda dengan pandangan Lizzy. Saga lalu merunduk mengecup lembut bibir Lizzy dan lebih kaget saat Lizzy membalas ciuman tersebut bahkan tak tanggung-tanggung, dia membuka mulutnya agar lidah Saga masuk dan membiarkannya bergulat dengan lidah Lizzy.
Saga diselimuti nafsu yang menggelora karena akses yang diberikan oleh Lizzy padanya. Setelah puas bermain dengan bibir Lizzy, Saga merambat turun mencium jenjang leher Lizzy yang putih. Desahan yang keluar dari Lizzy makin membuncah gairah yang dimiliki Saga.
Deru napas tenang menyadarkan Saga dari kegiatan yang dia lakukan. Pria itu mengangkat kepala dan menemukan Lizzy sudah tertidur pulas lagi. Tak enak mengganggu, Saga mengurungkan niatnya dan melangkah keluar.
Sebelumnya dia memberikan kecupan di pucuk kepala Lizzy sambil mengucapkan selamat tidur.