Lizzy membuka matanya keesokan pagi dan menemukan dia berada di kamar. Pening menyerang membuat Lizzy berdecak tapi semua ini dia lakukan untuk mencari tahu siapa dalang pencekokan obat-obatan kepada Lisa.
Ekor matanya tak sengaja melirik di meja samping. Lizzy memperoleh obat pengar beserta minuman hangat. Mungkin Santi yang menaruhnya dan dengan segera meminum obat tersebut.
Lizzy lalu lekas mengambil headset dan sebuah perekam suara dari balik sakunya. Lagi-lagi semuanya demi sang saudara kembar. Lizzy memang sengaja meminum anggur sangat banyak agar dia mendapat perhatian dari Saga dan membawanya pulang.
Perekam suara itu diputar dan mulailah Lizzy mendengar suaranya yang meracau kepada Fiko. Selang beberapa menit suara Saga terdengar dan Lizzy harus menunggu lama untuk mendapat ungkapan penyesalan Saga.
"Saga bukanlah pelakunya dia hanya memperburuk keadaan Lisa." gumam Lizzy masih tenang tapi setelah itu suara yang kurang enak bagi Lizzy terdengar dari perekam suara.
Bunyi seperti orang yang sedang bercumbu dan waktu telinga Lizzy menangkap suara desahan, dia langsung mengerti dengan apa yang terjadi. Buru-buru dia keluar dari kamar menuju ruang tamu di mana Saga tengah bersantai.
Tidak bicara, Lizzy menghantam pipi Saga dengan buku tebal yang berada di atas meja. Saga kaget dan meringis kesakitan bersamaan. "Dasar pria cabul! Berani-beraninya kau menyentuhku saat aku mabuk!" berang Lizzy.
Tak punya peluang untuk membuka mulut, Saga dihujani pukulan oleh Lizzy bertubi-tubi dengan menggunakan buku tebal. Saga merasa kesal. Lisa yang sekarang tak punya rasa terima kasih dan malah Saga harus menerima tubuhnya diserang oleh Lizzy. Tidakkah dia berpikir jika dia harus berhenti dan mendengar Saga bercerita?
Salah satu tangan Saga berhasil menggapai tangan Lizzy membawa lebih mendekat. Tak cukup sampai di situ, Saga mendudukkan Lizzy kemudian menjatuhkan Lizzy telentang di sofa.
Untuk kedua kalinya Saga menghimpit Lizzy dengan kedua lengannya. "Lepaskan aku!"
"Tidak! Aku akan melepaskanmu setelah kau mendengar penjelasanku!"
"Penjelasan apa?!"
"Penjelasan kalau kau yang menggodaku duluan!" Lizzy berhenti meronta dan memandang bingung.
"Aku menggodamu? Kau mimpi ya! Tak mungkin aku menggoda pria sepertimu." Saga tersenyum mengejek.
"Tapi itulah kenyataannya. Kau tak akan bisa mengingat kejadian itu karena sedang mabuk." Suara batuk tertahan menyadarkan mereka dan menoleh ke asal suara di mana Santi tengah berdiri.
"Maaf karena mengganggu momen Tuan dan Nyonya; saya hanya ingin memberikan kopi ini Tuan." kata Santi seraya meletakkan gelas berisi kopi hangat untuk Saga.
Wajah mereka berdua merah tiba-tiba dan segera mengubah posisi. Lizzy lekas berjalan menuju kamar dan menutup pintu rapat-rapat. Dirinya malu karena dipergoki oleh Santi. Dikarenakan tak mau ke ruang tamu dia menyibukkan diri dengan mencari seorang lagi seseorang yang mencurigakan. Kalau diingat-ingat, fakta tentang Kessi dan Lisa berteman adalah hal yang mencurigakan.
Jadi Lizzy kembali mencari biodata Kessi mudah-mudahan saja dia mendapat petunjuk. Daftar teman dekat Kessi berada di tangannya sekarang. Mungkin saja ada informasi dari mereka jika Lizzy menghubungi mereka satu per satu.
Namun, ada sesuatu yang ganjil. Semua nama teman Kessi yang dicari melalui jejaringan media sosial memiliki nasib yang sama entah itu kebetulan atau tidak tetapi patut dicurigai.
Semua daftar nama teman Kessi tertulis di profil telah meninggal dunia. Walau ada beberapa yang masih hidup tapi kondisi mereka tak cukup baik karena berakhir di rumah sakit. Bisa dibilang daftar yang dimiliki oleh Lizzy adalah daftar orang yang telah meninggal.
Lizzy terus berusaha untuk mencari seseorang dan menemukan satu nama yang bisa dia tanyakan. Nicole Kathrine. Wanita yang lebih tua darinya dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit jiwa.
Rumah sakit jiwa? Lizzy merasa tak enak begitu membaca kalimat tersebut. Walaupun demikian, Lizzy membulatkan tekadnya untuk berbicara dengan Nicole demi menyelesaikan kasus Lisa tuntas.