"Maaf! maksudku apa kau mau membuat kontrak denganku?"
Rayen tampak berpikir sejenak. "Apa untungnya jika aku menyetujuinya?"
Latricia menatap Rayen, serius. "Aku tak bisa bilang apa keuntungan yang akan kau dapat jika menyetujui membuat kontrak denganku."
"Kalau jawabanmu begitu, tentu aku tidak akan mau membuat sebuah kontrak dengan alasan tidak jelas bersama seorang gadis yang bahkan belum satu hari aku mengenalnya."
Latricia tersenyum. "Aku mengerti, Tuan Rayen. Jujur saja saat ini aku benar-benar sangat membutuhkan pertolonganmu, aku tidak mau bersikap munafik jika bilang aku 'tidak akan memanfaatkanmu' karena kontrak dibuat tentu kau harus bersedia untuk aku manfaatkan."
Rayen tersenyum kecil mendengar jawaban yang cukup jujur dari Latricia.
"Tapi, aku tidak akan memaksamu karena memang itu hakmu. Sekali lagi aku bertanya, maukah kau membuat kontrak denganku, Tuan Rayen?"
"Baiklah, aku terima. Sekarang aku bertanya, katamu kau membutuhkan pertolonganku. Pertolongan dari apa?" tanya Rayen, melipat kedua tangannya didepan dada.
"Pertolongan dari percobaan pembunuhan oleh tunanganku."
Rayen sedikit terkejut mendengarnya. "Maksudmu tunanganku mencoba membunuhmu? bagaimana mungkin?"
"Jika aku menjawab jujur tentang bagaimana aku tau soal percobaan pembunuhan itu, tentu aku tidak akan bilang. Karena jika aku mengatakannya kepadamu, tentu kau pasti tidak akan percaya. Jadi, kukatakan saja bahwa aku memang tau bahwa tunanganku akan membunuhku."
"Jadi, kau ingin aku agar berpura-pura menjadi tunanganmu yang baru sebelum kau menikah?"
"Bingo. Aku tahu kau cepat mengerti apa maksudku, Tuan Rayen. Apa kau bisa menolongku?" ucap Latricia. "Omong-omong kontrak ini tidak akan berlangsung lama hanya butuh sekitar 5 bulan saja."
"Baiklah, aku terima kontrak ini."
Latricia melirik keluar jendela, sudah mulai gelap. "Sepertinya aku harus segera kembali ke rumah hari sudah mulai gelap, aku takut membuat Ibuku khawatir. Omong-omong, terimakasih untuk hari ini, Tuan Rayen. Kita akan membahas lebih lanjut tentang kontrak yang kita buat, besok." Latricia mencoba untuk beranjak dari duduknya secara perlahan, sebenarnya pergelangan kakinya masih cukup sakit dan membuatnya sedikit susah untuk berdiri ataupun berjalan.
"Biarkan aku mengantarmu."
Latricia sontak menoleh, sontak ikut membalikkan badannya membuat keseimbangannya runtuh. Latricia menutup matanya dikala ia mengira akan jatuh dan membuat pergelangan kakinya makin membengkak, tetapi sekarang ia tak merasakan apapun dan membuatnya membuka kelopak matanya perlahan. "T-tuan Rayen?"
"Tidak usah menolak. Apa kau ingin membuat kakimu bengkak lagi? dan kupastikan besok kau tidak bisa berjalan ataupun sekedar untuk duduk di ranjangmu."
Lagi-lagi ucapan pedas nan tajam dari mulut Rayen keluar begitu saja, membuat Latricia sedikit tak habis pikir dan sedikit merasa kesal. Sifat baru seorang Rayen Maynard, keras kepala.
"Aku akan mengantarmu sekarang, kau bisa memegang bahuku agar tidak jatuh."
"B-baiklah, maaf merepotkanmu, Tuan Rayen." Lagi-lagi pipi Latricia merona kesekian kalinya.
"Berhenti memanggilku Tuan Rayen, aku risih mendengarnya. Ingat aku adalah 'tunanganmu' yang baru."
"H-hey! Bagaimana bisa kau mengatakan hal seperti itu dengan begitu mudah, Tuan Rayen!"
"Tadi kau memanggilku siapa?"
"Tuan Rayโ maaf, maksudku Rayen."
"Gadis pintar." Rayen tersenyum kecil, sangat kecil. Bahkan Latricia sendiri mungkin tidak dapat melihatnya.
Latricia mendengus. "Menyebalkan."
โข โข โข
"Ibu! Tricia ada dimana? kenapa sampai sekarang ia belum juga pulang ke rumah?" Elliot panik setengah mati, ia pun kini tengah berjalan bolak-balik.
"Ibu juga tidak tahu, Elliot. Tadi Tricia bilang ia hanya ingin berjalan sebentar, lalu juga ia bilang tidak akan berlama-lama dan berjanji akan pulang cepat sebelum hari mulai gelap."
"Apa aku harus mencarinya, Bu?" sahut Edmund yang tiba-tiba saja muncul dari belakang Elliot.
"Jika kau ingin mencarinya, maka aku juga akan ikut, Ed." Elliot menepuk pundak Edmund pelan.
๐๐ค๐ ! ๐๐ค๐ ! ๐๐ค๐ ! ยน
Seseorang mengetuk pintu, membuat mereka bertiga menoleh secara bersamaan. Dengan langkah cepat Elliot membuka pintu dan mendapati Latricia yang tengah digendong oleh Rayen itu.
Latricia tersenyum canggung. "Selamat malam, Ibu, Kak."
"Tricia darimana saja kau hampir seharian ini? dan lagi, siapa lelaki ini?" Elliot menatap Rayen sinis.
"Maafkan aku, Kak. Aku hanya berjalan-jalan sungguh, tadi aku terjatuh dan dia membantuku. Omong-omong perkenalkan ini Rayen Maynard anak dari Duke Maynard, dia adalah kekasihku." Rayen hanya bisa tersenyum setelah mendengar ucapan Latricia itu.
Mendengar penuturan Latricia tentu membuat mereka terkejut, terutama kedua Kakak laki-laki Latricia. Karena sang Adik tak pernah cerita bahwa ia memiliki seorang kekasih dan lagi, kekasihnya anak dari seorang Duke. Jabatan seorang Duke bukanlah jabatan biasa, seorang Duke ialah seorang yang diakui oleh Kaisar ataupun Raja.
"Ibu, Kakak, bisakah kalian membiarkan kami masuk. Aku takut Rayen kelelahan, apalagi perjalan dari rumahnya ke sini cukup jauh."
"Ah, iya. Silakan masuk, Rayen," jawab LareishaโIbu.
"Latricia biar Kakak saja yang membawamu masuk," ucap Elliot.
"Ini tidak masalah bagiku, biarkan aku saja yang membawanya." Rayen tersenyum kaku menatap Elliot.
"Elliot, sudahlah. Biarkan dia saja yang membawa Tricia masuk," sahut Edmund menepuk pundak Elliot pelan. Elliot menghela napas lalu menganggukkan kepalanya.
โข โข โข
"Jadi, sudah berapa lama kalian menjadi pasangan kekasih? dan Tricia kenapa kamu belum menceritakannya kepada kami?" ujar Lareisha menatap Latricia dan Rayen penuh tanda tanya.
Latricia dan Rayen pun saling menatap satu sama lain. Mereka sibuk saling menatap bukan karena ingin, tetapi mereka kini sedang mencoba untuk berkomunikasi lewat tatapan mata.
"Sebenarnya kami belum lama menjadi sepasang kekasih, saat itu benar-benar keberuntungan untukku bisa bertemu dengan Putri anda, Nyonya Lareisha," ucap Rayen merangkul Latricia. Lareisha yang mendengar ucapan Rayen itu, tersenyum lembut.
Edmund dan Elliot yang kini sedang mengintip dibalik pintu itu pun benar-benar tak habis pikir dengan ucapan Rayen, terutama Elliot yang merasa sangat kesal dan sedih bersamaan karena tahu bahwa Adik perempuan kesayangannya sudah memiliki seseorang yang mendampinginya sekarang.
Sedangkan Edmund hanya menghela napas panjang melihat sikap Elliot yang sangat kekanak-kanakkan itu, sebenarnya Edmund juga sama seperti Elliot hanya saja ia lebih ke merasa sangat gelisah, ia hanya takut jika Rayen bukanlah seorang lelaki yang baik untuk Latricia. Karena, mereka berdua adalah Kakak laki-laki yang sangat menyayangi Adik perempuannya itu.
Latricia benar-benar tidak menyangka jika Rayen akan berbicara seperti itu, sampai-sampai jantungnya pun berdetak cepat. Hari ini sudah berapa kali Latricia merasa seperti, tentu itu semua karena perilaku dan ucapan Rayen.
Tak mungkinkan jika Latricia jatuh cinta kepada Rayen? karena secara faktanya, mereka barulah bertemu hari ini dan Latricia tidak percaya hal tentang 'cinta pandangan pertama' itu seperti lelucon baginya.
"Sepertinya aku harus segera kembali karena ini sudah sangat larut. Terimakasih atas tehnya, Nyonya Lareisha." Rayen beranjak, kemudian ia menoleh menatap Latricia. "Sampai jumpa besok."
Baru saja Rayen ingin melangkahkan kakinya untuk keluar, namun bajunya ditarik pelan oleh Latricia. Sontak itu membuat Rayen menoleh dan menatap Latricia penuh tanda tanya.
"A-aku juga ingin mengantarmu pulang," ucap Latricia pelan, gadis itu sama sekali tak menatap mata Rayen ketika berbicara, pandangannya menatap ke bawah ingin menutupi pipinya yang merona itu.
๐๐ง๐ต, ๐ฌ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ฑ๐ข ๐ช๐ข ๐ต๐ฆ๐ณ๐ญ๐ช๐ฉ๐ข๐ต ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐จ๐ฆ๐ฎ๐ข๐ด๐ฌ๐ข๐ฏยฒ, batin Rayen.
"Baiklah, kemari berikan tanganmu."
Latricia mendongakkan kepalanya. "Untuk apa?"
Rayen menarik pelan tangan Latricia. "Ayo, berdirilah perlahan. Pegang tanganku dengan erat, jika masih sedikit sakit. Sebaiknya kau tidak usah mengantarku dan duduk saja disini atau kau mau aku menggendongmu 'lagi'?"
"T-tidak! Aku akan memegang tanganmu dengan erat, ayo."
Lareisha yang sedari tadi melihat pemandangan romantis antara Latricia dan Rayen hanya bisa tersenyum lembut, ia merasa senang dan sedikit lega karena putri kesayangannya menemukan seorang lelaki yang baik.
"Jalanlah perlahan."
"Tricia, kenapa kau tidak duduk saja? biar Kami yang mengantar Rayen ke depan," ujar Elliot, khawatir.
"Tak apa, Kak. Aku juga ingin mengantarkan Rayen ke depan, bolehkan?" tanya Latricia menatap Elliot dengan tatapan memelas, membuat Elliot mau tak mau mengijinkannya.
"B-baiklah, tapi berjanjilah setelah Rayen pergi kau harus segera istirahat di kamarmu," lanjut Elliot.
Latricia mengangguk. "Baik, Kak!"
"Tricia, aku pulang dulu. Ingat pesan Kakak laki-lakimu, untuk langsung istirahat setelah aku pergi. Besok aku akan menjemputmu. Selamat malam, Tuan Putriku," ujar Elliot mengecup kening Latricia, tak lupa ia berpamitan kepada Lareisha, Elliot, dan juga Edmund.
Setelah kereta kuda milik Rayen pergi, lantas mereka masuk kembali ke rumah.
"Tricia, ayo masuk. Angin malam semakin dingin, nanti kamu akan sakit," ujar Lareisha.
"Iya, ayo masuk ke rumah, Tricia. Kau tadi sudah berjanji akan langsung istirahat di kamar setelah Rayen pergi," sahut Elliot menepuk pelan puncak kepala Latricia.
"Kak Edmund, bisakah kau menggendongku ke kamar?" Latricia berbicara dengan nada memelas. Tentu, mendengar permintaan Adiknya itu, Edmund langsung menggendong Latricia.
"Hey, Ed! Kau curang!" kesal Elliot menyusul Edmund dan Latricia.