Chereads / My Beauty Slave / Chapter 6 - Ciuman Pertama

Chapter 6 - Ciuman Pertama

Maudy melepaskan semua atribut masa lalu dan berubah menjadi wanita dari keluarga miskin tapi alim dan baik. Laki-laki tua yang masih enggan memberi tahu jatidirinya berhasil mengubah Maudy demi memuluskan rencana besarnya.

"Mulai detik ini Bianca Rose sudah mati. Saya sudah menghapus semua masa lalu kamu dan membuat jati diri baru." Laki-laki tua itu mengeluarkan sebuah amplop berisi KTP, akta lahir, dan apa pun yang dibutuhkan Maudy untuk menjadi pribadi baru agar jauh dari bayang-bayang Bianca Rose. Ardan bukan laki-laki bodoh dan ia pasti akan menyelidiki siapa Maudy dan apa masa lalunya.

"Jatidiri baru?" tanya Maudy sambil mengeluarkan semua isi amplop dan melihat nama belakangnya berubah.

"Tentu saja, Ardan bukan laki-laki bodoh. Saya yakin dia akan mengutus tangan kanannya untuk memeriksa semua jatidiri kamu, apa tujuan kamu mendekatinya, dan berasal dari mana kamu. Andai dia tahu kamu dulunya adalah pelacur bisa dipastikan rencana kita akan gagal total," balas laki-laki tua itu dengan yakin. Maudy menyimpan semua dokumen itu di dalam tasnya dan mulai menghafal apa yang perlu dihafal dan jika nanti Ardan bertanya ia tidak kagok atau pun lupa.

"Kapan saya harus bertemu dia?" tanya Maudy lagi.

"Sekarang, gerakan cepat akan membuat rencana kita berjalan lancar."

Maudy menghela napas dan mengikuti semua keinginan laki-laki tua yang semakin lama semakin mengintimidasinya dengan perintah yang tidak bisa ditolak dan dibantah. Maudy meninggalkan apartemennya dengan harapan semua rencana ini berjalan dengan baik sesuai keinginan laki-laki tua yang membayarnya dengan sangat mahal.

Derak sepatu bertumit kecil milik Maudy terdengar jelas saat ia melewati lorong kecil hotel tempat pertemuannya dengan Ardan. Kesunyian membuat bulu kuduk Maudy berdiri. Seharusnya pertemuan seperti ini sudah biasa ia lakukan saat masih menjadi Bianca Rose tapi entah kenapa pertemuan kali ini tidak saja membuatnya gugup tapi juga takut. Maudy mengarahkan jarinya ke bell dan menekannya dengan tangan bergetar.

Napasnya tercekat.

Jantungnya berdetak tak karuan.

Peluh membasahi seluruh wajahnya.

"Tenang dan relaks Maudy. Semua akan baik-baik saja," ujarnya dalam hati agar hati dan pikirannya bisa tenang.

"Masuk," suara berat khas laki-laki terdengar dari dalam kamar. Maudy yakin itu suara Ardan. Maudy mencoba menyunggingkan senyum agar Ardan tidak curiga atau melihat ketakutan di wajahnya. Sebelum masuk Maudy terlebih dahulu merapikan dandanan serta memoleskan lagi lipstick berwarna soft di bibirnya.

Setelah rapi Maudy langsung masuk sesuai perintah Ardan tadi. Suasana kamar sangat gelap, hanya cahaya dari televisi sedikit menerangi kamar VVIPyang dipesan Ardan. Maudy masuk lalu menutup pintu.

"Maaf, saya Maudy dan kedatangan saya ke sini untuk bertemu dan berkenalan dengan Mas Ardan," ujar Maudy saat melihat Ardan sedang membelakanginya sambil menatap pemandangan luar melalui jendela kamar. Ardan lalu memutar tubuhnya dan melihat ke arah Maudy sambil menilai wanita yang akan dijodohkan dengan dirinya.

Kondisi kamar yang gelap membuat Ardan tidak terlalu jelas melihat bagaimana bentuk dan rupa calon istrinya. Ia hanya bisa melihat siluet tubuh wanita yang terlihat sempurna. Ardan lalu mendekati Maudy.

"Ibu pintar mencari wanita. Wajahnya sangat cantik dan ayu. Pakaiannya juga lumayan matching dengan polesan makeup di wajahnya. Aku harus menguji wanita ini, apakah dia masih mau menikah dengan laki-laki bejat seperti aku?"

"Ternyata ibu saya pintar mencari perempuan. Ah, bukan ibu tapi paman saya. Ibu bilang beliaulah orang yang paling semangat mencari calon istri untuk saya," ujar Ardan itu to the point. Maudy mencoba mengeluarkan senyum khas yang menjadi andalannya.

"Oh ternyata laki-laki tua itu pamannya. Andai dia tahu betapa jahatnya laki-laki tua itu …." ujar Maudy dalam hati.

"Mas Ardan juga sesuai dengan deskripsi yang diberikan mak comblang. Masih muda, tampan, dan berwibawa," balas Maudy dengan penuh keyakinan. Ardan tertawa lalu berjalan menuju meja yang sudah terhidang beberapa minuman keras. Ardan menuangkan whisky ke dalam dua gelas lalu memberikannya kepada Maudy. Maudy menolak dan mengambil sebotol air mineral.

"Wanita ini sangat menarik, tapi entah kenapa aku merasa pernah melihat wanita ini tapi di mana?"

"Oh, kamu tidak minum minuman beralkohol?" tanya Ardan. Maudy mengangguk lalu meneguk sampai habis air mineral yang diambilnya tadi, "Saya suka wanita seperti kamu, tegas, berani, dan tidak takut saat berbincang dengan saya."

"Kenapa saya harus takut, Mas? Sebagai manusia bukankah lebih baik takut kepada sang pencipta? Tuhan misalnya," balas Maudy.

"Hahahaha, Tuhan? Baiklah kita sudahi basa-basi busuk ini. Sesuai dengan permintaan saya saat menyetujui perjodohan konyol ini, saya akan memberi tahu apa yang harus kamu lakukan jika ingin menikah dengan saya." Maudy kaget mendengar perkataan Ardan. Apakah Ardan akan menyentuhnya? Atau buruknya Ardan akan memerkosanya?

"Apa yang harus saya lakukan, Mas." Ardan lalu duduk sambil menatap panjang ke arah Maudy. Ia meneguk sampai habis dua gelas whisky tadi dan menilai sekali lagi wanita yang akan menjadi istrinya.

"Bukan Mas, tapi Tuan. Mulai sekarang jika kita sedang berdua panggil saya, Tuan."

"Maksudnya?"

"Saya menikah bukan untuk mencari istri, tapi mencari budak. Saya Tuan dan kamu budak. Kamu tahukan apa saja pekerjaan budak? Melayani tuannya."

"Laki-laki ini tidak saja kejam tapi juga gila! Aku tidak akan melanjutkan permainan ini, tapi keselamatan ibu dan Nimas …." Maudy menggelengkan kepalanya. Rencana baru dijalankan dan menolak sekarang berarti keselamatan keluarganya menjadi taruhan.

"Tuan dan budak? Permainan ini sangat konyol, Mas." Maudy tertawa sinis dan meletakkan botol minuman yang dipegangnya ke atas meja di depan Ardan.

Ardan tertawa sinis, "Sebentar lagi aku yakin wanita ini akan menolak perjodohan ini. Di dunia ini tidak ada wanita yang mau dijadikan budak, hanya ibu kandungku satu-satunya wanita bodoh di dunia ini," maki Ardan dalam hati.

"Tapi saya suka permainan menantang. Saya terima tawaran Tuan. Mulai sekarang saya akan menjadi budak dan akan menuruti semua keinginan Tuan." Maudy menjulurkan tangannya. Ardan sedikit kaget melihat keberanian Maudy dan egonya yang besar membuat Ardan menerima uluran tangan Maudy.

"Deal … mulai sekarang kamu calon istri dan juga budak saya. Hal pertama yang perlu kamu lakukan bersihkan sepatu saya sampai bersih tanpa noda." Ardan menjulurkan kakinya. Maudy membuang napas dan melakukan apa yang diperintahkan Ardan.

"Sabar Maudy, laki-laki ini sengaja melakukan ini agar kamu menolak perjodohan ini."

Sekar tertawa lepas ketika Pasha menceritakan masa lalunya saat masih menjadi murid kuper dan kutu buku. Sekar tidak menyela atau pun menghentikan Pasha bercerita meski hari semakin larut. Semua pelayan dan koki-koki lain sudah pulang dan kini mereka habiskan waktu senggang dengan saling bercerita tentang masa lalu masing-masing sambil menikmati bintang di langit luas.

"Hahaha Mas lucu banget sih masa nggak pernah pacaran saat SMA. Ah, aku nggak percaya."

"Serius, Mas nggak pernah pacaran. Mas itu kuper dan lugu, tahunya belajar dan belajar. Semua berubah saat Mas kembali ke Jakarta tiga tahun yang lalu. Untuk pertama kalinya Mas jatuh cinta dan bodohnya panah cinta jatuh ke wanita yang salah. Yupsss, wanita itu tidak akan pernah bisa Mas miliki sampai kapanpun."

Sekar melihat wajah sedih Pasha saat menceritakan cinta pertamanya. Rasa ingin tahu membuat Sekar bertanya sekali lagi.

"Kenapa Mas menyerah jika mencintainya?" tanya Sekar.

Pasha tertawa walau terdengar miris, "Dia membuat banteng pemisah di antara kami. Dia pelacur dan itu menjadi senjata untuk menolak Mas untuk masuk ke dalam hidupnya, hahahaha miris bukan? Sekalinya jatuh cinta malah ke wanita yang tubuhnya sudah terjamah banyak laki-laki." Sekar kaget luar biasa tapi ia mengakui keberanian Pasha menceritakan siapa wanita itu.

"Mas pernah tidur dengan wanita itu?" tanya Sekar malu-malu.

"Tentu saja, hanya sekali tapi sanggup membuat Mas bertekuk lutut dan ingin memilikinya tapi seperti yang Mas bilang tadi. Dia membuat banteng tinggi menggunakan statusnya untuk menolak Mas."

"Mas sangat mencintainya, ya?"

"Dulu." Jawaban Pasha terdengar mengambang. Sekar pun berpikir masihkah ada tempat di hati Pasha untuk dirinya, "Tapi sekarang semua hanya masa lalu." Pasha menatap mata Sekar dan melihat ada kesedihan saat ia berkata jujur. Entah kenapa Pasha bisa menceritakan isi hatinya, tapi bukankah Sekar berhak tahu siapa dirinya.

"Oh."

"Kamu terdengar lega saat Mas mengatakan itu," goda Pasha. Wajah Sekar langsung memerah dan ia membuang wajah agar Pasha tidak melihat dirinya salah tingkah.

"Ah nggak kok. Aku hanya kagum mendengar keberanian Mas menceritakan semua masa lalu tanpa berusaha menutupinya," jawab Sekar. Pasha memegang dagu Sekar dan kini posisi mereka saling memandang. Pasha menarik pinggang Sekar untuk mendekatinya dan dibalas Sekar dengan kedipan mata berulang kali.

"Ma … Mas mau apa?" tanya Sekar dengan gugup.

"Maukah kamu membantu Mas melupakan wanita itu?" tanya Pasha lagi.

"Hah, maksud Mas?"

"Mas ingin membuang masa lalu dengan membuka hati untuk wanita lain. Maukah kamu masuk dan mengisi hati yang kosong ini?" tanya Pasha lagi. Sekar semakin mengedipkan matanya berulang kali untuk meyakinkan dirinya jika apa yang didengarnya barusan adalah benar.

"Mas serius? Tapi kita baru kenal dan dekat. Mas belum mengenal aku." Sekar balik bertanya, Pasha melepaskan pegangannya dan tertawa lepas.

"Kamu lucu, bukankah selama ini kita jalan dan pulang selalu sama-sama bahkan di waktu senggang pun kita habiskan bersama-sama. Mas sudah menceritakan semua masa lalu Mas dan itu bukankah sudah cukup?"

"Iya sih, tapi Mas serius?"

Pasha mengangguk dan mengagumi kepolosan Sekar. Bagi Pasha ini satu-satunya cara melupakan Maudy yang hilang entah ke mana. Membuka hatinya lagi untuk wanita lain dan Sekar satu-satunya wanita yang bisa membuatnya kembali tersenyum.

"Boleh Mas cium kamu?"

Lagi-lagi Sekar mengedipkan matanya berulang kali saat mendengar pertanyaan Pasha. Ia pun mengangguk dan menutup mata saking malunya. Pasha kembali menarik tangan Sekar dan mulai mencium bibir Sekar dengan lembut.