"Tuan salah orang, permisi." Sekar mencoba sekali untuk menghindar dari intimidasi Ardan. Saat Sekar ingin melewatinya Ardan dengan cepat menahan tangan Sekar dan mencengkramnya dengan erat bahkan cenderung kasar.
"Sakit Tuan, tolong lepaskan tangan saya," ujar Sekar mencoba lepas dari pegangan Ardan. Ardan menyunggingkan senyum jahatnya dan menarik Sekar menuju tempat yang lebih sepi agar ia bisa melepaskan sakit hatinya yang dulu belum terbalaskan.
"Tuan mau apa?" teriak Sekar dengan wajah panik. Sekar merasa takut memikirkan apa yang akan dilakukan Ardan pada dirinya. Tas tangan Sekar jatuh ke lantai dan Ardan sengaja menendang tas itu sejauh mungkin agar Sekar tidak bisa meminta pertolongan siapa pun hari ini.
Ardan berhenti menarik Sekar saat mereka berdua berdiri di depan pintu gudang restoran. Ardan melepaskan pegangannya lalu memegang dagu Sekar. Sekar melihat tatapan mata Ardan yang seperti ingin membunuhnya.
"Ini hukuman karena berani menendang kaki saya. Wanita seperti kamu lebih pantas berada di gudang, bukan di mall mewah!" Ardan mendorong tubuh Sekar ke dalam gudang gelap dan bau lalu menguncinya dari luar. Ardan lalu membersihkan tangan serta jas yang dipakainya. Dendamnya kepada Sekar akhirnya terbalaskan dan rasa kesal setiap membayangkan kejadian di depan mall beberapa hari yang lalu akhirnya hilang dari hatinya.
Sekar mulai ketakutan dan mencoba meminta maaf sekali lagi. Ia menggedor-gedor pintu gudang agar Ardan mengeluarkannya.
"Tuan saya minta maaf," teriak Sekar dengan suara mulai serak. Sekar tak berhenti mengedor walau tidak ada jawaban dari luar. Sekar marah dan tidak terima diperlakukan seperti ini walau pelakunya adalah anak dari atasannya sendiri. Ia berniat akan membuat perhitungan meski nantinya ia akan dipecat Ibu Marinka.
"Mas Pasha." Hanya Pasha satu-satunya harapan Sekar untuk bisa keluar dari neraka yang diciptakan Ardan untuknya. Sekar mencoba menyimpan tenaganya dengan berhenti teriak dan memilih duduk di depan pintu gudang sambil merapatkan kedua kakinya. Sekar membenamkan wajahnya di antara kedua kakinya itu. Airmatanya akhirnya jatuh tanpa ia sadari setelah mendapat perlakuan tidak manusiawi dari laki-laki arogan seperti Ardan. Rasa kesal dan amarah membuatnya semakin tidak menyukai Ardan yang arogan, kejam, dan tanpa perasaan.
"Cukup sekali ini aku berurusan dengan laki-laki jahat itu," ujarnya pelan sambil menghapus airmatanya. Airmata akan membuatnya terlihat lemah di depan Ardan dan Sekar ingin tunjukkan di depan Ardan walau ia miskin dan lemah tapi tidak boleh ada satu orang pun berhak memperlakukan dirinya seperti ini.
Pasha bolak balik menunggu kedatangan Sekar yang tak kunjung menunjukkan batang hidungnya di depan dapur. Beberapa kali ia mencoba menghubungi ponsel Sekar tapi tidak ada jawaban.
"Jangan bilang dia nyasar lagi." Itu yang ditakutkan Pasha sejak menjalin hubungan dengan Sekar. Sekar lumayan baru di kota ini dan belum terlalu hafal jalan. Pasha melepaskan apron yang melekat di badannya dan ingin menyusul Sekar. Pesta pertunangan sebentar lagi akan dimulai dan ada beberapa menu membutuhkan bahan makanan yang ada di daftar belanjaan Sekar.
Saat melewati ruang VVIP tanpa sengaja mata Pasha melihat dua wanita sedang berbincang dengan wajah tegang. Satu wanita tidak dikenalnya sedangkan wanita satunya lagi sangat ia kenal dan sudah beberapa waktu ini tidak dilihatnya. Wanita yang masih mengisi hatinya walau Sekar kini berstatus kekasihnya. Pasha mematung di tempatnya berdiri dengan mata tidak sedetik pun berhenti memandang Maudy yang terlihat cantik dengan gaun rancangan ternama. Ditambah polesan makeup yang tidak terlalu mencolok semakin menambah kecantikan Maudy di mata Pasha.
"Mbak serius mau menikah dengan Mas Ardan?" Pasha langsung shock mendengar pertanyaan wanita yang sangat mirip dengan Maudy itu, dan entah kenapa emosi dan amarah langsung muncul di hati Pasha.
"Mbak serius. Lagipula bukankah kita sudah pernah membahasnya. Kenapa kamu bahas lagi? Mbak nggak suka kalau kita selalu membahas masalah yang sama setiap hari. Sebentar lagi Mbak akan tunangan dengan Mas Ardan dan Mbak nggak mau kamu bahas-bahas ini lagi. Jadi lebih baik kamu masuk dan temani Ibu," jawaban Maudy semakin menambah bara di api yang sudah membakar hati Pasha.
Nimas membuang napasnya dan meninggalkan Maudy sendirian. Nimas merasa kakaknya sedang menutupi sesuatu dan ia sedikit tidak suka melihat kakaknya menikah dengan Ardan demi uang atau alasan apa pun.
Setelah Nimas pergi Maudy pun ingin menyusul tapi langkahnya terhenti saat tangannya dipegang Pasha. Maudy kaget melihat Pasha di restoran milik Ibu Marinka dan melihat pakaian yang dikenakan Pasha. Maudy langsung menggigil ketakutan. Ia melirik ke kiri dan ke kanan agar tidak ada yang melihat kebersamaan mereka terutama Ardan. Semua rencananya akan berantakan jika Ardan melihatnya sedang berbincang dengan laki-laki asing.
"Aku bisa jelaskan," ujar Maudy sambil menarik Pasha menjauh dari ruang VVIP. Pasha awalnya diam dan ingin tahu apa yang sedang direncanakan Maudy. Maudy dan Pasha berdiri di depan pintu gudang, sekali lagi Maudy mencoba memastikan tidak ada orang yang mendengar perbincangan mereka.
Maudy membuang napas sambil memegang tangan Pasha. "Aku bisa jelaskan," ujar Maudy sepelan mungkin. Sekar mengangkat wajahnya setelah mendengar suara bisik-bisik di balik pintu. Sekar mencoba mendekatkan telinganya di daun pintu dan Sekar tertawa penuh syukur setelah yakin memang ada orang sedang bicara di luar gudang.
"Aku bisa jelaskan, Pasha."
Sekar yang ingin mengetuk pintu agar orang yang ada di luar membuka pintunya langsung mengurungkan niatnya saat mendengar nama Pasha. Sekar semakin mendekatkan telinganya di daun pintu.
"Nggak ada yang perlu dijelaskan Maudy ah tidak Bianca Rose," sindir Pasha.
Sekar menutup mulutnya. Maudy? Bianca Rose? Ia memang tidak tahu wajah wanita yang menjadi cinta pertama Pasha tapi ia tahu namanya. Bianca Rose pernah terucap dari mulut Pasha saat laki-laki itu tidur di dekatnya.
"Jangan pernah ungkit nama itu lagi. Bianca Rose sudah mati! Aku mohon," pinta Maudy dengan wajah mengiba. Pasha tertawa sinis.
"Kenapa? Kamu takut tunangan kamu tahu kalo ternyata wanita yang akan dinikahinya ini ternyata bekas pelacur kelas atas?" sindir Pasha semakin tajam. Sekar menutup mulutnya saat sadar Maudy atau Bianca Rose adalah orang yang sama dengan Maudy teman satu kos yang sudah dianggapnya kakak. Suara mereka sangat mirip dan nama pun juga mirip. Hanya saja Sekar tidak tahu kalau profesi Maudy adalah pelacur.
"Iya, laki-laki itu tidak boleh tahu! Jika tidak semua rencanaku bisa gagal!" Maudy akhirnya tidak tahan dan memberi tahu Pasha. Pasha langsung kaget dan melepaskan pegangannya. Maudy menghapus airmatanya dan menatap Pasha dengan tatapan mengiba. Tatapan yang langsung membuat Pasha luluh dan semakin sulit menghapus cintanya walau Maudy berulang kali menyakitinya.
"Tiga tahun … hanya tiga tahun. Setelah itu aku akan meninggalkan laki-laki itu setelah semua rencanaku berhasil."
"Demi apa? Uang atau kepuasan batin?" tanya Pasha.
"Uang, semua ini demi uang. Aku dijadikan umpan untuk merengguk semua harta milik laki-laki itu dengan menggunakan tubuh ini."
Sekar meneteskan airmatanya mendengar rencana Maudy. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Maudy rela menjual dirinya demi uang.
"Kenapa kamu tidak lari, kenapa kamu mau saja menjadi boneka dan kenapa kamu tidak meminta bantuanku. Aku selalu ada jika kamu membutuhkan bantuan. Aku …." Pasha memegang tangan Maudy sekali lagi.
"Aku nggak mau mengganggu hidup kamu lagi."
"Aku rela diganggu. Maudy … aku tahu ini mungkin ide gila tapi sebaiknya kita akhiri saja sampai di sini. Aku bisa membantu kamu dan kita bisa mulai dari awal," ujar Pasha mencoba meyakinkan Maudy. Airmata Sekar kembali jatuh saat mendengar perbincangan Pasha dan Maudy. Hatinya hancur saat mengetahui Pasha tidak pernah pernah mencintainya dan hanya menganggapnya sebagai pelarian.
"Aku nggak bisa. Banyak pihak yang akan menjadi korban jika aku bersikap egois. Adik dan ibuku. Mereka akan terkena imbas jika aku lari dari rencana gila ini. Maaf Pasha sebaiknya perbincangan ini kita akhiri, selamat tinggal dan semoga kita tidak pernah bertemu lagi." Maudy meninggalkan Pasha dan kembali ke acara pertunangannya.
Tawaran Pasha tadi sempat menggoyahkan hatinya, tapi Maudy tidak mau bersikap egois dan mengorbankan banyak pihak untuk kebahagiaannya sendiri. Maudy sudah terlanjur masuk ke dalam permainan yang dirancang Tuan Felix dan sulit untuk keluar apa pun caranya.
Pasha menatap kepergian Maudy lalu Pasha mengeram kesal. Amarah yang tadinya sudah menghilang tiba-tiba muncul lagi. Pasha lalu masuk ke dalam ruang penyimpan alkohol dan mengambil beberapa botol untuk menghilangkan amarah yang telah membakar hatinya. Pasha meneguk semua minuman itu sampai tak tersisa, ia mengutuk dirinya sendiri yang terlalu bodoh mencintai wanita seperti Maudy.
"Shit! Aku melupakan Sekar dan dengan bodohnya malah mabuk-mabukan di sini," gerutu Pasha sambil jalan dengan terhuyung-huyung akibat pengaruh alkohol yang diminumnya.
Sekar mencoba sekali lagi mengedor pintu gudang dan berharap ada seseorang yang bisa mengeluarkannya dari neraka ini. Sekar ingin keluar dan menenangkan diri setelah mengetahui ternyata Pasha masih mencintai wanita lain dan hanya menganggapnya sebagai pelarian dan Sekar memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Pasha kalau berhasil keluar dari gudang ini.
"Tolonggggggggg! Siapapun yang di luar saya. Tolongggggg! Saya dikurung di sini!" teriak Sekar dengan sisa tenaga yang ada. Perutnya mulai keroncongan dan perih. Tenggorokannya kering dan tenaganya benar-benar sudah habis.
Teriakan tadi jadi sia-sia saat musik dari ruang VVIP juga bergema dengan keras. Sekar kembali luruh di lantai dan sudah pasrah hidupnya akan berakhir di gudang gelap ini. Cukup lama Sekar menangis dan tangisnya berhenti saat mendengar pintu gudang terbuka. Hari yang kian gelap ditambah tidak ada satu pun lampu yang menyala membuat Sekar tidak bisa melihat siapa dewa penolongnya. Sekar lalu berdiri dan ingin mengucapkan terima kasih.
"Syukurlah masih ada yang mau membantu saya," ucap Sekar dengan senang. Laki-laki yang membuka pintu gudang memilih diam dan tidak membalas ucapan terima kasih Sekar. Laki-laki itu perlahan demi perlahan masuk dengan langkah sempoyongan. Sekar mencoba melihat siapa laki-laki yang menolongnya itu.
"Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas bantuannya walau saya tidak bisa melihat wajah Tuan dengan jelas tapi saya yakin Tuan orang yang baik," Sekar mencoba untuk melewati sang penolongnya tapi langkahnya terhalang tangan laki-laki asing itu. Sekar tercium aroma menyengat dari tubuh sang penolongnya dan Sekar yakin laki-laki asing ini sedang tidak sadar akibat pengaruh minuman keras.
"Tolong lepaskan saya. Saya sangat lelah dan ingin keluar dari neraka ini." Sekar mencoba melewati laki-laki asing itu sekali lagi. Sayang tenaganya kalah walau laki-laki asing itu dalam keadaan setengah sadar. Laki-laki asing itu menahan tubuh Sekar dengan tangannya lalu mendorong Sekar agar masuk kembali ke dalam gudang. Laki-laki asing itu semakin masuk dengan langkah sempoyongan akibat pengaruh minuman keras. Ia lalu menutup pintu gudang dengan kasar dan tanpa suara. Sekar terhenyak dan rasa takut membuatnya mundur beberapa langkah.
"Jangan mendekat!" teriak Sekar dengan suara serak sambil melempar barang-barang yang ada di sampingnya namun laki-laki asing itu tidak mendengar dan tetap mendekati Sekar. Langkah Sekar berhenti saat tubuhnya menyentuh dinding gudang yang dingin. Sekar menangis dan seluruh tubuhnya bergetar saat laki-laki asing itu menyentuh pipinya. Suaranya habis untuk meminta pertolongan agar bisa lepas dari bajingan yang disangka dewa penolong ternyata bajingan jahat.
Suara musik yang menggema keras dari ruang VVIP membuat tidak ada satu orang pun mendengar teriakan Sekar saat laki-laki asing itu mulai menyentuh tubuh Sekar, melucuti semua bajunya, dan akhirnya memerkosanya dengan kasar dan penuh nafsu. Kata-kata ampun dan sumpah serapah dari mulut Sekar tidak sedikit pun membuat laki-laki asing itu menghentikan perbuatan kejinya.
Sekar terluka fisik dan hatinya. Airmata tidak cukup mengobati betapa kejamnya laki-laki itu menjamah tubuhnya tanpa ampun. Membuatnya seperti seorang pelacur yang ditinggal begitu saja saat akhirnya laki-laki jahat itu menyemburkan benihnya di rahim Sekar. Meninggalkan Sekar dalam kondisi lemah dan shock berat. Di balik airmatanya Sekar mengutuk Ardan yang membuatnya harus menerima kesakitan ini dan sampai kapan pun ia tidak akan pernah memaafkan siapa pun laki-laki terkutuk yang memerkosanya dengan biadab.