Entah sudah berapa kali Vincent mendesah berat. Dia sudah terbiasa ditemani Cathy tiap kali memotret, kini dia merasa hampa. Padahal sebelum bertemu Cathy dia tidak suka ditemani siapapun saat mencari bahan untuk galerinya. Sekarang kenapa dia malah tidak semangat memotret kembali?
Kamera sudah diatur titik fokus dan sudut pencahayaan juga cukup bagus, tapi Vincent masih tetap merasa ada yang kurang. Akhirnya dia menyerah dan memasukkan kameranya ke tas kamera. Sepertinya hari ini dia tidak akan bisa mengambil gambar yang bagus.
Vincent berjalan melewati sebuah taman bermain anak-anak. Dia tersenyum saat melihat beberapa anak kecil bermain dengan riang disana. Ada yang bermain kursi ayunan, ada juga yang seluncur di papan seluncur. Ada juga yang bermain di area padang pasir atau duduk di komidi putar.
Abigail, keponakannya paling suka bermain besi panjat. Tiap kali anak itu ingin bermain disana harus ada Bryant atau Vincent untuk membantu Abi bermain besi panjat. Kalau tidak, Abi bisa terjatuh sewaktu-waktu saat bermain disana.
Senyuman Vincent melebar saat mengingat keponakannya. Dia yakin sekali Abi dan Cathy sangat mirip. Sama-sama menyukai kegiatan ekstrim yang menguras banyak tenaga.
Vincent kembali berjalan masih dengan tersenyum lebar sebelum senyumannya lenyap seketika. Langkahnya terhenti dan menolehkan kepalanya sedikit memastikan sesuatu.
Sepertinya ada seseorang yang mengikutinya dari tadi. Apa hanya perasaannya?
Vincent mendecak kesal dalam hati. Padahal dia hanya dilatih pria itu selama satu tahun, tapi kenapa instingnya masih bekerja? Baik penglihatan, pendengaran dan juga reaksi mengenali sekitarnya melebihi orang normal umumnya.
Dia bisa melihat lingkungan gelap lebih jelas daripada orang biasa. Telinganya juga bisa mendengar suara sekecil apapun yang mencurigakan. Karena itu dia akan langsung terbangun begitu mendengar suara mencurigakan, kecuali kalau dia diberi obat tidur atau tubuhnya sedang tidak dalam kondisi prima.
Dia bahkan bisa mendeteksi aura permusuhan atau kebencian terhadapnya di sekitarnya. Dan sekarang instingnya mengatakan seseorang membuntutinya sejak dia berpisah dari Cathy. Dia berharap dia hanya bersikap berlebihan.
Vincent kembali melangkah dengan santai, kali ini dengan waspada. Meskipun dia menganggap hanya perasaannya saja, dia masih merasakan kehadiran seseorang yang membuntutinya.
Akhirnya Vincent memasuki bangunan rumah golongan kelas bawah yang kumuh dimana tidak banyak orang mau memasukinya. Seperti yang diduganya, orang yang dicurigainya masih mengikutinya.
Vincent mulai mempercepat langkahnya dan berbelok ke arah gang kecil. Setelah berbelok ke sana kemari akhirnya dia memutuskan berhenti dan berbalik menunggu siapapun yang mengikutinya.
Tap! Dan muncullah seorang pria tua dihadapannya. Huh? Kenapa pria itu muncul lagi setelah menghilang delapan belas tahun?
Vincent tidak sempat mencari jawabannya karena pria tua tersebut menyerangnya. Dengan sigap Vincent menghindar dan melewati celah kosong untuk menghindar dari serangan orang tersebut.
Sayangnya pria tersebut tidak berhenti dan terus menyerangnya bertubi-tubi. Vincent paling anti dengan kekerasan, namun karena emosinya yang dulu masih labil dia membiarkan dirinya berlatih ilmu bela diri dibawah naungan pria tua ini.
Semula Vincent hanya bisa menghindar tanpa membalas, namun akhirnya dia juga memberikan pukulannya yang segera ditangkis oleh mantan pelatihnya.
Sudah lama Vincent tidak berlatih membuatnya kewalahan menghadapi serangan mantan pelatihnya. Hingga akhirnya pria tua tersebut berhasil memukul sekitar dada Vincent dengan telapak tangannya.
Vincent terbatuk-batuk menerima serangan itu sambil mencengkeram dadanya yang kena pukulan tadi.
"Dasar pak tua. Kenapa tidak pensiun saja?" omel Vincent dengan suara tertahan karena masih merasa sakit di dadanya.
"Anak tidak sopan. Usiaku bahkan belum mencapai enam puluh. Aku masih sangat sehat."
Vincent mendengus tidak peduli nada bangga pada pria tua itu. Lalu Vincent duduk santai di lantai dengan satu kaki ditekuk horizontal sementara yang satunya ditekuk ke arah dadanya. Sebelah tangannya diletakkan di atas lututnya.
"Kenapa kau bersantai seperti itu? Kau tidak takut aku akan menyerangmu lagi?"
"Aku tidak akan bisa menang melawanmu, kenapa harus repot-repot membuang energiku? Lagipula.. kau terlalu menyayangiku, jadi tidak mungkin kau akan menghajarku hingga berakhir di rumah sakit."
Mulut pak tua melongo tak percaya akan kepercayaan diri muridnya yang sangat tinggi. Sang pelatih hanya menggeleng pasrah dan tidak mau berdebat lagi. Kenyataannya Vincent memang adalah anak yang dipilihnya sembilan belas tahun yang lalu.
"Lest, kenapa kau ada disini?" Akhirnya Vincent memulai pembicaraan dengan nada serius dan dingin.
"Bagaimana denganmu? Kenapa kau sama sekali tidak melanjutkan pelatihanmu? Seranganmu sangat lemah, tidak bertenaga. Kecepatanmu juga berkurang dibanding dulu. Apa kau melupakan semua pengajaranku dulu huh?"
Sebelah alis Vincent terangkat mendengar nada kesal itu.
"Kau mengawasiku?"
"Kalau tidak? Dasar anak tidak tahu berterima kasih. Nyawanya sudah kuselamatkan, seenaknya dia melupakannya. Kalau tahu begini, aku tidak akan memungutnya."
"Apa maksudmu? Kau menyelamatkanku? Kapan?" nada Vincent terdengar mengejek.
"Siapa bilang aku menyelamatkanmu?" Lest mengatakannya dengan kesal, jauh lebih kesal dari sebelumnya.
Vincent menghela napas dan setelah merasakan dadanya sudah tidak terasa sakit, Vincent bangkit berdiri dan kembali mengambil tasnya. Untung saja tadi dia sudah melepas tas kameranya sebelum Lest datang, kalau tidak dia akan menangis begitu kameranya terlempar dari tubuhnya.
Vincent berjalan hendak keluar dari pemukiman kumuh yang dimasukinya tadi namun Lest menghadangnya.
"Apa lagi yang kau inginkan?"
"Kau ingat janjimu didepan Chloe?"
Mendengar nama Chloe disebut, Vincent menggertakkan giginya.
"Kau berjanji kau akan melakukan apapun untuk melindunginya."
"Kenyataannya? Bahkan sebelum aku resmi menjadi anggota LS, Chloe sudah tiada. Untuk apa aku melindungi orang yang sudah tiada? Jangan ganggu aku lagi, aku tidak ingin berhubungan lagi dengan Paxton ataupun LS."
ucap Vincent dengan tegas.
Vincent berjalan lagi namun kembali dihadang oleh Lest.
"Kau ingat Ririn?"
"Apa aku harus mengingatnya?"
"Anak perempuan yang sering menganggumu. Kau juga sering membuatnya menangis. Kau tidak ingat?"
Vincent mencoba mengingat nama Ririn. Tidak. Dia tidak ingat. Untuk apa dia mengingat nama anak perempuan yang mengganggunya.
'Pinpin,'
Tiba-tiba terlintas seorang anak kecil di kepalanya. Bukankah dia juga melihat anak itu saat di acara peringatan kematian Chloe? Apakah Rinrin yang dimaksud Lest adalah anak yang pernah tinggal di Eastern Wallace?
"Aku tidak ingat." meski dia mengingatnya, dia tidak ingin masuk ke perangkap pria tua ini. Dia tahu, Lest akan terus membujuknya untuk kembali dan dia sama sekali tidak ingin kembali ataupun bergabung ke dalam organisasi bernama LS.
"Kau tidak takut kau akan kehilangan Catherine?" Lest menunjukkan senyum licik yang paling dibenci oleh Vincent.
"Apa kau mengancamku?" rahang Vincent mengeras dan amarah yang dari tadi berhasil dikendalikannya meluap begitu saja ketika Lest menyebut nama kekasihnya.
"Kau tidak akan bisa melindunginya dengan kekuatanmu sekarang."
Vincent tertawa dengan sarkasme menanggapi pernyataan Lest yang sama sekali tidak masuk akal.
"Memangnya kau pikir Catherine adalah Paxton? Kenapa kau membuatnya seolah-olah dia dalam bahaya? Kalaupun dia memang diincar, aku pasti akan melindunginya tanpa bantuan LS!!"
Vincent sengaja menyenggolkan bahunya ke bahu pria tua itu dengan sangat keras saat melewatinya. Dia berjalan dengan langkah lebar dan ingin segera meninggalkan pria tua menyebalkan itu.
"Cepat atau lambat kau pasti akan menghubungiku!" Vincent masih bisa mendengar suara lantang Lest dan mempercepat langkahnya.
-
Setelah reuni singkat dengan mantan pembimbingnya, Vincent masuk ke mobilnya dan bersandar pada kursinya yang sudah diposisikan seperti setengah berbaring dengan sebelah tangan menutupi kedua matanya.
Dia merasa sangat jengkel atas perkataan Lest. Dan dia tidak ingin suasana hatinya terbawa saat menjemput Cathy nanti.
"Lupakan..lupakan.. Anggap orang itu tidak pernah muncul." ucap Vincent seperti sebuah mantra untuk menghipnotisnya.
Vincent berusaha memikirkan hal lain untuk menyingkirkan perkataan Lest.
Apertemen yang pernah dibelinya sudah mengalami kenaikan harga. Apakah sebaiknya dia menjualnya? Sebelumnya dia berencana menjual Marlin Lake mansion, namun karena tempat itu merupakan tanda resmi hubungannya dengan Cathy, dia tidak jadi menjualnya. Sepertinya dia harus menjual apertemennya. Atau apa sebaiknya disewakan saja?
Kemudian Vincent berpikir tentang usaha keluarganya. Selama ini dia terlihat tidak tertarik dan tidak peduli pada usaha keluarganya. Tapi disaat dia mendengar ada yang tidak beres atau mengalami kerugian, Vincent akan bertindak untuk menyelamatkan bisnis keluarganya. Dan akhir-akhir ini dia mendapat kabar bahwa kayu yang disimpan di gudang Bryant telah terbakar habis dan kaca di salah satu cabang toko ayahnya pecah. Jika dia tidak segera menanganinya, usaha keluarganya akan mengalami kerugian besar. Tidak hanya itu, jika mereka tidak segera menyelesaikan proyek dengan menggunakan bahan tersebut, akan ada komplain dan nama baik Regnz akan menjadi buruk.
Otak Vincent berputar untuk menyelamatkan bisnis keluarganya. Tentu saja dia tidak melakukannya sendiri. Dia mendapatkan bantuan dari anggota timnya dan juga... Alvianc group. Yah, sebenarnya dukungan terbesarnya mengenai bisnis atau keuangan berasal dari Alvianc group.
Dia tidak tahu kenapa Greg sangat bermurah hati mau membantunya, namun dia juga tidak terlalu mengandalkan mereka.
Di tengah-tengah pikirannya, ponselnya berdering.
"Halo?"
"Coba tebak apa yang kutemukan mengenai Chloeny?"
Vincent mengernyit mendengar nama ini lagi. Kenapa akhir-akhir ini dia sering mendengar nama ini?
"Kenapa kau menyelidiki Chloe?"
"Bukankah kau menyuruhku menyelidiki kematiannya?"
Vincent menghela napas, dia benar-benar lupa. Dia sama sekali tidak ingat kalau dia memang menyuruh Pasha untuk menemukan apapun mengenai kematian Chloe delapan belas tahun yang lalu.
"Kupikir akan membutuhkan waktu lama. Kenapa kau bisa menemukannya dengan cepat?"
"Bukan, bukan itu. Ada rumor yang sudah menyebar luas. Katanya dua puluh lima tahun yang lalu Chloeny Paxton melahirkan seorang bayi perempuan. Tidak hanya itu, anaknya sempat tinggal di Eastern Wallace selama setahun."
"Itu tidak mungkin. Pertama kali aku bertemu dengan Chloe dua puluh lima tahun lalu, dan juga aku yakin dia sama sekali tidak mengandung apalagi melahirkan. Lalu anaknya tinggal di Eastern Wallace, seingatku tidak ada anak..." kalimat Vincent terpotong saat teringat sesuatu.
'Pinpin, Pinpin,'
Benar. Ada anak perempuan yang pernah tinggal di Eastern Wallace. Anak yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan yang sering mengganggunya belajar. Nama anak itu adalah Rinrin jika mengingat kembali perkataan Lest sebelumnya. Tapi.. bukankah anak itu anaknya perawat Chloe? Dia yakin Greg juga pernah menyebut soal anak ini.
"Pokoknya Chloe tidak mungkin memiliki anak." entah kenapa kini Vincent mulai meragukannya.
"Tunggu sebentar. Aku akan mengirim sebuah foto yang lebih mengejutkan lagi."
Ting! Ponselnya berbunyi menandakan sebuah pesan masuk. Vincent membukanya dan melihat gambar yang diterimanya. Tangannya yang mencengkram handphonenya semakin mengerat menyadari wajah-wajah di foto tersebut.
Foto Chloeny bersama pengasuh yang menggendong seorang batita perempuan serta Benjamin yang masih berusia dua belas tahun.
Yang lebih mengejutkannya adalah wajah Chloeny. Kalau orang tidak benar-benar mengenal Chloe, maka mereka pasti akan mengira Catherine yang ada di foto tersebut. Kenapa? Kenapa Catherine memiliki wajah yang sama dengan Chloe? Yang menjadi perbedaan antara keduanya hanyalah warna matanya. Warna mata Chloe bewarna coklat gelap sedangkan Catherine bewarna coklat terang. Apakah ini sebabnya tiap kali dia membayangkan wajah Chloe, wajah Catherine yang selalu muncul? Apa ini masuk akal?
Tunggu.. batita yang digendong wanita tua disebelah Chloe juga memiliki warna rambut yang sama dengan Chloe hanya saja warna matanya bewarna coklat terang.. Deg! Deg!
Anak batita ini tidak mungkin Catherine kan?
Catherine.. Rinrin? Tidak. Tidak mungkin! Tidak boleh! Catherine tidak boleh menjadi keluarga Paxton!
"Kau lihat kan, wajahnya sangat persis dengan Catherine. Sepertinya Catherine West yang dulu pernah kita selidiki adalah anak yang disembunyikan Chloeny Paxton. Catherine West adalah putri kandung Chloeny. Tidak heran sekarang data apapun mengenai Catherine sudah..."
"Tidak mungkin!" bentak Vincent memotong kalimat Pasha.
Pasha yang berada di ruangan kerjanya terdiam kaget karena tidak pernah mendengar sang ketua membentaknya. Ada apa dengan ketuanya? Dia sama sekali tidak bisa memahami pikiran sang ketua dan...
Tut..tut..tut..
Vincent memutuskan panggilannya kemudian dengan kasar melempar ponselnya ke kursi sebelah. Vincent menjalankan mesin mobil dan menuju ke suatu tempat.
Dia sudah tidak peduli.. jika memang rasa bersalahnya harus kembali menghantuinya, dia akan tetap terjun ke jurang keterpurukannya. Selama dia bisa memastikan bahwa Catherine bukanlah putri kandung Chloeny, dia rela hidup dibayangi mimpi buruknya.
Tapi kalau ternyata Catherine memang adalah putri Chloe... apa yang harus dia lakukan?