Chapter 64 - Ular Paxton

Cathy serta Kitty sudah berada di dalam salah satu restoran terkenal di kota selama hampir dua jam. Mereka lebih suka menghabiskan waktu dengan berbincang-bincang daripada berbelanja. Karena sangat jarang ketemu semenjak wisuda mereka, banyak hal yang ingin dibicarakan antara satu sama lain. Hanya saja kali ini Kitty lebih tertarik mendengar kisah asmara Cathy dan pemuda tampan kemarin malam.

"Seandainya aku juga bisa bertemu dengan seseorang yang mencintaiku seperti Vincent mencintaimu." desah Kitty merasa iri namun juga turut berbahagia untuk sahabatnya.

"Kau pasti akan menemukannya. Aku yakin itu."

Kemudian Cathy bertanya mengenai pekerjaan dan pengalaman yang dialami Kitty selama konser. Dengan senang hati Kitty menceritakannya tanpa tersembunyi dan keduanya sangat menikmati obrolan mereka. Baik Cathy dan Kitty masih merasa betah untuk tinggal disana berdua kalau saja manajer Kitty tidak menghubunginya untuk bersiap-siap.

"Aneh sekali, kenapa waktu berjalan dengan sangat cepat? Tiga jam sama sekali tidak terasa." ucap Kitty dengan sedih.

"Aku tahu maksudmu. Barusan aku berpikir kita disini hanya satu jam dan masih ada dua jam lagi."

Kemudian keduanya saling tertawa dan sama-sama bangkit berdiri. Mereka berdua menuju ke kasir dan saling berebut untuk membayar.

"Tidak. Biarkan aku yang membayar hari ini. Kalau kau tidak mengizinkanku, aku tidak akan menemuimu lagi."

Cathy mendengus mendengar ancaman sahabatnya. Karena dia tidak ingin dijauhi sahabat tersayangnya, akhirnya Cathy mengalah.

Kitty tersenyum puas merasa untuk pertama kalinya dia bisa membalas kebaikan Cathy. Selama ini Cathy yang selalu menraktirnya atau membelikannya baju bagus. Meski dia sudah tidak dibully oleh teman-temannya, namun dia tetap merasakan tatapan sinis dan kebencian dari mereka.

Mereka bahkan menyebarkan rumor di seluruh sekolah bahwa dia hanya memanfaatkan Cathy dan memeras uang Cathy.

Kitty sempat merasa minder dan berusaha menjauhi Cathy, namun Cathy tidak pernah menyerah mendekatinya dan mendukungnya. Cathy bahkan memperlakukannya seperti saudara. Dia juga tidak memperdulikan rumor yang beredar dan tetap memperlakukannya seperti biasa.

Cathy sering mengajaknya ke Red Rosemary dan bermain bersama ketiga adik Cathy. Dari situ dia mengenal seorang Catherine lebih dalam.

Mungkin Kitty memang bukan berasal dari keluarga yang kaya, tapi dia memiliki keluarga yang utuh dan menyayanginya. Kedua orang tuanya masih hidup dan menyayanginya, sementara Cathy sudah tidak memiliki kedua orang tua namun harus merawat ketiga adiknya yang masih kecil.

Cathy pernah bilang kalau ada seorang paman yang membantu menyokong keuangan mereka, tapi sang pamanpun tidak pernah pulang. Tidak ada bedanya seperti anak yatim piatu lainnya. Karenanya, Kitty tidak merasa minder lagi dan mau bersahabat dengan Cathy tanpa memikirkan pendapat orang lain.

Selesai membayar dengan kartu visanya, Kitty mengamit lengan Cathy dan berjalan keluar.

"Sekarang sebaiknya kita pergi kemana lagi?"

"Bukannya kau ada persiapan untuk konser nanti malam?"

Kitty mendesah pelan. "Kenapa kau mengingatkanku? Padahal aku sengaja melupakannya."

Cathy tertawa mendengarnya. "Oh, sepertinya manajermu sudah datang."

Sebuah mobil van mewah telah parkir tepat di depan restoran dan seorang wanita berusia sekitar awal tiga puluhan turun dari van tersebut.

"Kitty bitty sweety, ayo cepat. Kita harus tiba di tempat satu jam lagi."

"Kitty bitty sweety?" ulang Cathy nyaris tertawa mendengarnya.

"Manajerku memang orang yang nyentrik. Aku harus pergi sekarang. Bagaimana denganmu?"

"Aku akan baik-baik saja. Sebentar lagi Vincent akan menjemputku."

"Kau yakin tidak masalah sendirian?"

"Hei, aku bukan anak kecil. Lagipula saat ini langit sangat cerah seperti ini. Aku akan baik-baik saja. Pergi sana."

"Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa delapan bulan lagi."

"Delapan bulan?!" Cathy mendelik tidak percaya dia harus menunggu lebih lama dari yang diduganya.

"Salahkan calon suamimu, dia membuatku harus mengubah jadwalku dan mengubahnya lebih padat lagi."

Cathy mengerjap-ngerjap lebih tidak percaya lagi mendengar informasi ini.

"Bye!"

Sayangnya, sebelum dia menanyakan kejelasannya, Kitty sudah masuk ke dalam van. Sedetik kemudian, van tersebut melesat dan menghilang dari pandangannya dengan cepat.

Cathy sangat tidak suka merasa penasaran. Dia ingin segera memuaskan penasarannya dan segera mengechat Kitty.

'Kitty! Tadi itu maksudnya apa?'

Dan semenit kemudian balasan muncul.

'Tanyakan saja pada calon suamimu. Hihihihi.'

"Astaga.. sejak kapan kau jadi super jahil seperti ini? Memangnya jahil itu bisa menular?" Cathy merasa malu saat menyadari dia sedang berbicara pada ponselnya sendiri.

Akhirnya Cathy menyerah dan menoleh ke arah kanan dan kiri. Tidak ada tanda-tanda kedatangan Vincent. Tidak biasanya kekasihnya terlambat menjemputnya? Biasanya pria itu selalu tepat waktu atau datang terlebih dahulu. Apakah terjadi sesuatu?

Cathy mencari sebuah nama di ponselnya kemudian memencet tombol panggilan.

Satu kali.. dua kali.. hingga enam kali berdering tidak ada jawaban. Cathy mencobanya lagi dan hasilnya juga sama. Vincent tidak mengangkat panggilannya.

Tiba-tiba saja hatinya merasa gelisah yang alasannya tidak diketahuinya. Dia hanya berharap tidak terjadi sesuatu pada Vincent.

Sekali lagi dia mencoba menghubunginya lagi. Kali ini dia merasakan sesuatu seperti merayap pada rambutnya saat mendengar suara sambungan di ponselnya.

Cathy mengusap rambutnya untuk menyingkirkan apapun yang ada di rambutnya. Tubuhnya menegang saat merasakan sebuah kulit manusia dan langsung melangkah kedepan dan berbalik.

Seorang pria di usia akhir lima puluhan berdiri disana dengan sebelah tangan terangkat di tengah udara. Apakah pria tua itu baru saja menyentuh rambutnya? Tiba-tiba Cathy bergidik ngeri dan merasa jijik.

Siapa orang ini? Kenapa orang itu memandanginya dengan tatapan aneh? Dan kenapa dia merasa terintimidasi dengan kehadiran orang itu.

Orang ini berbahaya. Pikir Cathy dalam hatinya. Dia harus pergi dari sana, dia harus pergi menjauhi orang di hadapannya. Anehnya, kakinya tidak bisa bergerak sesuai keinginannya. Dia merasa ada suatu kekuatan yang menahannya di tempat. Tidak. Bukan. Dia merasa tubuhnya gemetar membuat tubuhnya lemah dan menjadi seperti patung.

"Aku tidak percaya ini." ucapan suara itu terdengar seperti mengejek. "Dia benar-benar melahirkan seorang anak? Di luar nikah?" kemudian pria tua tersebut tertawa yang terdengar sangat menyakitkan di telinganya.

Entah kenapa dia merasa sangat sangat dan sangat ketakutan mendengarkan tawa itu. Dia merasa energinya langsung menghilang meninggalkan tubuhnya, namun dia mengerahkan seluruh tenaganya agar tidak terjatuh. Dia harus bergerak.. pergi..

'Ayo bergerak kakiku!' pinta Cathy dengan sangat.

Jantung Cathy tak terkontrol kembali saat melihat tangan pria tua itu kembali terulur ke arahnya.

Cathy tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan dan dia menahan nafas saat tangan pria itu hampir menyentuh lehernya. Kenapa Cathy merasa pria tua ini ingin mencekik lehernya?

'Tolong aku, Vincent!'

Tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang ke arah belakang, dan sebuah punggung besar menghalangi pandangannya. Cathy bernapas lega saat tidak melihat pria tua itu lagi.

"Apakah anda memiliki urusan dengan calon menantu Alvianc group?"

Huh? Calon menantu Alvianc group? Siapa yang orang ini maksud? Dan lagi siapa pemilik punggung orang ini? Jelas sekali bukan Vincent, lalu kenapa orang ini mengatakan seolah-olah dia adalah calon menantu Alvianc group?

"Calon menantu?"

Jantung Cathy kembali bergetar mendengar suara pria tadi. Tidak peduli apapun alasannya dia sangat berterima kasih pada pemilik punggung di hadapannya.

"Benar. Perkenalkan namaku adalah Kinsey Alvianc. Wanita ini adalah kekasihku."

APA?? Cathy ingin sekali membantah kalimat pria gila ini, tapi dia juga tidak bodoh. Dia tidak ingin berurusan dengan pria tua yang menakutkan tadi dan berharap pria tua itu segera pergi.

"Oh rupanya begitu. Maafkan saya. Kalau begitu saya permisi dulu."

Cathy tidak pernah merasakan kelegaan sebesar ini mendengar pria tua itu memutuskan untuk pergi. Cathy tidak pernah tahu atau bertemu dengan pemilik Alvianc group, tapi dia tahu Alvianc group berada di jejeran lima besar di seluruh negeri ini.

Terlebih lagi dia sering mendengar rumor yang kurang menyenangkan tentang keluarga Alvianc. Dia dengar anak pertama Alvianc suka mencari masalah dimana-mana dan sering berkelahi dengan siapapun yang ditemuinya.

Cathy menelan ludah dengan gugup. Apakah orang ini adalah anak pertama yang dimaksud? Tidak.. tidak.. bukan itu masalah utamanya. Masalahnya adalah, kenapa orang ini mengaku sebagai kekasihnya? Calon menantu Alvianc group?! Yang benar saja? Cathy bahkan tidak pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya.

"Kau baik-baik saja?"

Cathy terkesiap menyadari orang tersebut membungkukkan badannya untuk menjajarkan pandangan mata mereka.

Anehnya, Cathy tidak bisa lepas dari mata orang ini. Pada akhirnya mereka hanya saling bertatapan tanpa bersuara. Yang satu menatapnya dengan rasa khawatir sementara yang satu menatapnya dengan penuh tanya.

Cathy yakin dia tidak kenal dengan orang ini, dia yakin mereka tidak pernah bertemu sebelumnya. Lalu kenapa dia merasa dia seperti telah mengenal orang ini? Ada sesuatu pada pria itu yang terasa tidak asing dan Cathy sama sekali tidak tahu apa itu.

Cathy berdehem beberapa kali sambil melangkah mundur membuat jarak di antara mereka agak menjauh. Dia merasa lega orang di hadapannya tidak bergerak dari tempatnya.

Instingnya jelas mengatakan orang ini tidak boleh didekati. Entah kenapa dia merasa orang ini sangat suka berkelahi disaat bersamaan dia merasa aman? Apa dia sudah gila? Kenapa dia merasa aman pada orang asing.. terlebih pada seorang pria?

Hanya ada dua pria yang bisa membuatnya nyaman, Vincent dan 'kakak'nya.

"Kenapa kau berbohong?" akhirnya Cathy menemukan suaranya untuk bertanya.

"Dia tidak akan percaya kalau aku bilang kau adalah adikku. Kita sama sekali tidak memiliki kemiripan."

Cathy melongo mendengar jawaban itu. Tidak jauh berbeda jika pria itu mengatakan kalau dia adalah adiknya, jawaban apapun sama saja bohong.

"Aku bukan adikmu dan juga.. tolong jangan sebarkan kebohongan yang bisa menyebabkan orang lain salah paham. Aku sudah memiliki kekasih, dan aku tidak ingin dia salah paham karena kebohongan ini."

"Jadi kau lebih suka aku diam saja?"

"Aku berterima kasih karena kau sudah menolongku, tapi aku tetap berharap kau memikirkan cara lain."

Cathy berbalik dan berjalan sambil kembali menghubungi Vincent. Lagi-lagi pria itu tidak mengangkatnya. Yang lebih membuatnya gelisah adalah pria yang mengaku kekasihnya masih mengikutinya secara terang-terangan.

"Tolong berhenti mengikutiku." mau tidak mau Cathy harus kembali menghadapi pria yang mengikutinya.

"Aku akan mengantarmu pulang, baru setelah itu aku akan berhenti."

Cathy menggigit bibir bawahnya karena orang ini. Dia sangat ingin menolaknya, melabraknya dan melakukan apapun agar pria itu meninggalkannya sendiri. Sayangnya instingnya memberitahunya jika dia melakukannya, entah kekerasan apa yang akan dia dapat dari pria bertubuh besar tersebut. Dia sangat takut.. takut sekali sehingga membuatnya sulit bernapas.

Sebelah tangan pria itu bergerak ke arah bibirnya dan dengan cepat Cathy melangkah mundur menghindari sentuhan tangannya.

Seketika dia melepas gigitannya yang sudah berdarah tidak percaya apa yang dilihatnya. Kenapa dia melihat rasa sakit dan kesedihan yang mendalam pada mata pria itu? Dan lagi, kenapa dia merasa bersalah? Sebenarnya siapa pria ini?

Pria itu menarik tangannya lagi dan kini ekspresinya normal. Cathy bertanya-tanya apakah tadi dia salah lihat? Karena saat ini tatapan pria itu sangat dingin dan ada rasa tidak suka didalamnya.

"Vincent tidak bisa datang menjemputmu, karena itulah aku kemari."

"Kau mengenal Vincent?" Cathy tidak bisa sepenuhnya mempercayai pria ini.

"Kalau kau tidak percaya padaku tidak masalah. Bagaimana kalau kau menunggu di kafe? Mungkin Vincent akan datang menjemputmu disana."

Cathy menurutinya dan berjalan memasuki sebuah kafe terdekat. Dia membiarkan pria tadi mengikutinya, namun dia tetap bersikap waspada terhadap gerak-gerik pria itu.

Sementara Kinsey tersenyum bangga dalam hati melihat ternyata adiknya sangat cerdik dan tidak mudah ditipu.

Cathy telah mengirim pesan pada Vincent dan dia tidak tahu berapa lama dia menunggu di kafe saat pria tadi bangkit berdiri.

"Sebentar lagi Vincent akan tiba. Apa aku boleh titip pesan?" tanya Kinsey dengan sopan.

"Apa?" kini Cathy mulai sedikit percaya kalau Kinsey memang seorang kenalan Vincent.

"Katakan ini pada Vincent bahwa tadi kau bertemu dengan ular Paxton."

"Huh?"

"Vincent akan mengerti maksudnya. Sampai jumpa nona." kemudian Kinsey segera pergi dari sana karena tidak ingin bertemu dengan Vincent.

Tidak perlu menunggu lama suara yang sangat dikenalnya memanggil namanya. Cathy langsung tersenyum lebar begitu melihat wajah kekasihnya. Tapi... kenapa raut muka Vincent tampak tidak sehat?

"Dimana orangnya?" tanya Vincent sambil mengalihkan pandangannya ke seluruh ruangan.

"Baru saja dia pergi. Kau tidak melihatnya?"

"Apa dia mengatakan sesuatu?"

"Dia menyuruhku bilang padamu tadi aku bertemu dengan ular Paxton." Cathy sama sekali tidak menyadari kedua tangan Vincent mengepal dengan sangat erat. "Aneh sekali, padahal tadi aku tidak bertemu dengan ular apapun. Apa benar dia kenalanmu?"

"..." tidak ada jawaban dari Vincent. "Aku akan mengantarmu pulang." kemudian Vincent berbalik dan berjalan keluar... tanpa menggandeng tangan Cathy.