"Dia pantas mendapatkannya, setelah apa yang dia lakukan di masa lalu."
Aku ingin sekali mengahajar gadis yang satu ini, tapi aku tidak boleh atau tidak bisa melakukannya.
"Kau... memangnya kau tau kejadian yang sebenarnya?" Tanyaku.
Siti menatapku dengan tatapan marah dan benci, "Tentu saja aku tau!!!"
"Tapi... aku yakin, apa yang kau tau, dan apa yang aku tau, itu berbeda."
"Apa maksudmu?"
"Aku rasa aku harus menceritakannya." Aku menggaruk belakang kepalaku saat mengatakan itu.
Saat aku mengatakan itu, Siti malah tersenyum sombong padaku dan berkata "Tidak perlu!"
"Tapi kau harus tau kebenarannya." Aku berhenti sejenak. "Kau memperlakukan Lucy seakan dialah penjahatnya, tapi apa kau tau, kalau kau terus melaukan itu, maka kau sendirilah penjahatnya."
"Memangnya kau tau apa, dasar orang aneh?!" Siti menatapku dengan tatapan benci dan merendahkan. Walaupun saat ini, dialah yang ada di bawah sana sih.
"Apa yang aku tau, mungkin akan mengubah cara pandang dan perilakumu pada Lucy."
"Itu tidak perlu!" Siti lalu berdiri dan membersihkan dirinya.
"Apa kau tau, Lucy itu tidak mengkhianati mereka, tapi merekalah yang berkorban..."
Aku belum menyelesaikan kata-kataku, tiba-tiba saja Siti berteriak, "AKU TAU APA YANG DILAKUKAN KAKAKKU!!!"
"Kakak?"
Siti menghela napasnya dan berkata dengan pelan, "Jack, dia Kakakku satu-satunya, dan dia sudah berjanji untuk hidup demi aku..." Siti, perlahan dia mulai terlihat menangis. "...tapi dia malah mati karena melindungi jalang itu!"
"Kau... kau tau apa yang terjadi?"
Mendengarku mengatakan itu, Siti melihatku dengan tatapan benci itu lagi, "Kalau saja jalang itu tidak menggoda Kakakku, aku yakin mereka tidak akan pacaran, dan kalau saja mereka tidak pacaran, maka Kakakku tidak akan mati."
"Jadi... itulah kenapa kau..."
Itulah kenapa tidak ada orang yang benar di dunia ini, karena setiap Manusia memiliki cara pandang mereka masing-masing, dan mereka berpikir, kalau cara pandang merekalah yang paling benar.
Jika aku melihat dari cara pandangku. Aku sebagai teman dari Lucy, tentu saja aku akan membelanya.
Lalu dari cara pandang Lucy, yang salah adalah monster itu, dan dirinya. Karena itulah dia diam saja di perlakukan seperti itu, karena dia merasa bersalah.
Dan jika dari cara pandang Siti, maka Lucy lah yang bersalah.
"Kau mungkin benar." Kataku. "Tapi disaat yang sama, kau juga salah."
"Ha? Apa maksudmu?"
Aku tidak mengerti, kenapa mereka semua belum saja pulih dari tadi? Apa poin regenerasi mereka rendah?.
"Maksudku... kau benar kalau Kakakmu mati karena melindungi Lucy, tapi kau salah, karena kau mengira Jack, mati hanya karena melindunginya. Jack juga mati, demi melindungi anggotanya."
"Apa sih maksudmu?" Dia masih saja melihatku dengan tatapan benci itu.
"Intinya, mau Kakakmu si Jack itu pacaran atau tidak dengan Lucy, dia akan tetap mengorbankan dirinya."
"Kau... kau itu..."
"Dan satu hal lagi... aku yakin Lucy itu bukan gadis jalang."
*PAAKK* Sebuah telapak tangan mendarat di pipi sebelah kiriku. Siti, gadis itu menamparku dengan cukup keras, tidak! Itu sangat keras, bahkan pipi kiriku sampai memerah karena tamparannya.
Mungkin hasil dari tamparan itu, adalah sebuah luka juga, karena itulah pipi kiriku yang membekas merah hasil dari tamparan Siti, mulai terbakar dan akhirnya kembali seperti semula.
"Aku..." Akhirnya, Siti tidak kuat menahan bendungan air mata itu "...Aku tau Kakakku itu bodoh."
"Aku janjikan satu hal padamu." Kataku.
Mendengar itu, Siti melihatku dengan penasaran "Apa?"
"Aku mungkin tidak akan bisa menghidupkan kembali Kakakmu si Jack itu, tapi aku janji, aku pasti akan membunuh si Death Beast." Aku berhenti sejenak. "Aku tidak peduli harus berapa kali aku mati untuk membunuhnya, aku janji akan membunuhnya, dan sebagai bukti, aku akan memberikanmu drop item monster Death Beast itu padamu."
"Kau... sudah gila."
Aku tersenyum, "Tapi... jangan pernah memperlakukan Lucy seperti itu lagi!"
"Maaf." Siti berhenti sejenak. "Aku melakukan itu, karena aku sadar, kalau aku tidak mampu membunuh monster itu, dan aku lebih memilih meluapkan emosiku pada Lucy."
"Kau salah dengan mengatakan itu."
"Ha?"
"Bukan padaku kau harus mengatakannya, tapi pada Lucy." Aku tersenyum dan melanjutkan. "Ayo! Aku akan menemanimu melakukannya."
Siti tersenyum sedih dan mengangguk lemas sambil berkata, "Iya."