maafin Yuu ... 🙏 yang udah seminggu ini nge gantung readers ... heheh😊😊 ini lagi berat cari feel-nya .. happy reading ajh deh 📚📚😚😚
........
Setelah semalam berpikir panjang, Renia menatap ponselnya dan menatap pesan Whatsapp-nya. Lagi. Karena semalam Crishtan mengirim pesan padanya.
' Renia, maaf atas kejadian semalam'
'Kamu boleh marah tapi jangan membenci atau menghindariku'
'Kalau kamu ingin menghindar sementara, aku kasih ruang itu. Tetaplah bekerja di apartemenku'
'Apartemenku merindukanmu'
'Sementara waktu ini, aku tidak akan berada di sana'
Renia tidak tahu harus membalasnya seperti apa, setidaknya ia masih bekerja di sana. Bukannya tidak mau mencari pekerjaan lain tapi kerja inilah yang bisa mendukungnya. Tidak banyak aturan dan jangan lupakan gajinya yang sebanding kerjanya di kafe.
Dan satu hal yang di syukuri Renia, saat ini ia tak harus bertemu dulu dengan Crishtan. Setidaknya itu lebih baik saat ini.
Renia meletakkan tasnya ke dalam loker dan merapikan pakainya dan mengikat apron di pinggangnya. Setelah selesai, Renia bersiap menuju showcase tadi Tika memberitahunya untuk meletakkan brownies dan beberapa tart ke dalamnya. Renia melangkah menuju pantry dan mengambil brownies yang kebetulan sudah siap untuk di ambilnya.
" Hi, James brownies-mu menggodaku " goda Renia sambil menatap brownies kukus yang begitu mengundang untuk di makannya.
James, laki-laki yang di panggil Renia tersebut menoleh padanya dan tersenyum, " Kalau begitu, akan kubuatkan satu lagi untukmu. Spesial dan aku yang traktir " ucapnya.
" Benarkah? Kau yang terbaik, James " pekik Renia di ujung pintu pantry sambil mengarahkan senyumnya dan pergi meninggalkan James.
Renia meletakkan brownies ke dalam showcase dan menyusunnya dan menyetel suhu showcase tersebut biar tetap cool dan moist untuk menjaga tekstur cake di dalamnya.
Seperti biasa, pagi ini tidak terlalu rame, kafe ini tidak terlalu besar ataupun kecil tapi nyaman untuk berlama-lama di dalamnya. Konsep alam benar-benar tercipta di dalamnya memberi kesan taman bunga di dalam kaca. Cukup membuat Renia tenang dari pemikirannya semalam.
Renia melangkahkan kakinya menuju ruang Sovie, ia ingin minta izin untuk dua hari ini menenangkan pikirannya.
Baru akan mengetuk pintu, tiba-tiba pintu terbuka dari dalam, membuat Renia mundur beberapa langkah agar tamu yang hendak keluar tersebut tak terhalang olehnya.
Namun sedetik kemudian, jantungnya berpacu dengan cepat, tangan yang tadinya bebas tiba-tiba terangkat dan meletakannya tepat di dadanya, menekan perasaan yang ia sendiri tidak tahu artinya apa.
Laki-laki di depannya yang semalam baru menciumnya terdiam sesaat, menatapnya penuh kelembutan dan kesedihan di waktu yang bersamaan. Sedetik itu juga ia memalingkan mukanya dan berlalu begitu saja tanpa meninggalkan kata.
Renia hanya diam mematung di tempat, setelah debaran itu tenang. Ia menyadari kalau Crishtan begitu dekat dengannya dan pergi begitu saja. Wajah dinginnya dan sikap acuhnya sungguh menyayat hati. Pedih.
Tiba-tiba air matanya keluar begitu saja, bukan ini yang diinginkannya. Crishtan teman yang begitu hangat padanya tak ada lagi.
" Hai Swe ... " suara Sovie menyadarkan Renia dan seketika ia menghapus air matanya. " Kamu menangis, ada apa? " lanjut Sovie, raut khawatir jelas terukir di wajahnya.
" Kelilipan auntie " kilah Renia sambil tersenyum pada Sovie sebagai penenang dirinya.
" Well, kenapa kamu berdiri di depan kantor? Apa ada sesuatu? " tanya Sovie masih berdiri di tempatnya.
" Iya auntie, ak ... aku ingin minta libur dua hari, boleh? " tanya Renia gugup.
" Apa ada masalah? " selidik Sovie dan menebak dalam hati, ini pasti ada hubungannya dengan Crishtan.
" Tidak ... tapi tidak benar juga. Ak—".
" Baiklah, tapi kamu liburan bersamaku bagaimana? Dua hari penuh " ucap Sovie memotong ucapan Renia dan memanfaatkan situasi ini dengan sebaiknya dan kesempatannya untuk bicara mengenai latar keluarga pada Renia.
" Tapi ... ".
" Tidak ada penolakan, okey " sahut Sovie mengerlingkan matanya dan pergi meninggalkan Renia.
Sovie berada di depan kasir dan mengatakan pada Tika untuk meliburkan semua karyawan selama dua hari.
" Benarkah Miss, kita diliburkan " pekik Tika bahagia luar biasa.
" Why not, aku ada urusan penting. Jadi meliburkan kalian biar fresh ketika kita bertemu tiga hari lagi " ucap Sovie dan berlalu meninggalkan meja kasir menuju parkiran.
♡♡♡♡♡
" Hari Sabtu kosongkan semua jadwal kalian " ucap Oma sembari mengoles roti tawarnya dengan selai kacang kesukaannya.
" Apa ada acara penting, mi? " tanya Tania sambil menatap wanita paruh baya yang masih terlihat elegan dan mendominasi tersebut.
" Sangat penting " ucapnya tegas.
Vyrlan yang baru turun dari tangga langsung mendaratkan kecupan manis di pipi Tania dan lalu bergantian ke pipi Oma tersayangnya.
" Apa ada pembicaraan yang aku lewatkan " ucap Vyrlan sambil mendorong kursinya ke belakang dan mengambil posisi duduk dan mendorong maju kursi untuk memberi jarak nyaman dengan meja makan panjang tersebut.
" Hari Sabtu Oma mengadakan pesta, pastikan tidak ada jadwal ".
" Apa aku boleh ajak Renia? " ucap Vyrlan begitu saja dan menyesap kopi pahitnya yang terhidang di depannya.
Ratna mengangkat sebelah alis matanya dan mengembangkan senyum sayang.
" Apa kau menyukainya? " tanya Oma penuh selidik walau ia tahu persis perasaan cucunya itu.
Vyrlan menatap lekat wajah Oma terkasih dan meyakinkannya melalui sorot matanya yang mendamba untuk Renia, gadis manis pencuri hatinya.
" Apa Oma tidak keberatan " balik Vyrlan bertanya, agar kejadian di masa lalunya tak terulang kembali.
Sementara Tania terpaku mendengarkan ungkapan anak semata wayangnya yang sedang jatuh cinta.
" Kalau dia juga menyukaimu, kenapa tidak. Renia gadis yang manis. Saat bertemu dengannya pertama kali, aku malah menginginkannya menjadi cucu mantuku ".
Kali ini, Tania terbelalak mendengar ucapannya ibunya. " Apa mami serius? " tanya Tania tidak percaya, walau ia sering mendengar cerita ibunya tentang gadis itu, tapi sampai hari ini ia belum pernah bertemu secara langsung. Apa sebegitu spesial gadis itu, sampai-sampai anaknya juga tertarik.
" Apa aku melewatkan cerita pagi ini " suara Harry terdengar yang baru saja pulang dari rumah sakit karena operasi mendadak. Harry menghampiri istrinya dan mengecup puncak kepala Tania dan duduk di dekat mertuanya.
" Hi, boy. Jadi kapan kamu akan bekerja di tempat daddy? " sapa Harry melihat putra semata wayangnya.
" Setelah aku menikahi Renia, dad " jawabnya santai.
" Renia? Menikah? Wah, aku benar-benar ketinggalan cerita cintamu " timpal Harry menatap bahagia putranya.
" C'mon dad, aku sudah layak seperti dirimu " ucap Vyrlan menatap balik ayahnya.
" Well, apa dia gadis yang mami bicarakan itu? " tanya Harry menatap mertuanya yang selalu tampil elegan dan awet muda di usianya yang sudah 65 tahun lebih itu.
Oma hanya tersenyum penuh arti pada menantunya itu sambil melap mulutnya.
" Kalian lanjutkan sarapannya. Tania dan Harry temui aku di ruangan setelah ini " ucap Oma beranjak dari tempat duduknya.
" Oh ya, Crishtan ke mana? Apa anak itu tidak merindukanku, dia sama saja dengan ibunya. Tidak peduli padaku " ucap Oma tenang namun sarat dengan kemarahan di dalamnya dan berlalu meninggalkan meja makan.
" Ada apa dengan Crishtan dan Oma? " tanya Vyrlan mengarahkan pandangannya bergantian pada ibu dan ayahnya.
" Jangan khawatir, Oma kamu hanya merindukannya. Bicaralah pada Crishtan untuk tinggal di sini. Walau mami tidak tahu dia tinggal di mana atau menginap di kediaman keluarga ayahnya " ucap Tania tenang.
" Nanti aku membujuknya ".
" Sayang, aku menyusul ibu dulu. Apa kamu tidak keberatan ".
" Tidak. Pergilah. Aku ingin bicara dulu dengan anakku " ucap Harry penuh sayang.
" Dia juga anakku " tatap Tania tak kalah sayangnya.
" Aku tahu, dia anak kita " ucap Harry menenangkan istrinya yang tidak suka kalau ia mengklaim Vyrlan sebagai anaknya seorang.
" Ibumu selalu tidak mau mengalah " bisik Harry namun cukup terdengar oleh Tania.
" Sayang aku mendengarnya " pekik Tania di ujung tangga.
" Daddy, bercanda mam " sahut Vyrlan menenangkan ibunya dan melihat ibunya yang kemudian melanjutkan langkahnya.
" Well, son. Apa kamu benar-benar akan ke rumah sakit setelah menikahi gadis cantik itu " tanya Harry penuh selidik dan tak sabar mendengar cerita anaknya. Mereka jarang bertemu namun saling mengerti dan berbagi.
" Dad tahu dia cantik? Apa kau mematai-mataiku, dad ".
Tawa Harry pecah seketika mendengar pertanyaan anaknya, selain liar anaknya ini begitu naif.
" Ayolah son, aku bukan ayah pengekang, sejak kapan kau mencurigaiku " tatap Harry berbinar karena ini pertama kalinya anaknya menunjukkan ekspresi cinta di depannya.
Anaknya memang sedikit susah di atur tapi ia percaya anaknya tak pernah melewati batas dan itu terbukti. Yah, walau ibu mertuanya sedikit keras padanya.
" Akh, baiklah ... kau menang kali ini, dad. Saat pesta akan ku kenalkan dia. Dan aku bertaruh kau pasti menyukai menantumu itu " ucap Vyrlan yakin.
" Aku menunggunya, tapi ... " Harry menatap anaknya berpikir sejenak sambil menghela nafas berat.
" Kenapa dad? ".
" Bisakah kau bekerja di rumah sakit minggu depan. Aku butuh keahlianmu. Ada satu pasien yang mesti kamu kontrol. Dia pasien Aritmia*, beberapa pekan ini kondisinya kritis. Aku ingin kamu yang mengontrolnya penuh ".
Vyrlan mengerutkankah keningnya, sejak pulang dia belum lagi masuk rumah sakit dan berkontribusi pada gelarnya yang baru di dapatnya beberapa bulan yang lalu. Di lain pihak jiwa kemanusiaan dan kewajibannya sebagai dokter juga terpanggil.
" Baiklah dad " Vyrlan menghembuskan nafasnya dan Harry bernafas lega. Akh, cinta obat yang meluluhkan, batinnya.
◇◇◇◇◇◇◇
* Sejenis penyakit jantung