Aku berteriak, tak sanggup kehilangan seseorang yang telah menemani hidupku selama 12 tahun. Sebagian jiwaku melayang dan aku menjadi manusia yang tidak berdaya. Aku sedih atas kehilangan ini. Aku sering bertanya mengapa Tuhan menguji aku dengan kehilangan suami. Aku punya prasangka bahwa suamiku tidak ingin menjadi lelaki Romantis adalah karena dia tidak lagi mencintaiku namun setelah aku kehilangan, maka aku merasa bahwa inilah cinta yang indah dalam hidup ku. Aku mulai menyadari arti peran suami ku. Aku mulai harus menata hidup ku kembali setelah aku tidak bisa menggunakan tangan ku untuk makan karena suami ku selalu melayani semua kebutuhan ku. Aku menyadari bahwa tangan dan kaki ku seperti hilang ketika pasangan hidup ku hilang. Aku harus mencari cara agar aku tetap bisa hidup dengan baik tanpa adanya pasangan. Aku mendapat ujian terberat dalam hidup ku dengan kehilangan yang besar. Aku lebih rela mengganti harta ku dengan kembalinya suami ku, namun apa daya, semua adalah Milik -Nya dan aku hanya bisa merenung atas segala kebodohanku selama ini. Aku menata jalan agar masa depanku bisa tetap cemerlang ditengah kondisi hitam dihatiku. Aku malu, atas sikapku selama ini, karena belum mampu memberikan yang terbaik untuk suamiku. Aku hanya bisa berdoa agar suami ku mendapatkan Syurga dan aku pun bisa mendapatkan syurga tersebut. Jalan hidup ku menjadi terombang ambing sejak aku kehilangan suamiku. Aku baru menyadari bahwa , ada seorang lelaki yang bertanggung jawab dan lembut hatinya serta penuh perhatian yang selalu ada kapanpun dan dimanapun bersamaku. Aku selalu berada disamping suamiku dalam suka dan duka dan sebaliknya , dia selalu ada disaat kondisi apapun dalam kehidupan rumah tangga kami. Lelaki lembut dan penuh perhatian itu telah tiada. Aku menjadi wanita yang kehilangan arah dalam hidup ku. Aku menjadi sosok yang selalu saja menangis hingga Alloh memantapkan hati untuk bisa melangkah lagi dari nol. Aku harus kembali mengingat bagaimana caranya menjadi wanita yang mandiri. Dahulu kala, aku adalah wanita yang begitu mandiri , sebelum adanya pernikahan. Namun setelah menikah, maka aku menjadi wanita yang sangat mengandalkan bantuan dari suamiku. Suamiku yang tahu bagaimana aku bisa sarapan pagi yang enak, makan siang yang lezat, makan malam yang nikmat. Semua itu disiapkan oleh suami ku. Suamiku juga yang handel pembantu rumah tangga. Dia yang juga selalu mempersiapkan kendaraan dan dia juga yang menjadi supir ku. Dia adalah teman sejatiku, tanpa aku sadari. Dalam upayaku mencari teman sejati, ternyata Tuhan punya cara untuk aku menyadari bahwa teman sejatiku sudah ada bersamaku dan kami sudah menikah. Alloh menguji kualitas keimanan aku dengan tetap mencintai suamiku dan aku terpuruk dalam kerinduan yang panjang bersama kehilangan suamiku. Masa depan menjadi arah yabg tidak jelas. Aku merasa journey hidupku tidak bisa berakhir hanya karena satu orang lelaki. Aku penuh dengan praduga, siapakah cinta sejatiku sebenarnya ?.Aku harus mencari yang lain untuk bisa mengobati rasa kehilangan. Aku menjalani masa Iddah dengan penuh kesedihan. Aku baru move-on dan mencari teman bicara yang asyik untuk bisa menghiburku. Aku stress jika harus hidup seorang diri. Sebelum suamiku pergi untuk selamanya, beliau jarang sekali mau berkomunikasi denganku. Sikap dan perilaku suamiku sekitar 1 bulan sebelum kepergiannya adalah mencoba menjadi lelaki yang romantis. Aku merasakan jatuh cinta kepada suami ku, namun hanya 20 hari kemudian, maka dia telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Aku terlambat menyadari bahwa suamiku ini betul-betul lelaki idamanku. Andai waktu bisa aku beli, untuk membuat Suami ku bahagia dalam pernikahan ini. Aku tidak punya impian apapun akan cinta sejak suamiku pergi. Aku ingin cinta sejati hanya dari Yang Maha Kuasa. Aku belajar banyak dalam perjalanan ini. Journey ini terlalu berat untuk aku jalani. Namun, aku harus faham, mengenai tujuan dari Yang Maha Pemberi terhadap kesejatian dan ketulusan.