Aku bersyukur sekali, bahwa aku bisa mendapati namaku di Papan Pengumuman bahwa aku lulus dan bisa kuliah.
Namun sore itu, aku kembali bingung, bagaimana agar bisa kuliah dan ternyata aku harus memiliki uang sejumlah 825.000 (Delapan Ratus Dua Puluh Lima Ribu Rupiah). Darimana aku memiliki uang sebesar itu, sementara mamaku, setiap hari hanya punya uang 20 ribu untuk aku sekolah karena papaku hanya seorang supir taksi. Terkadang mama harus berhutang agar aku bisa kuliah. Uang biaya sekolah aku di kelas 3 SMA saja sudah dibayarkan oleh salah seorang guru, lalu bagaimana mungkin aku meminta bantuan guru tersebut untuk bisa masuk ke Perguruan Tinggi? Aku hanya bisa termangu dalam diam.
Pagi hari, aku berusaha mencari nomer hp salah seorang mantan kepala sekolah yang orangnya sangat dermawan. Aku hubungi telpon rumah beliau. Aku berkata dari kejauhan "Apakah Bapak x ada ? " . kemudian anaknya menjawab, bahwa Bapak sedang tidak ada. Aku panik dan tanpa sadar aku berkata "tolong yang dek, ini mengenai nasib dan nyawa aku, tolong ya, besok aku mau ke sekolah Bapak, untuk minta bantuan terkait biaya untuk mendaftar ke universitas. Akhirnya, adik tersebut hanya bisa mengatakan iya kak, nanti akan disampaikan.
Aku pulang kerumah, tanpa harapan. Keesokan harinya, aku berangkat menemui seorang bernama Bapak X yang aku yakin dia akan membantu biaya aku. Ternyata benar saja, beliau memberikan tulisan tangan untuk ke Universitas Indonesia dan membayarkan aku biaya 50 persen dari biaya yang aku butuhkan. Aku bahagia sekali karena akhirnya aku bisa kuliah di Universitas Indonesia.
Keesokan harinya, aku mendapatkan bantuan lagi 50 persen biaya pendaftaran berasal dari guru ngajiku. Dan akhirnya aku bersemangat untuk berangkat ke Depok, yaitu ke kampusku. Aku tidak lagi malu karena ku pegang secarik kertas untuk Rektor disana. Dan ternyata aku mendapatkan beasiswa selama aku kuliah. Secarik kertas itulah yang merubah hidupku sehingga aku bisa menjadi Mahasiswa di sebuah Universitas ternama.
Aku merubah semua pemikiran negatif aku tentang sebuah impian. Aku mulai mengejar impianku yang sempat kandas karena aku pernah sakit dan usaha ayahku sempat bangkrut.
Aku memberanikan diriku lagi untuk tidak hanya kuliah di satu kampus, aku ingin kuliah di beberapa kampus lainnya. Aku kembali menjadi aku yang sangat ambisius.