Yang dilihat manik hijau Charity sama persis dengan yang dilihatnya dalam mimpi begitu kakinya menginjak halaman belakang. Gadis itu berjalan melewati semak-semak yang tumbuh merambat tidak beraturan dan melihat sebuah kolam yang dipenuhi lumpur. Matanya masih memperhatikan sekitar sebelum melangkah lebih dekat dan berhenti tepat di tepi kolam. Lalu sekarang bagaimana caranya menemukan surat itu?
"Aleva ... "
Charity terkesiap mendengar suara seorang wanita tiba-tiba berada di belakangnya. Suara itu ... terdengar tidak asing. Gadis itu menutup mulutnya agar tidak berteriak saat melihat lagi wanita itu. Masih dengan tubuh penuh luka juga mata yang berlinang darah, tatapan wanita itu terlihat begitu menyedihkan kali ini. Tidak ada lagi amarah dan kebencian.
"Kamu siapa?" Charity berdiri tegak meski jantungnya berdegub tidak karuan, ia tidak mungkin melangkah mundur karena kakinya sudah berada tepat di tepi kolam.
"Namaku Aleva, datang untuk memberikanmu sesuatu." Wanita yang berdiri beberapa langkah dihadapan Charity mendekat perlahan. Luka-luka dan darah yang mengalir di seluruh tubuhnya perlahan menghilang.
Charity tercekat begitu seluruh luka pada tubuh wanita itu tertutup. Rambut hitam panjang, wajah tirus dengan hidung mancung, bibir tipis berwarna merah muda yang tersenyum, juga mata dengan tatapan tajam menggoda. Wow ... Charity tidak bisa menghentikan mulutnya yang ternganga, terpesona pada kecantikan yang tidak pernah dilihat.
"Kamu cantik sekali ternyata. Kenapa muncul didepanku dengan wajah dan tubuh penuh darah? Kalau dari awal seperti ini, aku kan tidak perlu ketakutan."
Charity masih memperhatikan wanita bernama Aleva itu dengan tatapan kagum. Bola mata Aleva berwarna merah darah dengan titik hitam ditengahnya. Tunggu ... kenapa warna matanya bisa begitu? Apa dia bagian dari klan Uchiha? Apa itu mata Sharingan? Charity tidak bisa menahan senyum dengan semua pikiran konyolnya. Sebaiknya memang menyelesaikan misteri rumah ini dulu, agar kehidupannya kembali normal.
Aleva berhenti tepat di depan Charity, masih dengan senyum mengembang. Hening, tidak ada kata apapun yang keluar dari keduanya, seolah waktu sedang diputar terbalik ketika cahaya matahari dan rembulan terus berganti dengan sangat cepat. Bunga-bunga tumbuh menggantikan semak yang tadi mengelilingi kolam, kemudian layu dan gugur, lalu kembali mekar dalam waktu sepersekian detik. Charity masih tidak bisa bicara, nafasnya seolah tertahan. Kemudian waktu yang dirasakannya melambat, dan berhenti pada titik yang sama sekali tidak dimengerti.
Charity tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya dan jatuh terduduk ketika perubahan waktu benar-benar terhenti. Gadis itu tidak bisa menenangkan detak jantungnya sendiri, menghembuskan nafas dengan kuat seraya memegangi syalnya dengan erat. Airmata yang mengalir sama sekali tidak bisa tertahan, rasa takut yang belum pernah dirasakan seolah melemahkan seluruh kekuatannya.
"Kau baik-baik saja?"
Charity mendongak dan mulai menatap keadaan sekitar ketika suara Aleva menyadarkannya. Tidak ada kolam apapun di sekeliling Charity, hanya ada rumput hijau yang luas, dipenuhi bunga-bunga yang mulai mekar. Angin musim semi menerpa pohon-pohon oak yang terlihat indah dengan tunas barunya, mengingatkan Charity pada kehangatan rumah lamanya saat Ibu masih ada. Gadis itu menemukan Aleva yang duduk di sebuah bangku bersama seorang lelaki.
Charity melangkahkan kakinya mendekat, nafasnya tercekat saat manik hijaunya melihat lelaki yang duduk disamping Aleva sedang terpejam. Kenapa? Dadanya terasa sesak, lagi-lagi airmatanya tidak bisa ditahan, perasaan sedih yang tidak pernah dirasakan membuat Charity kembali terjatuh lemah. Ada apa dengan perasaannya? Tempat apa ini?
"Aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir begitu, Aleva." Lelaki itu membuka kedua matanya yang memiliki manik sama persis seperti Aleva.
Charity menatap lekat wajah lelaki yang membuat perasaannya bergemuruh itu seraya menahan isakannya sendiri, memperhatikan mata yang seolah menyimpan kesedihan mendalam. Gadis itu tahu bahwa lelaki dihadapannya sedang berbohong, jelas sekali dia tidak sedang baik-baik saja. Tidak mengerti tentang keadaan sekitar yang tiba-tiba berubah, Charity menjadi lebih bingung saat menyadari bahwa Aleva seperti tidak menyadari keberadaannya.
"Aleva!" Charity tidak bisa menahan rasa terkejutnya saat tahu bahwa tubuhnya sendiri terlihat transparan, tangannya menembus tubuh Aleva saat mencoba memegang. Apa yang terjadi?
"Aleva, ada apa dengan tubuhku? Kenapa jadi seperti ini?" Dua orang dihadapannya tidak mengatakan apapun, seperti tidak menyadari keberadaan Charity.
"Aku akan bicara pada Ayah," ujar Aleva seraya berdiri. Langkahnya terhenti saat lelaki yang memiliki mata yang sama itu menggenggam erat tangannya.
"Jangan coba menahanku, Railen De Leonard! Aku tidak bisa membiarkan kakakku satu-satunya menikahi putri dari keluarga Tarech yang kejam itu. Bagaimana mungkin Ayah memberikan penerus keluarga Leonard pada mereka?"
Charity melihat jelas kemarahan Aleva yang berapi. Apa lagi sekarang? Jadi, lelaki itu bernama Railen De Leonard? Sekilas, Charity sedikit paham pada masalah yang sedang dihadapi mereka. Tapi, siapa keluarga Tarech yang sangat dibenci Aleva?
"Ayah melakukannya demi menjaga kedamaian bagi seluruh rakyat Zeedhania. Kita bukan hanya menjaga keluarga Leonard saja. Kau pasti paham, kalau permintaan mereka tidak dipenuhi maka keluarga Tarech tidak akan segan menghancurkan daerah ini, rumah kita." Railen menghela napas. "Akan ada banyak yang terluka lalu mati sia-sia. Kau juga harus mengerti bahwa kita sebagai keluarga Leonard bertanggungjawab atas semua yang terjadi di Zeedhania. Melindungi keselamatan dan kedamaian tempat ini adalah tugas yang sudah kita emban sejak dulu."
"Apa mengorbankan calon pemimpin Zeedhania adalah cara kita melindungi semua orang? Kenapa kalian semua yakin sekali kalau kita akan kalah bila berperang dengan keluarga Tarech? Selemah itukah kita?" Aleva menghempaskan tangannya sebelum kembali melangkah, masuk ke rumah besar yang Charity yakini sebagai rumah yang sama.
Charity ingin sekali mengikuti Aleva dan mencari tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi, tapi tubuhnya malah mendekat dan duduk disamping lelaki yang masih menatap kepergian Aleva. Wajah teduhnya membuat Charity tidak berhenti memandang, garis wajah tegas dengan mata tajam seperti milik Aleva membuat gadis itu semakin tidak ingin beranjak. Charity terpesona pada makhluk paling tampan yang pernah dilihatnya ini tentu saja, tapi ada perasaan lain yang seolah menghimpit dadanya, menyesakkan.
Angin musim semi menerbangkan rambut Charity, terasa dingin tapi hangat disaat bersamaan. Hatinya yang menghangat lebih tepatnya. Meski belum paham benar dengan apa yang terjadi, entah kenapa Charity yakin sekali bahwa lelaki ini adalah kunci dari semuanya. Calon pemimpin keluarga Leonard, begitu yang Charity dengar. Dan tempat ini bernama Zeedhania. Lalu apa yang terjadi pada rencana pernikahan Railen dan putri dari keluarga Tarech itu?
"Terjadi kekacauan di perbatasan, Tuan!" Charity terkesiap saat seorang lelaki lengkap dengan pakaian perang datang dan berlutut, ada bekas luka goresan di pipi kanannya.
"Apa yang terjadi?"
"Salah seorang putra dari keluarga Tarech menyerang daerah kita dan sudah banyak prajurit yang terbunuh. Apa yang sebaiknya kami lakukan, Tuan? Bukankah sudah ada perjanjian damai antara Tarech dan Leonard?"
"Kita tidak bisa membiarkan mereka yang terbunuh mati sia-sia. Batalkan perjanjian dengan keluarga Tarech dan umumkan keadaan darurat. Kita akan melawan mereka sampai akhir. Perintahkan kepada seluruh kepala keluarga di Zeedhania untuk menyiapkan prajurit terkuat dan terbaik mereka untuk berperang."
"Daulat, Tuanku."
Sebuah gulungan terjatuh saat Railen berdiri dan melangkah tergesa. Charity tidak bisa mengabaikan hal sekecil apapun di tempat ini, kan? Tangannya memegang gulungan itu dengan ragu sebelum membukanya. Lukisan sebuah wajah ternyata. Charity tidak bisa menahan tubuhnya yang bergetar setelah membuka gulungan. Wajah yang tersenyum itu, dengan rambut panjang bergelombang, syal merah yang melingkar sempurna, dan mata dengan manik hijau. Wanita di lukisan itu ... adalah dirinya sendiri.
Charity menghembuskan napas perlahan, kepalanya terasa sakit menghadapi hal konyol yang baru dilihatnya. Gulungan berisi lukisan wajahnya sendiri itu masih berada dalam genggaman, gadis itu membukanya sekali lagi sebelum berdiri dan melangkah menuju rumah besar di belakangnya. Pasti ada alasan kenapa Railen, orang yang hidup di masalalu bisa memiliki lukisan wajah Charity. Hanya Aleva yang mungkin bisa menjawab kecamuk dalam hati gadis delapanbelas tahun itu.
Gadis berambut gelombang itu tidak bisa menahan mulutnya yang ternganga, merasa takjub dengan rumah besar bernuansa Biru-Magenta-Putih. Terlihat serba baru dan berkilau, berbeda sekali dengan rumah di waktunya sendiri yang begitu suram.
Langkahnya bergerak menuju lantai dua, di mana gadis yang sedang dicarinya baru saja terlihat memasuki sebuah kamar. Itu kamar yang sama dengan yang pernah dimasuki Charity beberapa hari lalu. Tangga yang dilalui lagi-lagi membuat gadis berambut gelombang itu tak bisa menahan takjub, benar-benar terlihat seperti mansion kaum Vampir, bedanya rumah ini seolah dipenuhi kehangatan juga cinta.