Beberapa meter di depan Charity, seorang lelaki tiba-tiba sudah berdiri dengan seringai mengerikan. Tubuh tinggi besar dengan garis wajah keras, ada bekas luka goresan sepanjang wajah bagian kirinya, serta bola mata berwarna hitam pekat yang menatap bengis menambah kesan menakutkan bagi Charity.
Apakah dia ... Tarech?
"Ayah!" Teriak Aleva seraya melemparkan senjata jiwanya pada pemimpin keluarga Tarech yang dengan mudah menghindar.
"Ayah tidak apa-apa? Aku segera ke sini begitu merasakan keberadaan orang jahat itu," ujar Aleva memburu, menatap tajam lelaki yang telah membuat ayahnya terluka.
Sebenarnya apa yang dilakukan pemimpin keluarga Tarech itu? Bagaimana bisa menyerang seorang pemimpin Zeedhania begitu mudah? Dan tadi ... bukankah tubuhnya tidak terlihat? Berbagai pertanyaan memenuhi kepala gadis delapan belas tahun yang kini berdiri. Memandang lekat Aleva yang berdiri di samping ayahnya, berhadapan dengan seorang Tarech.
"Di mana Railen?"
"Dia sedang melawan orang yang telah membantai seluruh rakyat Zeedhania, Frazel Mi Tarech." Penjelasan singkat Aleva membuat lelaki setengah baya di sampingnya mengangguk paham.
"Jadi, seluruh rakyat Zeedhania telah tewas? Bagaimana dengan para kepala keluarga?" Melihat reaksi Aleva yang hanya diam, cukup memberitahu bahwa negerinya telah hancur.
"Sialan! Beraninya menyerang tiba-tiba ...,"
"Sudah kubilang seorang pemimpin Zeedhania tidak boleh berkata kasar," ucap lelaki berwajah bengis memotong perkataan kepala keluarga Leonard, seringai kemenangan tercetak di bibirnya.
"Tenang saja, Leonard. Putriku sedang menyelesaikan kekuatan terhebat yang ia miliki, dan menyegel semua yang terjadi di sini dalam sebuah cerita. Jadi, kau tidak perlu merasa kehilangan siapapun. Karena kau, dan seluruh Zeedhania akan merasakan penderitaan selamanya. Hahahaha ..."
Charity bergidik saat suara berat itu menggema di seluruh rumah. Menyegel semua yang terjadi dalam sebuah cerita? Apa maksudnya? Sebuah cahaya berwarna emas dari pemimpin Leonard, di sambut cahaya hijau dari Aleva membuat ruangan itu begitu terang. Darah menetes dari mata keduanya. Sedang lelaki yang sejak tadi tertawa mengeluarkan sebuah cahaya biru berbentuk petir di kedua tangannya.
Alesha melesat cepat, tertahan hanya oleh satu dorongan dari Tarech. Di susul anak panah yang meluncur tiba-tiba, mengenai tepat di dada kiri lelaki berjubah hitam itu. Charity membulatkan mata saat senjata jiwa yang memancarkan cahaya hijau itu kembali meluncur dari atas dan tertancap tepat di kepala Tarech, membuat lelaki itu tersungkur ke lantai. Darah mengucur dari seluruh tubuhnya.
"Ayah!" Charity terkesiap saat seorang wanita melesat cepat menuju Tarech yang terluka parah, menatap penuh kebencian pada dua orang yang juga terluka.
Wanita itu sama cantiknya seperti Aleva, bola matanya hitam pekat, dengan rambut panjang ikal berwarna cokelat tua menambah kecantikan wajahnya yang juga tanpa cela. Gaun putih panjang dengan garis-garis merah di sepanjang lengan, cukup memberitahu Charity bahwa wanita itu bukan orang sembarangan.
"Semuanya sudah berakhir, Leadra!" Railen berdiri beberapa langkah di belakang wanita yang dipanggil Leadra seraya menjatuhkan tubuh seorang lelaki yang sudah tidak bernyawa.
"Frazel!" Leadra menatap tajam Railen yang melangkah tenang ke arahnya.
"Beraninya kalian ..., membunuh Kakak dan Ayahku. Aku tidak akan pernah melupakannya sedetik pun dari setiap kematian keluargaku. Dimulai dari Ibuku dan seluruh keluarga Tarech yang kalian bunuh lima belas tahun yang lalu, dan sekarang Ayah juga Kakakku. Tidak akan pernah kulupakan semua luka dan airmata yang telah tumpah disebabkan makhluk hina seperti kalian!"
Railen menghentikan langkahnya, merasa bingung karena tidak tahu apa sebenarnya yang sedang dibicarakan wanita di hadapannya. Sedang Leadra mengeluarkan sebuah buku dari balik gaunnya, halaman demi halaman terbuka yang juga menampilkan kejadian demi kejadian pembantaian seluruh Zeedhania. Charity tercekat, melihat seluruh mayat yang dihisap habis energi kehidupannya.
"Hiduplah yang telah mati. Matilah yang dihidupkan lagi. Hiduplah yang telah mati. Matilah yang dihidupkan lagi." Dua kalimat itu terucap dari bibir Leadra, menimbulkan cahaya putih besar seolah menenggelamkan seluruh rumah. Angin yang berhembus kencang disertai petir menggema membuat Charity menahan napas, rasa takut menjalar saat Leadra terus mengucapkan kata-kata yang tidak dimengerti, seperti mantra sebuah sihir.
"Hentikan, Leadra! Apa yang coba kau lakukan?" Aleva melesat ke arah wanita yang kini berdiri sambil terus membaca buku di tangannya, kemudian terhempas jauh ke belakang ketika Leadra menatapnya tajam.
"Aleva!" Railen berteriak saat melihat begitu banyak pisau tiba-tiba sudah beterbangan dan menghantam tubuh Aleva, mengeluarkan begitu banyak darah menguar bersama suara tawa mengerikan dari Leadra.
Charity tidak bisa menghentikan airmata, saat tubuh Aleva tersungkur lemah dengan begitu banyak darah mengalir, persis seperti yang pertama kali dilihatnya waktu itu. Railen melesat cepat mencoba menahan tubuh Aleva agar tak menyentuh lantai dengan keras, membawa adiknya itu dalam dekapan.
"Kumohon hentikan, Leadra! Belum puaskah kau telah membunuh seluruh rakyat Zeedhania?"
"Aku tidak akan pernah puas meski kalian semua menderita selamanya, Railen. Kalian telah menyebabkan Ibuku dan sebagian besar keluarga Tarech mati lima belas tahun lalu. Rakyatmu bahkan menentang rencana pernikahan kita," ujar Leadra berapi, "mungkin mereka tahu rencana kami untuk balas dendam, hahaha ...," lanjutnya lagi-lagi dengan tawa menggelegar.
"Aku tidak mengerti apapun yang ...,"
"Ibuku sakit parah, bodoh! Dan hanya Zeedhania yang punya persediaan obatnya. Tapi kalian ... tidak memberikan sedikit pun, sampai aku harus kehilangan beliau." Suara wanita yang sejak tadi mengeluarkan aura mengerikan berubah sendu, airmata mengalir dari bola mata hitam pekatnya.
"Selama bertahun-tahun aku mempelajari kekuatan ini, dan sekarang waktunya membuat kau dan seluruh Zeedhania tidak pernah lepas dari penderitaan."
Sebuah tongkat panjang dengan ujung tajam tiba-tiba sudah melayang cepat menuju Railen. Charity menahan teriakannya sendiri saat tongkat itu hampir menyentuh tubuh lelaki bernetra merah yang diam-diam sudah mencuri perasaannya.
"Ayah!" Lagi-lagi teriakan Railen menggema, darah mengalir dari kedua matanya ketika seorang lelaki yang sejak tadi sudah terluka parah menahan tongkat itu dengan tubuhnya sendiri. Mengenai tepat di jantungnya.
"Wah ... adegan yang luar biasa, dugaanku memang tepat." Sebuah senyum miring tercetak di wajah Leadra, melihat Railen yang kini menatapnya dengan penuh kebencian.
"Benar, Railen. Tatap aku dengan cara seperti itu!"
Railen berdiri setelah meletakkan Aleva perlahan di lantai, melesat cepat menuju wanita berambut cokelat gelap yang dengan mudah menghindar. Charity menatap cemas, ingat bahwa kekuatan lelaki itu tidak sempurna tanpa senjata jiwa. Leadra terus menghindari serangan bertubi Railen tanpa memberikan perlawanan berarti.
"Mau melawanku padahal tidak punya senjata jiwa? Bodoh sekali kau! Padahal sudah lihat bagaimana adik dan ayahmu mati tanpa bisa melawan kekuatanku."
Cahaya putih yang sejak tadi menguasai menjadi semakin terang, menyilaukan hingga membuat gadis bersyal merah itu menutup mata menggunakan kedua tangan, menjatuhkan kedua buku yang selalu didekap. Railen terlihat tidak bisa bergerak saat Leadra menangkap kedua tangannya, menghempaskan tubuh lelaki itu ke lantai hingga berada di bawah tubuhnya.
"Tidurlah, Railen!" Dua kata yang membuat calon pemimpin Zeedhania itu menutup mata, seolah mengikuti perintah Leadra tanpa melawan.
Leadra kembali membuka bukunya, membacakan sesuatu yag tidak dimengerti Charity hingga terasa memekakkan telinga.
"Hiduplah yang telah mati. Matilah yang dihidupkan lagi. Aku mengutuk seluruh Zeedhania bersama jiwa yang tersegel, mengulang kejadian demi kejadian hari ini, tanpa berhenti. Yang bisa membebaskan semua jiwa sedang tertidur. Kuberi kesempatan pada setiap gadis yang bisa memberikannya ciuman cinta sejati, untuk membebaskan sang Pangeran Leonard."
Charity menahan napas ketika wanita mengerikan itu melontarkan kata-kata yang dianggapnya konyol sebagai sebuah kutukan. Ciuman cinta sejati? Apa-apaan? Ini bukan cerita tentang sleeping beauty, kan? Pertanyaan demi pertanyaan itu tidak bisa berhenti berputar di kepala gadis itu.
"Mereka yang memiliki takdir akan datang 33 tahun lagi, kalau bisa membangunkan Railen maka berakhir penderitaan seluruh jiwa yang tersegel di Zeedhania. Mereka yang memiliki takdir, juga kuberi kesempatan untuk memilih."
Charity terkesiap saat matanya bertemu tatap dengan milik Leadra, bertepatan setelah kalimat terakhir terucap. Sebuah senyum terpatri di wajah Leadra sebelum cahaya putih yang sejak tadi menyebar perlahan memudar.