Astha terduduk di pinggiran tempat tidurnya. Tangannya mengepal merasa kesal dengan apa yang baru saja dilakukan olehnya. Bisa-bisanya dia merasa bernafsu dengan pembantunya sendiri. "Gila, aku pasti sudah gila." ucap Astha sambil memukul pembaringannya.
Penat sekali rasanya. Tak biasanya dia dibangunkan oleh seseorang secara paksa seperti tadi. "Siapa dia? berani-beraninya membangunkan aku jam segini." Astha memijit keningnya sendiri. Apalagi melihat tempat tidurnya yang berantakan karena ulah pembantunya. Membuatnya semakin kesal. Lalu siapa yang akan merapikan tempat tidurnya sekarang? tentu saja Astha sendiri. Karena tak mungkin dia meminta pembantunya kembali untuk merapikan tempat tidurnya. Astha tak akan bisa tidur jika kamarnya berantakan.
Setelah semua rapi, dia merebahkan tubuhnya. Tidur lagi adalah tujuannya. Apalagi rasa ngilu yang masih ia rasakan di seluruh tubuhnya akibat beberapa pukulan yang dilayangkan anak buah Andrew padanya.
Belum lama ia tertidur, suara gaduh di luar membuat dia terbangun lagi. Entah apa yang terjadi. Tapi jelas di pendengarannya seperti terdengar suara kaca pecah.
"Brengsek!! Baru aja bisa tidur. Ada saja yang ganggu." Astha menggeram. Dia duduk lalu mencari mantelnya untuk menutupi memar di tubuhnya. Anak buahnya akan membuat perhitungan kalau sampai tahu kondisinya saat ini. Tak lupa dia menyisipkan senjata apinya di dalam mantelnya.
"Bos, anak buah Andrew mengepung markas kita." teriak Reza saat melihat Astha berjalan ke arahnya.
Astha hanya diam namun wajahnya sudah menunjukkan seringaian yang menakutkan. Dia melihat pecahan kaca berceceran dan ada batu lumayan besar yang tergeletak di lantai.
"Kurang ajar!!" Astha langsung keluar dengan hati-hati, mengambil senjata apinya dan menembakkan satu peluru ke udara. Beruntung rumah mewahnya ini jauh dari pemukiman.
Satu tempakan ke udara membuat nyali anak buah Andrew itu ciut. Mereka yang hanya berbekal parang dan batu lari terbirit-birit saat mendengar suara tembakan.
"Dasar pengecut. Begitu saja sudah lari." Astha memasukkan kembali senjata apinya ke dalam mantel.
"Reza, perketat pengamanan di luar. Sangat mungkin mereka akan kembali lagi ke sini. Karena bos mereka terluka. Atau mungkin mati semalam. Aku tidak peduli. Manusia seperti Andrew pantas mati. Sama seperti si brengsek yang aku cari." Astha duduk di dekat meja bilyard. Anak buah yang lain menghentikan aktifitas mereka. Karena ada bos mereka yang auranya selalu mengintimidasi.
"Baik Bos. Nanti akan saya perketat lagi. Masalah wanita-wanita kita, sudah saya tarik semua dari clubnya Andrew. Mereka tidak aman di sana." ucap Reza yang sudah membereskan semuanya tadi malam.
"Bagus!! Kita ganti target. Di tempat Andrew sekarang pasti tidak aman. Hanya aku masih penasaran dengan dengan laki-laki biadab itu."
"Sepertinya beliau tidak akan pergi ke tempat sekelas clubnya Andrew, Bos."
"Aku harus bisa memancingnya keluar." Astha beranjak. "Suruh pembantu itu memasakkan semur daging untukku. Aku mau sarapan. Sebelum itu suruh dia bawakan kopi pahit ke paviliunku. Gara-gara dia aku tidak bisa tidur. Brengsek!!" Astha berjalan meninggalkan Reza.
"Baik, Bos." Reza mengikuti Astha. Dia ingin menanyakan sesuatu pada Astha meski dia ragu.
"Ada apa kamu ngikuti aku?" tanya Astha saat menyadari Reza mengikuti langkahnya.
"Bos, maaf apa sesuatu sudah terjadi pada Alivia? semalam dia tidak keluar dari kamar bos. Maaf kalau saya lancang." Reza menunduk tak berani menatap mata elang Astha.
Astha tersenyum smirk mendengar pertanyaan Reza. "Kamu pikir aku nafsu sama pembantu itu? konyol kamu! Cepat suruh dia ke kamarku. Dalam waktu lima menit tidak datang, aku habisi dia." Astha meninggalkan Reza yang masih penuh tanda tanya.
Reza masih penasaran dengan apa yang terjadi dengan Alivia. Tapi dia harus segera memanggil wanita itu untuk membuatkan kopi pahit untuk Astha.
"Ada apa Za di depan?" ucapan Alivia mengagetkan Reza yang sedang melamun melewati lorong menuju kamar Alivia.
"Hanya insiden kecil musuhnya Bos. Kamu disuruh bos bikin kopi pahit. Habis itu masakin dia semur daging untuk sarapan. Ini perintah bos." ucap Reza sambil menelisik tubuh Alivia. Pakaiannya sudah terlihat lebih rapi dari sebelumnya. Tapi masih lecek.
"Tapi Za, aku takut."
"Sudah buruan. Dia bilang akan menghabisimu kalau dalam waktu lima menit kamu tidak sampai kamarnya membawa kopi pahit untuknya." ucap Reza menyampaikan pada Alivia sesuai perkataan bosnya tadi. Tanpa menjawab pertanyaa Reza, Alivia langsung masuk ke dapur dan membuatkan kopi untuk Astha. Reza mengikuti dari belakang.
"Bosmu itu menakutkan seperti hantu." ucap Alivia sambil mengambil panci untuk merebus air panas. Kopi yang Astha suka adalah yang diseduh dengan air mendidih.
"Lebih seram malah." jawab Reza. Dia juga membuat kopi untuk dirinya sendiri.
"Lebih seram kenapa kamu betah di sini? ini seperti sarang penyamun, tahu ga?" Alivia menyiapkan cangkir dan mengisinya dengan kopi. Air yang dia masak sudah mendidih. Dan saatnya dia menuangkan ke dalam cangkir.
"Karena aku suka tempat ini." ucap Reza enteng.
"Jawaban konyol." jawab Alivia sambil mengernyitkan dahinya.
"Kamu tadi malam diapain sama bos? apa dia sudah melakukan itu sama kamu?" tanya Reza penasaran.
"Gila kamu. Aku tidak serendah itu."
"Lalu kenapa kamu bisa tidur di kamar Tuan Astha? laki-laki dan perempuan berada dalam satu ruangan sepi. Tak mungkin tidak melakukan hal itu."
"Sudah aku bilang aku ketiduran dan ga ngapa-ngapain di sana. Bos juga tidur." Alivia segera membawa cangkir di atas baki. Lalu meninggalkan Reza sendiri di dapur.
"Omong kosong. Ga mungkin tidak terjadi apa-apa."
"Terserah kamu mau ngomong apa." Teriak Alivia sambil berjalan.
Alivia gugup saat langkahnya harus berhenti tepat di depan paviliun Astha. Dia ragu untuk masuk atau tidak. Tapi dia ingat waktunya hanya lima menit.
Tok Tok Tok. Alivia memberanikan diri mengetuk pintu.
Ceklek. Berdiri sosok laki-laki tampan meski wajahnya penuh luka. Tatapannya saat ini sungguh mematikan. Alivia tertunduk sambil menyerahkan bakinya.
"Lima menit dua belas detik. Kamu telat dua belas detik." ucap Astha.
"Dibawah setengah menit, Tuan. Jadi pembulatan ke bawah ya. Masih masuk hitungan lima menit." Alivia dengan wajah ketakutan mencoba untuk bernegosiasi.
"Ngelawan saja. Masuk!! taruh kopi saya di meja."
Alivia mengangguk. Menuruti perintah Astha meski dengan penuh kecemasan.
Ceklek ceklek.. Alivia tersentak saat Astha mengunci pintu dua kali.
"Apa yang mau Tuan lakukan?" Alivia semakin mundur, sedangkan Astha langkahnya semakin mendekat. Astha menyeringai menatap Alivia.