Sayup-sayup terdengar suara adzan subuh di telinga Alivia. Meski rumah mewah Astha di kelilingi tembok beton tinggi dengan bagian atas kawat berduri, Namun Alivia masih mendengar meski sangat kecil. Gadis bermata almond itu menggeliat. Merasakan sesuatu yang berbeda dari kebiasaan sehari-harinya. Merasa nyaman dengan kasur yang empuk dan tubuh yang hangat seperti berbalut selimut.
Pelan-pelan dia membuka matanya, mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Lampu tidur yang remang. Alivia perlahan mengumpulkan nyawanya. Terbiasa tidur di kasur yang keras, bantal yang keras serta lampu yang menyala terang, membuat dia menyadari bahwa sekarang dia tidak berada di dalam kamarnya sendiri.
Alivia mencoba mengingat kejadian apa yang terjadi semalam. Alivia sontak duduk. Melihat tubuhnya masih lengkap apa tidak. Dia bergidik ngeri. Berada di sarang penyamun seperti sekarang membuat dia waspada. Jangan-jangan...
"Astaghfirullah.. ini kamarnya Tuan Astha. Apa yang sudah aku lakukan di kamar ini? Jangan-jangan Tuan Astha sudah.. Ahhhh.." Alivia melihat dirinya sendiri. Membuka selimutnya dan ternyata pakaiannya masih lengkap. Hijab yang dia kenakan juga masih terpasang.
"Kata orang kalau habis begituan, akan sakit di daerah kewanitaan." Alivia lantas beranjak dari tempat tidur. Dan berdiri. Tak ada rasa nyeri apapan di daerah kewanitaannya.
"Ah Alhamdulillah. Semoga saja tidak terjadi apa-apa." Tapi kemudian Alivia mencengkram bajunya sendiri. Dia ketakutan. Mungkinkah seorang Tuan Astha yang pekerjaannya menjual para wanita itu melepaskan kesempatan begitu saja saat melihatnya tidur lemah tak berdaya? Alivia menyalahkan dirinya. Dia sudah lalai menjaga dirinya.
"Aku harus cari Tuan Astha. Dia harus menjelaskan apa yang terjadi dengannya tadi malam. Apa lelaki itu berbuat lebih padanya atau tidak.
Alivia membuka pintu kamar. Tapi sebelumnya dia merapika dulu tempat tidur yang dia tempati semalam. Karena dia tahu Astha tidak suka berantakan. Lebih tepatnya paviliunya saja. Untuk kediaman utama jangannya bersih. Setiap hari selalu dipenuhi bau asap rokok dan aroma minuman keras. Kadang Alivia ingin muntah saat melewati ruangan tempat anak buah Astha biasa berkumpul.
Lupakan sesaat tentang anak buah Astha. Alivia mencari keberaan Astha. Tak butuh waktu lama pencarian Alivia pada Astha. Laki-laki dengan garis wajah sempurna itu tertidur di sofa. Alivia melihat muka Astha dengan beberapa luka yang sudah diperban. Laki-laki itu ternyata begitu tampan saat tertidur.
"Tuan..Tuan Astha. Tolong bangun, Tuan." Alivia memberanikan diri membangunkan Astha.
"Emmm.."
"Tuan saya mohon bangun Tuan."
"Ada apa sih berisik banget. Ga tau orang lagi tidur apa?" ucap Astha masih dengan mata terpejam.
"Tuan, apa Tuan semalam melakuka sesuatu pada saya? Apa Tuan sudah menodai saya?" tanya Alivia. Sebenarnya dia takut. Itu artinya sama saja dia membangunkan singa yang tertidur.
"Maksud kamu apa?" Astha tiba-tiba duduk menatap dingin. Menusuk hingga ke hatinya.
"Apa Tuan menodai saya semalam?"
"Awww.. Ampun Tuan. Sakit.." Astha tiba-tiba dengan gerakan cepat mencengkram dagunya. Alivia kembali melihat Astha yang dulu yang dingin dan tak berperasaan.
"Sedikitpun kamu itu tidak menarik di mataku. Jadi jangan mimpin aku menyentuhmu. Ngerti kamu?" Bentak Astha. "Menyentuhmu saja tidak sudi aku. Apalagi menidurimu. Sini ikut aku." Astha menarik lengan Alivia. Gadis itu hanya bisa meronta saat Astha menariknya masuk ke dalam kamar. Lalu menuju ke cermin ukuran satu badan yang biasa Astha pakai untuk merapikan diri.
"Kenapa Tuan? saya minta maaf." Alivia benar-benar ketakutan. Dia berdiri di depan cermin. Melihat bayangan dirinya di sana. Di belakangnya ada Astha.
"Lihat tubuhmu. Kurus kan? kerempeng, kan? cantik juga tidak." Astha tersenyum miring.
"Iya saya memang jelek dan kurus, Tuan. Syukurlah kalau saya tidak diapa-apain."
"Atau kamu memang mau diapa-apain olehku, ha?" Astha tiba-tiba merapatkan badannya pada Alivia.
Plakkk!!! sebuah tamparan yang cukup keras mendarat di pipi Astha.
"Kamu?!!"
"Awwww." Alivia berteriak saat Astha menarik jilbabnya seperti orang yang sedang menjambak. Sekat jilbab bagian depan seperti terasa mencekik lehernya.
"Berani kamu tampar saya?" Astha membulatkan matanya masih belum melepaskan tarikannya. Alivia kesakitan.
"Ampun Tuan, saya tidak sengaja. Awww.." Alivia terlempar ke atas pembaringan Astha. Untung saja empuk. Jadi tak sampai membuat tulang-tulangnya patah.
Astha mendekat pada jarak yang amat dekat. Dia semakin dekat dengan tubuh Alivia yang sedang berbaring.
"Kamu menantang saya ya? Oke akan saya lakukan. Mungkin kamu tipe wanita yang malu-malu tapi mau." Astha menyeringai.
Bugg!! spontan Alivia menendang bagian penting tubuh Astha.
"Aduuuh..!! Pembantu sialan!!! Astha mengaduh sambil memegang bagian penting miliknya yang kena tendangan. Ngilu rasanya. Alivia dalam keadaan yang berantakan lari keluar dari kamar Astha. Wajahnya pucat, ketakutan. Entah apa yang akan terjadi nanti. Yang jelas dia harus menyelamatkan dirinya. Dia rela dibunuh asal masih menjaga harga dirinya.
Sambil menangis Alivia berlari menuju kamarnya. Dia benci melewati ruangan bilyard tempat anak buah Astha biasa begadang menghabiskan waktu malam mereka. Alivia tak peduli. Dia harus segera sampai di kamar untuk bersembunyi dari Astha.
"Via, kenapa kamu?" tanya Reza. Laki-laki itu melihat Alivia dalam keadaan kacau. Baju dan jilbabnya berantakan. Sedangkan Alivia sendiri menangis.
"Semua karena kamu, Za." Alivia meninggalkan Reza yang penuh tanya.
"Akhirnya si bos dapat juga. Tapi masa iya Bos seleranya begitu." Ucap Salah satu teman Reza yang sedang bermain bilyard.
Seingat Reza semalam memang Alivia dia antar ke kamar Astha untuk mengobati lukanya. Tapi kenapa subuh begini Alivia baru kembali ke kamarnya? mau tak mau Reza pun berpikiran yang sama dengan teman-temannya. Telah terjadi sesuatu semalam antara Alivia dan Astha.
Reza geram kalau memang hal itu terjadi. Tangannya menggenggam kuat. Lagi-lagi Astha melakukan kegilaan yang sama. Apa istimewanya Alivia. Gadis lugu yang jauh dari kata sexy dan menarik.
Alivia berlari menuju kamarnya. Saat sampai di kamar yang sempit itu, dia mengunci pintu dan menangis di sana. Hampir saja sesuatu yang buruk terjadi padanya. Tapi untung saja Allah masih melindungi dia. Via bertekad untuk bisa keluar dari sana. Bagaimanapun caranya, dia harus bisa melarikan diri. Tak mungkin selamanya dia hidup dengan rasa cemas seperti ini.
Tak lama kemudian terdengar suara riuh di bagian depan rumah Astha. Alivia semakin ketakutan. Apa yang terjadi?