Pagi itu Nana bangun dengan perasaan segar. Ia cepat-cepat mandi dan sarapan lalu bersiap menunggu Kojiro di depan pintu. Tidak seperti biasanya, anak laki-laki itu datang tepat waktu.
"Wah..tumben nih, Pangeran…ada angin apa gerangan?" sindir Nana saat naik ke boncengan sepeda Koji. Yang disindir tidak menggubris. Ia hanya bersiul-siul kecil sambil mengayuh sepedanya santai.
"Kau lupa, jam pertama tes wawancara Bahasa Inggris, Tuan Putri… Lagipula nanti pembagian hasil tes kesehatan, tidak boleh terlambat…" katanya kemudian.
Nana mengangguk-angguk. Pantas saja, ia kira Kojiro sudah bertobat dari ngaretnya…
Dari belakang Nana memandangi punggung Kojiro dan bertanya-tanya apakah Kojiro ingat kalau hari ini ulang tahunnya? Sepertinya tidak…
Hm, mungkin inilah balasannya karena Nana melupakan ulang tahun Koji bulan lalu….
"Koji…"
"Hmm…"
"Kamu tahu tidak…keluargaku akan segera pulang ke Indonesia…" Nana mencoba memilih kalimat yang tepat agar Koji bisa teringat akan hari ulang tahunnya ini. "Diana mengirimiku hadiah boneka Teddy Bear yang besar sekali…"
"Oh,ya? Bagus kalau begitu…"
Nana kecewa karena Koji tidak ingat bahwa sekarang hari ulang tahunnya. Hm…awas kau, ya…
Mereka sampai di sekolah tepat pada saat bel berbunyi dan tes segera dimulai. Nana tampak gembira sekali hari ini walaupun tidak ada yang tahu bahwa ia sedang berulang tahun. Peduli amat…ia lebih sibuk memikirkan keluarganya…lalu ujian masuk ke SMA Nusantara yang tinggal beberapa minggu lagi.
"Kojiro… aku mau bertanding basket denganmu!" kata Nana sepulang sekolah. "…Aku nggak mau melawan anak cewek sekarang. Aku mau lihat siapa yang terbaik mainnya di antara kita…"
Koji keheranan. Ia meraba dahi Nana.
"Hm…nggak demam, kok…" Ia memandang Nana pura-pura tidak mengerti." Kamu serius nih?"
"Iya!"
"Kalau kamu kalah harus dihukum…"
"Boleh,tapi kalau kamu kalah kamulah yang harus dihukum…"
"Siapa takut?!"
Keduanya segera mengenakan seragam basket masing-masing dan berjalan ke lapangan. Anak-anak yang menonton mereka jadi keheranan.
"Kalian mau apa?" tanya Andy
"Teman-teman…dengarkan, aku dan Nana akan bertanding basket untuk menentukan siapa yang lebih hebat di antara kami…" Ia melirik Nana, "Yang kalah harus menggendong lawannya sampai rumah…"
Nana melotot pada Kojiro.
"Hei! Seenaknya kau bikin aturan…rumahmu kan lebih jauh dari sekolah?! Curang!" serunya.
Kojiro tersenyum riang.
"Oh, rupanya Nana sudah merasa pasti kalah.."
"Apa?! Tidak..aku tidak mungkin kalah darimu. Aku tidak takut." Nana termakan kata-kata Kojiro. "Kuterima aturan itu."
Semua tertawa–tawa melihat kekonyolan pertandingan itu. Mereka sudah yakin Kojiro akan menang karena ia laki-laki.
"Mulai!"
Keduanya segera bermain sebaik-baiknya. Saling rebound, saling menjaga. Nana memang gesit sekali. Rambutnya yang selalu di sanggul kiri-kanan sama sekali tidak menyulitkannya.
Tubuhnya yang langsing terlatih dan amat cekatan mendrible bola kesana kemari dan memasukkannya ke keranjang. Kojiro juga tangkas, karena tubuhnya lebih tinggi ia lebih mudah melakukan penjagaan, tetapi entah kenapa ia tidak terlalu bersemangat. Setiap kali Nana mendapat point, diam-diam ia malah tersenyum.
Priiiitttt!!
Peluit yang ditiup oleh Andy menandakan waktu telah habis dan hasilnya Kojiro kalah 2 poin dari Nana.
"Ah, Kojiro…bagaimana mungkin kau dikalahkan perempuan…" komentar yang lain. Kojiro hanya tersenyum.
"Kalau kalah ya sudah…buat apa macam-macam…" Ia melihat arlojinya dan menggeleng. "Wah..sudah sore, aku mau pulang sekarang…"
Ia mendekati Nana dan menepuk tangannya.
"Good job, Princess... Now let's go home."
Nana berdiri diam saja.
"…Kamu bilang yang kalah harus menggendong pemenangnya pulang sampai ke rumah."
Kojiro tertawa kecil.
"Memang. Tapi tidak sekarang. Kan, tidak ada dalam perjanjian aku harus melakukannya hari ini juga. Nanti sajalah kapan-kapan…"
"Kapan?"
"Kalau rumahmu pindah ke samping sekolah…atau mungkin kalau aku sudah kakek-kakek dan sedang kumat encoknya, biar kamu tidak tega…"
"Aku pasti tega. Lihat saja nanti!"
Kojiro meleletkan lidahnya yang dibalas Nana. Kedua-duanya sama-sama tak mau kalah.
"Sampai besok teman-teman, kami pulang dulu.." Mereka naik sepeda Koji lalu pulang.
Dalam perjalanan keduanya ngobrol tentang pelajaran hari ini. Tiba-tiba Nana mengungkit tentang pertandingan barusan.
"Hei, Unta jelek.. kalau bertanding lain kali yang serius dong. Kenapa tadi kau mengalah padaku?"
Kojiro menoleh kebelakang dan mencibir.
"Habisnya.. aku keceplosan menyebutkan hukumannya. Aku kasihan kalau kamu yang harus menggendongku sampai rumah. Yaa..jadi terpaksa aku yang kalah. Beres, kan?!"
"Tapi itu tidak jujur namanya."
"Terserahmulah." Kojiro menghentikan sepedanya tiba-tiba dan acuh tak acuh Ia menoleh ke belakang. "Kamu mau makan Fried Chicken sama French Fries atau bakso rudal untuk merayakan ulang tahunmu ini?"
Nana terkejut. Astaga… Koji ingat! Koji ingat!!
"Err....terserahmulah.. Aku kan ditraktir…" jawab Nana sambil tersenyum lebar. Ia gembira sekali Koji mengingat hari ulang tahunnya, walaupun Ia berpura-pura acuh.
"Ya sudah, kalau begitu kita makan bakso rudal dekat rumahku saja. Di sana harganya paling murah…"
"Apa?!"
"Eh..bercanda kok… Baksonya paling enak dan besar sekali.."
Dengan gembira keduanya pergi ke restoran bakso yang dimaksud Kojiro dan Nana harus mengakui di sana baksonya sangat besar dan rasanya enak sekali, walaupun harganya agak mahal tapi rasanya sepadan.
"Mm..terima kasih ya Koji…" kata Nana pelan setelah mereka selesai makan. Koji mengangkat alis tak mengerti. "...Kamu mengingat hari ulang tahunku…"
"Memangnya kenapa? Kamu pikir aku sama pikunnya denganmu?" sahutnya acuh. Matanya yang agak sipit itu bersinar-sinar gembira. "..Aku punya hadiah untukmu."
Nana terbeliak kaget. Baginya ditraktir saja sudah bagus. "A..apa hadiahnya ?"
Kojiro tersenyum penuh rahasia. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari tasnya dan menyodorkannya pada Nana.
"Apa ini? " Nana menggoyang-goyangkan kotak itu. "Ringan sekali…pasti murahan, ya?"
Kojiro merengut.
"Kalau tidak mau ya sudah! Kembalikan saja sekarang!" Ia bersungut-sungut, tetapi Nana hanya tertawa lebar.
"Hanya bercanda, Tuan. Kamu ini serius amat, sih.."
Pelan-pelan Nana membuka kotak itu dan mengeluarkan isinya. Sepasang pita rambut biru dengan renda-renda kecil yang indah sekali. Gadis itu tercengang-cengang…
"I..ini..ini..bagus sekali.." katanya pelan.
"Aku nitip sama Papa waktu tugas luar ke Paris. Harganya mahal, tahu! Untuk ini uang sakuku di potong banyak sekali.." sahut Koji. Ia memasang wajah sombong luar biasa lalu tertawa kecil.
"Pakailah ini untuk onde-onde di kepalamu itu, biar kelihatan kayak perempuan sedikit.."
Nana tidak membalas gurauan Kojiro. Ia masih terpesona pada sepasang pita itu.
"Koji…"
"Apalagi, sih?"
"Terima kasih.."
Malam itu Nana gembira sekali. Sambil berbaring ia pandangi terus pita pemberian Koji. Ini adalah hadiah terindah yang pernah Ia terima selama 15 tahun hidupnya. Koji ingat…Koji baik sekali…
Ia lalu teringat pembicaraan teman-temannya selama ini tentang kemungkinan kalau Ia dan Kojiro berpacaran. Uf…tidak mungkin! Koji adalah sahabat yang baik..sampai sekarang pun Ia adalah teman yang paling bisa mengerti diri Nana.
Heran, apa tidak boleh bersahabat dengan lawan jenis? Selalu saja dikira yang tidak-tidak.
Tetapi Koji orang yang istimewa. Nana tak tahu apa jadi hidupnya bila Koji pergi. Ia pasti takkan mampu bertahan.
"Kojiro…" panggil Nana suatu hari setelah bel pulang berbunyi. "…Sebenarnya kita ini apa?"
Kojiro mengerutkan keningnya.
"Apa maksudmu?"
Nana mengangkat bahu. "Orang-orang selalu mengira kita ini pacaran, sebenarnya kita ini apa?"
"Kamu maunya apa?"
Nana duduk di rumput dan mencabutnya sehelai.
"Kamu adalah sahabatku yang terbaik Orang yang paling berarti dalam hidupku selain Mama, Papa, Diana, Nenek, Kakek,…"
"Sudah-sudah!" tukas Kojiro sambil tertawa. "Oke…kamu pikirannya sama denganku. Kita ini bersahabat… Lagipula…enak saja aku dianggap pacarmu… Memangnya aku nggak laku apa?!"
"Ee…siapa yang mau orang kayak kamu…! Udah jelek, nggak bisa apa-apa lagian…"
"Apa kamu bilang ?!"
"Aku bilang jelek dan nggak bisa apa-apa!"
"Awas kau, ya!"
Kojiro berlari-lari mengejar Nana yang seperti kijang sudah menyeberangi halaman rumput ke pekarangan belakang.
"Stop! Lihat, Koji! Awannya bagus banget!" teriak Nana tiba-tiba. Keduanya lalu berhenti dan duduk di rumput memandangi langit.
"Kamu benar…awannya seperti…balon terbang!" Tiba-tiba Ia menoleh pada Nana. "Kau tahu… di PRJ minggu depan akan diadakan pameran balon udara…"
"Lalu?" Nana melihat mata Kojiro menatapnya dengan pandangan memohon. "Apa maksud pandangan memelasmu itu?"
"Temani aku ke sana dong…Aku bayarin ongkos kereta, deh…" Koji cepat-cepat menambahkan. "…Kubayarin bakso lagi, deh…sama es krim….apa saja…"
"Nah…itu yang kutunggu-tunggu!" seru Nana gembira. "Tentu saja aku mau, aku kan baik hati."
Nana tahu Kojiro amat menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan terbang. Impiannya yang terbesar.
"Oke… minggu depan semua ujian sudah beres, kita bisa pergi dengan tenang."
"Bagaimana dengan perpisahan yang akan diadakan klub basket?"
"Alaa… nanti-nanti juga ketemu lagi."
"Tapi yang mau masuk SMA Nusantara kan hanya kita berdua...?"
"Biar saja paling-paling acaranya begitu-begitu saja, aku akan permisi saja sebelumnya."
"Yah, terserahmulah."