"Nana…makan bakso, yuk!" ajak Koji sepulang sekolah. Tetapi gadis itu menggeleng.
"Maaf, tetapi aku harus pulang cepat…" jawabnya sambil membereskan buku-buku. "Sampai besok, Koji…"
"Hei! Apa salahku. Na?" tanya Koji. "Sudah beberapa hari kamu menghindar dariku… Tidak mau pergi dan pulang bersama-sama lagi. Kamu masih marah?"
Walaupun suara Koji terdengar sedih, Nana pura-pura tidak peduli. Ia menoleh pada Kojiro sambil tersenyum lebar.
"Habisnya sepedamu sudah butut, sih…nanti nyampe rumah kelamaan. Lagi pula aku nggak mau terlambat sekolah terus-terusan, makanya naik angkot…" Ia berbalik lagi. "Sampai jumpa Koji…!"
Kojiro terpaku.
Sepedanya sudah butut? Kalau dulu Nana mengatakannya, ia yakin itu hanyalah gurauan. Tapi hari ini rasanya tidak begitu. Ia merasakan sepertinya Nana menjauh darinya….
Nana pulang dengan perasaan agak bersalah. Ia sengaja menolak pulang diantar jemput sahabatnya itu sebab ia khawatir Kojiro akan mengetahui keberadaan keluarga Nana, dan rusaklah kejutan yang ia telah siapkan untuk pemuda itu. Ia tidak bermaksud mengejek sepeda Kojiro, seperti biasa ia hanya bergurau, sebab ayah Kojiro adalah orang yang sangat berkecukupan untuk membeli kendaraan yang lebih baik bagi anaknya. Nana tahu Akira diberi mobil saat lulus ujian masuk ke Fakultas Kedokteran.
Hari ini kejutan itu akan dibukanya. Hari ini mereka sekeluarga pindah ke rumah besar tepat di samping kediaman Kurosawa. Diam-diam Nana telah memilih kamar yang jendelanya yang berseberangan dengan jendela kamar Koji di lantai dua.
Karena keasyikan melamun, Nana hampir saja terserempet sebuah motor yang melaju agak ke pinggir jalan.
"Aww..!" pekiknya kaget. "Hati-hati, dong kalau naik motor!"
Motor sport keren berwarna biru itu berhenti pelan-pelan dan pengendaranya meminta maaf. Diam-diam Nana memuji penampilannya.
Keren sekali…
"Maaf, aku barusan ngelamun…" Ia membuka helmnya, dan sesaat Nana terpaku. Pemuda itu pun tampak terkejut. "Hei…kamu yang dulu menabrakku keras sekali…!"
Nana tersenyum. Ia juga ingat pemuda berwajah tampan yang dulu terlihat mirip perempuan karena rambutnya yang panjang, ia kini telah memotong rambutnya seperti anak sekolahan.
"Sekarang giliran kamu yang hampir menabrakku…" kata Nana ramah. Ia memperhatikan pemuda itu memakai seragam SMA dan mengenali badge yang terpasang di lengan bajunya. "Kamu…sekolah di SMA Nusantara juga ya?"
"Benar. Aku sekarang kelas 3. Kamu sendiri murid kelas 2 ya?" balas pemuda itu ramah. Nana melihat matanya tampak berkilauan kalau sedang tersenyum. "Bagaimana kalau sebagai tanda minta maaf kamu kuantar pulang?"
Nana tidak menyia-nyiakan tumpangan gratis tentu saja. Ia mengangguk gembira lalu melompat naik ke atas boncengan motor.
"Masuk jalan itu, tuh…! Belok ke kanan terus lurus… Nah, sampai! Inilah rumahku…" kata Nana. "Masuk dulu…?"
"Maaf, lain kali saja…aku sibuk." Pemuda itu kembali melaju. "Sampai jumpa!"
Nana tersenyum sendiri. Mimpi apa semalam bisa ketemu lagi cowok cakep yang ternyata kakak kelasnya itu. Dan…ia bahkan belum tahu namanya…
Hm…harus cepat-cepat mandi, sebentar lagi mereka, sebagai tetangga yang baik, harus mengunjungi rumah Kurosawa. Ia sudah tak sabar lagi ingin melihat reaksi Kojiro.
Gadis itu terkejut mendengar denting-denting piano berkumandang di dalam rumah dengan musik yang sangat indah. Ia sampai berdiri tertegun di depan pintu.
Di ruang tamu ada sebuah grand piano dengan Diana duduk di kursinya sedang memainkan musik yang begitu lembut. Rambut panjangnya yang ikal diurai dengan dengan bagus membuatnya tampak seperti seorang putri.
"Ka…kamu…bisa musik, Di?" tanya Nana sambil menghampiri Diana. Tiba-tiba Mama muncul dari belakang dan memberi isyarat agar Nana jangan mengganggu Diana.
"Shh…jangan diganggu….biarkan Diana berkonsentrasi dengan musiknya. Dokter bilang keadaan yang relax akan membuat kesehatannya membaik."
Nana mengangguk. Ia duduk diam-diam di sudut dan memperhatikan Diana. Benat-benar cantik dan rapuh. Nana tidak ingat kapan rambutnya diurai seperti itu. Rasanya begitu berbeda.
Setelah selesai satu lagu Diana pun berdiri. Ia menarik nafas dengan bahagia diiringi tepuk tangan Mama.
"Bagus sekali, sayang…! Permainan pianomu semakin baik. Mama bangga padamu."
Nana turut mendekat dan memencet-mencet tuts piano dengan kagum. "A…aku pun jadi ingin belajar bermain piano…"
"Nanti akan kuajarkan," ujar Diana lembut. Ia tersenyum pada Nana. "Itu mudah."
"Tidak boleh, Sayang…nanti kamu akan kelelahan dan sakit lagi. Nanti saja, Nana…akan Mama carikan guru les piano untukmu."
"Er..baiklah…"
"Sekarang Nana mandi dan bersiap-siap, kita akan bertamu ke rumah tetangga sebelah."
Nana mengangguk. Setelah selesai mandi dan berpakaian, Nana pergi ke ruang duduk dan bertemu dengan Papa yang sedang membaca koran sore.
"Hallo, Nana…bagaimana sekolahmu hari ini?"
"Baik, Pa…"
"Pelajaran apa yang kamu sukai?"
"Hm, semuanya, terutama Olahraga..!"
"Wah, hebat.. Suatu hari ingin jadi atlet, tidak?" tanya Papa gembira. "Sewaktu SMA Papa pernah memenangkan turnamen Basket, lho."
"Benarkah? Jadi Papa juga suka Basket?!" Nana menjadi sangat bersemangat. "Aku juga suka. Saat ini aku dan Koji ikut klub Basket. Koji ketua klub dan aku sekretarisnya… Tahun ini tim kami tidak terkalahkan..!"
"Wah, hebat sekali.."
Mama menggandeng Diana yang terlihat sangat cantik menuruni tangga dari lantai dua. Gaun putih panjang yang jatuh sampai ke kakinya dan rambut yang dihiasi pita biru membuat Diana terlihat lebih cantik dari biasa.
"Wah, anak Papa cantik sekali." Papa menaruh korannya di atas meja lalu berdiri dan memeluk Diana. "Hmm…harumnya. Kamu sudah siap mengunjungi tetangga baru kita, kan? Obatnya sudah diminum?"
"Iya, Papa…" Diana duduk di samping Papa dan merebahkan kepalanya di pundak beliau. "Hi, Nana…you look beautiful."
"Terima kasih." Nana sendiri tak yakin apa ia bisa mempercayainya. Mereka berdua jelas tak bisa dibandingkan.
Mama telah membuat cake strawberry yang enak sekali untuk dihadiahkan pada keluarga Kurosawa. Dalam hati, Nana merasa sangat bangga karena ternyata mamanya sangat pandai memasak.
"Tadi siang aku sudah bertemu Nyonya Kurosawa… Ia sangat baik dan mengundang kita ke rumahnya malam ini untuk makan malam bersama, kebetulan sekali, bukan? Nah, ayo pergi sekarang... Kita tidak boleh membuat kesan buruk."
Mereka pergi ke rumah Kurosawa dengan membawa cake strawberry dan beberapa cinderamata dari Amerika. Dalam hati, Nana memikirkan bagaimana reaksi Kojiro nanti.
***
"Aduh…kenapa mesti rapi-rapi, sih..?!" Koji mengomel panjang pendek di ruang tamu keluarganya. Ia telah dipaksa mamanya untuk memakai kemeja yang rapi, padahal dengan cueknya ia ingin memakai kaos Basket berlengan buntung dan bercelana pendek. "…Mentang-mentang tetangga baru kita dari Amerika, jangan sok ikutan high class, dong..!"
"Eh, jangan bicara begitu, Kojiro Kurosawa...! Mama dengar anak perempuan mereka itu cantik sekali… Apa kamu tidak malu tampil urakan seperti biasanya?"
"Huuh..Mama terlalu melebih-lebihkan…"
TING TONG !
Bergegas Nyonya Kurosawa membuka pintu depan dan menyambut tamunya. Kojiro acuh saja. Ia duduk memandang pintu depan, melihat siapa saja yang datang.
"Selamat datang, silakan masuk…"
Kojiro tiba-tiba terpana. Ia sudah melihat Diana dalam gaun putihnya.
Cantik seperti lukisan, pikirnya.
"Hei, Unta Jelek..!" Tiba-tiba terdengar suara yang sudah sangat familiar… Nana menghambur dan melompat ke sisi Kojiro. "Kejutan..! Kami adalah tetangga barumu…!"
"A..apa?! Apa katamu?" tanya Kojiro gelagapan.
"Ini adalah Mamaku, Papaku…!" Nana berdiri di antara keluarganya dan dengan bangga memperkenalkan mereka satu persatu. "Dan ini…Diana, saudara kembarku...!"
Seisi rumah Kurosawa keheranan.
"Astaga, Nana…kamu tidak bercanda, kan?"
"Aku nggak bercanda, tanya saja mamaku...!"
Papa dan Mama saling pandang keheranan.
"Nana, kamu kenal dengan keluarga Kurosawa?" tanya mereka pada Nana.
Nana tersenyum lebar.
"Bukan hanya kenal, dia sudah menjadi benalu di rumahku lebih dari 15 tahun..!" cetus Kojiro sambil mencibir pada Nana. Keduanya tertawa berderai.
"Kojiro! Itu tidak sopan..!" tegur mamanya cepat-cepat. "Aduh, maafkan anakku…habis, sudah terbiasa sejak dulu bercanda dengan Nana. Kami dulu tinggal di sebelah rumah neneknya Nana…"
"Wah, terima kasih selama ini Anda sekeluarga telah menjaga anak kami.." kata Mama penuh terima kasih.
"Kehadiran Nana sangat menyenangkan bagi kami…"
Makan malam itu berjalan dengan hangat dan menyenangkan. Berkumpul bersama semua orang yang disayanginya membuat Nana sangat bahagia. Penantian panjangnya telah berakhir dan mulai sekarang kehidupannya berubah.