Chereads / Bayangan Sang Lily / Chapter 23 - Kisah Sang Singa 2

Chapter 23 - Kisah Sang Singa 2

"Silahkan masuk, Paduka Arryutus. Tuanku telah menunggu anda."

Pelayan itu membukakan pintunya dan mempersilahkanku masuk seraya membungkuk dan menaruh lengan kirinya di bawah mulut pintu.

Anak itu memang sopan, meskipun aura yang ada ditengkuknya itu berkata lain...

Kecurigaanku kian membesar pada anak itu.

Aura jahat itu mengalir di tubuhnya dengan arah yang tidak biasa. jika aura baik mengalir pada jalurnya bersama dengan tenaga dalam, maka aura hitam di tengkuk anak itu bergerak dengan arah yang tidak beraturan.

Mengapa aku merasa agak takut melihat aura itu?

Jika benar anak itu adalah pelaku dari kejadian hari itu, seharusnya ia sudah memusnahkan seluruh Hutan Spectrum waktu itu.

"Ada apa, Paduka Arryutus?"

Aku tidak sadar, telah banyak waktu yang terbuang hanya untuk memikirkan hal itu.

"Tidak ada, nak. aku hanya memikirkan betapa beruntungnya Archestria memiliki seorang pelayan yang hebat sepertimu. hampir-hampir aku berpikir, bagaimana jika aku menjadikanmu sebagai pengikutku."

"Jika Tuanku menghendaki, hamba pasti sangat bersedia jika hal itu terjadi."

"Begitu ya. kalau begitu Heiron, Sleeza, kalian tunggulah di sini. Mungkin kau juga bisa sedikit mengobrol dengan salah seorang manusia yang baik hati ini."

"Baik, Yang Mulia."

Sampai semua kejelasan ini menjadi nyata, menjaga hubungan antar ras sangatlah penting. termasuk kepada para manusia.

Meninggalkan mereka berdua bersama anak itu, aku memasuki ruangan dengan langkah pelan. sebenarnya maksudku memerintahkan mereka menunggu di luar juga sebagai tindakan pencegahan jika terjadi apa-apa dengan anak itu.

Aku tidak tahu seberapa kuat aura yang berkumpul di tengkuk pelayan itu. tapi, aku mengenal Heiron dan Sleeza adalah sebagai prajurit yang cukup kuat. seharusnya sedikit tiupan angin yang kecil tidak membuat mereka cepat tumbang.

Sedangkan diriku...., harus berurusan dengan raja yang sangat mereka hormati.

"Yang Mulia Arryutus." serunya padaku.

Raja itu segera berdiri dan mendekatiku.

Beberapa kerajaan manusia yang terikat dengan perjanjian damai denganku, memiliki cara tersendiri untuk menyambut kedatanganku sebagai tamu kehormatan mereka.

Untuk raja itu sendiri, ia mencium rambut-rambut halus yang tumbuh di memutari kepalaku laksana kelopak bunga.

Ia berharap mendapatkan berkat dan restuku agar negerinya hidup dalam kemakmuran dan kesejahteraan.

Saat ia kembali berdiri dengan tegak, ia memanggil istri tercintanya.

"Cellia istriku, datanglah kemari. jangan lupa dengan putri kita."

"Wajahmu nampak berseri-seri hari ini Archestria, sepertinya kau nampak sangat bahagia."

Aku berkata demikian, karena tidak seperti biasanya aku melihat senyum wajah itu begitu merekah. aku bisa melihat kebahagiaan besar yang tersembunyi pada dirinya. meskipun, sebagai raja memang ia patut menekan kegembiraannya itu dan menjaga kewibawaannya sebagai pemimpin sekalipun ia ingin melompat dan melayang karena semakin bahagianya.

Tetapi, apa yang membuat kebahagiaan besar itu hadir padanya?

Hingga istrinya yang tercinta datang membawa putri kecilnya....

Mungil sekali, terdengar jelas suara imut bergetar di bibir bayi itu.

"Tuan Arryutus, dia adalah putri kami yang baru saja datang dengan membawa tangis penuh kebahagiaan...."

Jadi, istrinya baru saja melahirkan, ya?

Pantas saja dia nampak bahagia sekali...

"Aku ucapkan selamat padamu."

Sekalipun tujuan kedatanganku bukan untuk itu, tapi setidaknya hanya ucapan selamat yang bisa ku berikan.

"Terima kasih, Sang Singa Agung. aku yakin ia akan menjadi seorang ratu yang cantik, pemberani, juga memiliki hati yang peka kepada siapapun. sebagaimana kulitnya yang cantik dan putih -seputih hatinya- akan ku beri nama ia Lily. bunga perlambang keindahan, lambang dari keindahan negeri ini."

Archestria masih terus memandangi putri kecilnya itu. terlihat kebahagiaannya itu terpancar di bola matanya.

"Wahai Sang Singa Agung, kedatangan anda adalah kehormatan bagi kami. menjadi sebuah kebahagiaan yang teramat lebih jika engkau mau memberkati putri kami."

Jadi begitu, ya. mereka mengharapkan berkatku untuk putri mereka. itulah mereka sangat senang menyambut kedatanganku.

Maafkan aku, tapi aku datang bukan untuk itu...

"Dengan senang hati akan ku berikan berkatku kepadanya."

Nampak wajah mereka berdua tersenyum bahagia laksana bunga yang bermekaran di waktu pagi.

Namun maafkan aku, aku bukan bermaksud untuk menghancurkan kebahagiaan kalian itu.

"Tetapi sebelum itu, ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan kepadamu, Archestria. kau bisa menyuruh istrimu untuk membawa putrimu kembali. biarkan anak itu beristirahat."

Bisa diduga, senyum mereka hilang laksana kabut.

Setelah sempat menggendong anak itu beberapa saat ia menyerahkan kembali anak itu pada istrinya. kini, tinggalah di ruangan ini hanya aku dan dia.

Nampak di wajahnya ada rasa takut ketika aku memasang wajah serius.

"Ada apa, Tuan Arryutus? apakah ada sesuatu yang terjadi?"

"Iya, ada sesuatu yang terjadi di wilayahku. kau bisa menebaknya?"

Dia hanya menggelengkan kepalanya.

Terlihat wajahnya menampakkan kepercayaan, tetapi aku masih dapat melihat keraguan di matanya itu.

"Kau yakin tidak mengetahuinya?"

"Mengetahui apa Tuan Arryutus? aku sama sekali tidak tahu."

"Kau sama sekali tidak mengetahuinya? baiklah, akan ku beritahu."

Pintu besar di sana terbuka lebar. aku telah memanggil Sleeza untuk membawakan sesuatu yang mungkin akan membuatnya sadar atas perbuatannya.

Setelah sampai, ia membuka gulungan itu. sebuah bendera dengan lambang bunga lili di atas sebuah perisai.

Sudah dapat ditebak, raja itu terbelalak. ini adalah lambang negaranya, bukan?

"Kau sudah mengetahuinya, nak?"

"Apa maksud dari semua ini Tuan Arryutus? aku sama sekali tidak tahu!"

"Kau masih belum mengakuinya?"

"Mengakui apa? wahai Sang Singa Agung, beritahu aku apa yang terjadi? aku berani bersumpah aku benar-benar tidak tahu apa-apa."

"Kau sungguh tidak mengetahuinya?"

"Apa yang harus aku lakukan untuk membuat anda percaya?"

Wajahnya memang memancarkan keyakinan, sepertinya raja itu benar-benar tak mengetahuinya. tetapi... mengapa aku masih melihat di matanya ada keraguan yang nyata?

"Baiklah, apakah kau tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh bawahan-bawahanmu di dalam hutan?" tanyaku, terus terang.

Sudah dapat ditebak, raja itu terbelalak.

"Bawahanku? apa yang mereka lakukan, wahai Tuan Arryutus? aku sama sekali tidak memerintahkan siapapun untuk masuk ke hutan magis yang suci itu. kami justru memperketat pertahanan selagi menantikan kelairan puteri kami."

"Benarkah begitu? lalu siapa yang telah membantai seluruh makhluk hidup di hutan timur? dan lambang bendera ini... bukankah ini adalah milik kerajaanmu?"

"Tidak... tidak mungkin..."

Tubuhnya bergetar... takut...

Pada saat perjanjian ku tulis dengannya, aku sudah mengancam siapapun pelanggarnya dengan ancaman yang besar.

Jelas saja, raja itu takut.

Tiada satupun melihat kondisinya saat ini selain aku dan Sleeza. ia bertekuk lutut dan menjatuhkan kepalanya di hadapanku.

"Wahai Sang Singa Agung, maafkanlah aku atas kelalaianku. aku tidak tahu dan tidak pernah menyuruh prajuritku untuk melakukan agresi kepada siapapun. aku bersumpah, kerajaan kami bukan pelaku dan dalang dari semua kejadian itu. jangan kau musnahkan kerajaan ini Tuan. berikanlah kami penangguhan."

"Kau bisa membuktikan bahwa kau tidak bersalah?"

Ia tidak menjawab sama sekali.

"Jika kau tidak mau kerajaan ini hancur oleh prajurit-prajuritku, kirimkan padaku pelaku sebenarnya dari kejadian tersebut. karena aku sudah mencurigai salah satu di antara kalian sebagai yang terlibat dalam kejadian tersebut."

Ia mengangkat kepalanya, terkejut.

"Jika tidak, aku akan meminta satu keturunan asli Piansa di antara kalian untuk menjadi sanderaku dan mengabdi di bawah naunganku. aku tunggu sampai matahari terbit esok pagi. bukankah itu cukup untuk membuatnya mempersiapkan diri, bukan?"

Raja itu tidak menjawab sama sekali...

Aku tidak punya waktu untuk menunggu balasannya.

"Sleeza, bantu Raja Archestria berdiri dan berikanlah salam hormat padanya."

Sleeza membantu raja itu berdiri tegak, sesuai perintah iapun membungkukkan tubuhnya sebagai bentuk penghormatan tertingginya kepada raja itu.

"Raja Archestria, terima kasih atas sambutan anda. hamba mewakili Tuanku mohon mundur diri."