Namaku Lily...
Jauh-jauh hari, Illidian sudah memperkenalkan aku dengan pohon raksasa berbuih. itu adalah sesembahan mereka, pohon agung yang telah menciptakan hutan dengan pepohonannya dan memberikan kehidupan di dalamnya. jika aku tidak salah, pohon itu adalah Ashgark.
Ada sebuah tradisi yang harus aku lakukan sebagai pendatang baru di desa ini. memberikan persembahan kepada Pohon Agung seraya meminta restu dan berkatnya selama di tempat ini. upacara ini bersifat sangat sakral dan sangat berdampak serius. jika Sang Pohon Agung tidak menerimanya, maka ia akan ditelan hidup-hidup ke dalam bumi.
Jangan tanya aku, tentu saja aku merasa ngeri!
Tetapi, tujuan besar itu pula harus mengorbankan sesuatu yang besar?
Seharusnya aku masih berada di istana dan bermain dengan Mozart bersama kuda kesayangannya, agar aku bisa mendengar kembali kisah-kisahnya ketika berkelana di dalam hutan.
Hal yang pernah diberitahunya pun sudah aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. tetapi, ia tidak pernah bilang adanya upacara seperti ini.
Ya... mau bagaimana lagi?
Inilah yang harus ku hadapi.
Kalian jangan ragukan umurku atau tubuh kecilku, karena aku adalah seorang Puteri dari Echalost, Lily Benet Piansa.
Ada berkat yang diberikan oleh Singa Agung kepadaku sebelumnya, ini juga menambah keberanianku.
Meskipun itu hanya berupa tiupan angin dari mulutnya...
Sudahlah, lupakan saja!
Keempat elf menari dengan gagah perkasa dengan pedang dan perisai kayu mereka, ini waktunya aku maju beberapa langkah untuk mendekati satu kolam di depan sana.
Kolam pertama, kolam yang berada di tengah itu adalah tempatku harus berdiri.
Ketika aku berdiri di atasnya, para elf mulai kembali menari dan mengelilingi diriku seraya memukul-mukul perisai mereka dengan pedang kayu itu.
Beginilah cara mereka menyambut tamu...
Mereka mengelilingiku dan menari dengan gagah perkasa. perlahan-lahan, lingkaran yang mereka buat semakin kecil sehingga membuat ruang di sini kian sempit. namun, tak lama mereka melakukan itu dan memperbesar lingkaran hingga akhirnya jauh meninggalkan diriku.
Nampak di depan mataku, pohon itu kembali mengeluarkan buih-buihnya dari akar-akarnya.
Indah sekali...
Ini membuatku sangat takjub.
Ada beberapa alasan mengapa aku bertekuk lutut di hadapan pohon tersebut.
Yang pertama, inilah persembahan pertamaku. rasa hormat setinggi-tingginya kepada salah satu makhluk agung bagi para elf. bukan sebagai sesembahan, aku bisa menganggap ia adalah seorang raja yang memimpin kerajaannya, seperti ayahku.
Yang kedua, buih-buih yang terbang di sekitarannya menjadikan pohon itu semakin indah. ia memang bukanlah pohon biasa, ia adalah kehidupan hutan ini. sudah sepantasnya para elf mengagungkannnya.
Yang ketiga, aku berharap dengan merendahkan diriku padanya juga akan membawa masa depan lebih baik bagiku, Spectra, para elf, juga negeriku.
Karena ia mungkin sama seperti Singa Agung, bisa membawa berkat pada yang ia kehendaki.
Baiklah, ini waktunya memberikan persembahanku kepadanya.
"Wahai Tuan Ashgark Sang Pohon Agung, dengan kerendahan hatiku, aku memohon padamu, terimalah persembahanku yang kecil dan sederhana ini!"
Pohon itu langsung bercahaya saat aku berdiri dan melangkahkan kaki, apakah itu artinya dia berkenan?
Aku mulai melangkahkan kakiku menuju kolam terdepan yang mulai bercahaya warna-warni. warna-warna itu berubah-ubah setiap detik. ini ingatkan aku saat mengikuti festival cahaya dan warna bersama dengan Mozart di kota.
"Wahai pohon agung, mohon terimalah aku. sekalipun persembahanku tidaklah ada nilainya di sisimu, namun inilah yang berharga bagiku."
Sebuah kotak permata yang sangatlah berharga bagiku, ialah...
"Senyum, canda, tawa, kenangan indah, rasa hangat..." begitulah ucapku saat aku melepas ikat pita bunga pemberian para elf.
Tentu saja aku sudah berbicara dengan mereka terlebih dahulu. mereka tahu perasaanku saat ini.
Bagiku hubungan itu adalah permata yang berharga.
"Keluarga..., ayah, ibu, dan kedua pelayan setiaku, serta istana, juga negeri tercinta." ucapku ketika menatapi sebuah kalung pemberian ibuku ini.
Sejujurnya, aku merindukan mereka...
Sangat merindukan mereka...
Aku ingin bertemu dengan Mozart sekali lagi agar aku bisa bertahan hidup di hutan ini.
Sekalipun Spectra juga bisa mengajarkanku demikian, tapi aku masih tidak bisa melihat senyumnya itu di balik helm emasnya.
"Dan yang terakhir, jiwa, raga, hidup, dan matiku..."
Hal terbesar di dalam hidupku yang ingin ku persembahkan padanya adalah...
"Aku persembahkan diriku sendiri pada anda, Pohon Agung Ashgark, tolong terimalah!" ucapku ketika menaruh kedua kakiku di atas kolam itu.
"APA?!"
"TUAN PUTERI!!"
*Slash!*
Laksana kilat sebuah cahaya putih menyambarku....
Tidak, ini rasanya tidak sakit sama sekali...
Melainkan... apa yang aku rasakan hanya...
Tenang.
Aku memejamkan kedua mataku dan menikmati kedamaian di dalam diriku. meskipun... tidak. mungkin hanya diriku yang merasa jika mereka memanggilku.
"LILY!!!"
**************
APAKAH CERITANYA TAMAT GITU DOANG?!