Namaku Spectra, pelayan setia Tuan Puteri. begitulah kalian bisa memanggilku.
Sudah hampir seminggu ini, Tuan Puteri tidak bisa tidur dengan nyenyak. ia senantiasa menyampaikan keluh kesahnya padaku tentang mimpi itu. sosok api berwujud manusia yang berakhir lenyap dalam keadaan bertekuk lutut padanya.
Jujur saja, aku tidak memahami arti mimpi itu. aku bukanlah orang yang mampu menafsirkan mimpi. keahlianku hanya menggunakan pedangku dan sihir yang telah diajarkan oleh Jenderal Zylgwyn padaku ketika aku masih berada di istana. itu hanya sihir sederhana dan tidak sengaja aku kembangkan selama dua belas tahun hidup di dalam hutan ini.
Sekalipun demikian, aku hanya berharap bisa menenangkan hatinya yang mungkin tengah banyak memikirkan sesuatu. aku memeluk tubuh kecilnya dan mengelus rambutnya yang putih laksana salju.
"Tuan puteri pasti merasa sangat takut, bukan?"
"Apakah aku tidak boleh untuk takut?"
"Tidak mengapa Tuan Puteri, ketakutan itu adalah hal yang biasa...."
Mengusap air matanya dengan kedua tanganku. bunga lili yang kuncup itu ternyata masih terlihat sangat cantik di hadapan mataku.
"Tidak apa-apa Tuan Puteri. jangan takut, Spectra di sini untuk melindungi Tuan Puteri, bukan? seperti saat pertama kita berjumpa."
Saat aku menatap matanya yang berbinar, saat itu pula aku juga melihat diriku saat pertama kali menggendongnya dalam dekapanku. ketika ia menangis sebagai bahasanya, ia tenang bersama ayunanku dan angin yang berhembus sepoi-sepoi dari udara lepas.
Air mataku jatuh saat itu... meskipun aku tidak tahu apa arti dari air mata itu.
Sedih? bahagia?
Segera Tuan Puteri memelukku kembali, bahkan lebih erat dari pelukan sebelumnya. pelukan itu berkata: "Tetaplah di sini untukku, Spectra."
Aku membalasnya dengan tersenyum dan kembali membelai rambutnya dengan lembut.
"Tidak apa-apa Tuan Puteri, Spectra prajuritmu akan selalu di sisi Tuan Puteri."
Iapun melepas pelukannya dan menghapus air mata yang tersisa di pipinya.
"Sebaiknya Tuan Puteri mandi terlebih dahulu. para Elf akan ikut bersamamu."
"Baiklah."
Senyumnya merekah...
Apakah bunga itu ingin coba mekarkan dirinya sendiri?
Tuan Puteri mengambil handuknya dan pergi meninggalkan tenda. terlihat kedua pendampingnya itu juga ikut bersamanya menjaga Sang Puteri.
Sebenarnya aku ingin menjaganya, karena rasa khawatirku yang besar akan Tuan Puteri. tetapi, aku bisa dibunuh oleh para Elf di sini karena mengintip gadis kecil yang sedang mandi di sungai.
Ya sudahlah...
Mungkin aku akan menyiapkan beberapa hal dengan Illidian untuk upacara persembahan Ashgark Sang Pohon Dunia. ini adalah tradisi yang senantiasa dilakukan para Elf ketika ada pendatang baru yang akan tinggal bersama mereka. para Elf di sini sangat menerima siapapun, selama tidak terjadi pertumpahan darah.
Setelah tinggal selama satu minggu, agar Tuan Puteri benar-benar diterima oleh mereka, ia harus memberikan sesuatu miliknya kepada Ashgark sebagai persembahan. nantinya, Ashgark yang akan menentukan apakah ia dapat diterima atau harus pergi meninggalkan desa.
Tetapi... apa yang bisa diberikan olehnya? bahkan ia tidak memiliki apapun selain diriku.
Sayangnya upacara persembahan di sini tidak sekejam itu. ia hanya menerima hasil bumi ataupun harta benda yang dimiliki oleh pendatang yang dirasa paling berharga. benda itu harus benar-benar miliknya dan si pemilik harus rela mengorbankannya.
Sekalipun aku belum pernah melihatnya, Illidian pernah bercerita kepadaku bahwa jika pengorbanan ditolak, maka Ashgark akan menelan jiwa dan raga si pendatang.
Ah... ngeri sekali!
Aku tidak kuat membayangkan jika itu terjadi pada Tuan Puteri, aku takut!
Tapi, aku serius! apa yang harus dia berikan pada pohon besar itu?
Seharusnya aku menanyakan ini kepada Illidian.
Setelah mengerjakan tugasku hari ini -menyiapkan berbagai alat persembahan- mungkin aku bisa menemui Illidian sekarang.
*Gubrakk!!*
"Aduh!" keluh sakit kami berdua.
Ia benar-benar hadir di depanku.
"Maafkan aku, Tuan Illidian. aku tidak sengaja menabrak anda."
"Tidak apa, tolong bantu aku mengumpulkan semuanya."
Benda yang dibawanya itu adalah beberapa tombak yang telah tumpul dan berkarat. tombak ini sudah tidak dipakai lagi oleh mereka karena tidak pernah diasah dan mereka memang saja melakukan itu. katanya, ini adalah salah satu hiasan untuk acara pengorbanan nanti. sedangkan Ashgark tidak masalah dengan hal itu.
"Terima kasih, Spectra. bagaimana dengan bebatuannya? sudahkah kau menjadikannya sebuah kolam?"
"Sudah Tuan Illidian, seperti yang anda katakan. nantinya, Tuan Puteri harus menaruh persembahannya di kolam terdepan, bukan? lalu ia akan berdiri di tengah kolam-kolam tersebut."
Kolam yang ku maksud adalah sebuah lukisan yang dibuat dari bebatuan sungai dan bebatuan alam yang memiliki kekuatan magis. salah satu batu yang digunakan di sini adalah Giok, Kecubung, dan Kalimaya. ketiga batu ini yang akan merespon kehendak Ashgark dan memutuskan nasib daripada si pendatang tersebut.
"Iya, sama sepertimu dulu. kau mengorbankan pedang dan bendera yang menjadi benda berhargamu. aku tidak menyangkan Ashgark Yang Agung menerimanya, bahkan kami pertama kalinya mendengar suara-Nya Yang Agung. itu membuat kami merasa sangat senang."
Benar juga... aku lupa soal pohon itu bisa berbicara. Dia bukanlah sekedar sesembahan. Pohon ini adalah bagian daripada Dewa.
"Di saat itu, sejujurnya aku merasa sangat malu. aku hanya bisa memberikan pedang dan bendera kerajaanku yang sudah seperti besi karatan dan sebuah kain lap yang kotor. bukankah Yang Agung harus mendapatkan sesuatu yang agung juga? dan untuk Tuan Puteri, apa yang bisa dia berikan pada Ashgark? ia tidak memiliki apapun."
"Tidak Spectra, Lily memiliki sesuatu hal yang berharga yang bisa ia berikan. bukankah ia masih memiliki Kalung Dewi Suci?"
Ah... kalung itu. pemberian sang ratu untuknya.
Setelah Tuan Puteri lahir, Ratu memberikan kalung tersebut pada puterinya sebagai jimat keselamatan. dan sekarang, jimat itu masih menggantung di sekitar lehernya dan menjaganya selalu.
Aku masih ingat ketika para Goblin itu ingin menyakitinya, kalung itulah yang melindungi Tuan Puteri sampai diriku berhasil menemukannya saat itu.
Ia bukanlah sekedar jimat, kalung itu merupakan pengawal terdekat Tuan Puteri selain diriku.
Jika ia mengorbankan kalung tersebut, siapa yang akan menjaganya?
"Kau tidak perlu khawatir, Spectra. bukankah berkat Paduka Arryutus bersamanya? sekalipun kalung itu tidak lagi menjaganya, keberuntungan dan keselamatan akan selalu melindungi Lily dari marabahaya apapun. lagipula, bukankah kau adalah prajurit setianya?"
"Tetapi aku tidak bisa selalu menjaganya..."
"Kalau begitu, biarlah nanti berkat dari Ashgark yang akan melindunginya."