Chereads / Kesempatan Kedua di Kehidupan SMA-ku / Chapter 54 - Komedi Cinta dan Turnamen Mereka Dimulai (4)

Chapter 54 - Komedi Cinta dan Turnamen Mereka Dimulai (4)

Pagi kembali datang dan aku pun berangkat ke sekolah. Hari ini, Jumat, adalah hari di mana turnamen Inter High dimulai. Pasti klub olahraga yang mengikuti turnamen ini sudah sangat menantikannya.

Saat tiba di sekolah, banyak murid-murid yang membicarakan tentang turnamen ini saat aku sedang mengganti sepatu di loker. Sepertinya olahraga sesuatu yang populer di sekolah ini, melihat banyak sekali murid yang antusias.

Setelah memakai uwabaki, aku langsung bergegas menuju kelasku yang berada di lantai dua. Suasa di lorong ini pun ramai.

Aku terus berjalan menuju kelas dan bertemu Fuyukawa-san di depan pintu kelas.

"Pagi, Amamiya-kun."

"Ah, pagi, Fuyukawa-san."

Pagi yang cerah dengan matahari bersinar terang dan sapaan beserta senyuman yang Fuyukawa-san berikan kepadaku sepertinya baru saja telah membuat hariku menjadi sangat indah. Sebuah awal yang indah.

"Oh iya, Fuyukawa-san, hari ini turnamennya, kan?"

"Iya. Pertandingannya dimulai pukul 5 sore."

"Begitu ya… semangat ya. Aku dukung."

"Makasih, Amamiya-kun."

"Um… Ngomong-ngomong, sedang apa di depan kelas?"

"Ah, ngga ada, aku baru aja balik dari ruang klub."

"Kalau gitu, ayo masuk. Sebentar lagi pelajaran mau dimulai."

"Um, iya…"

Pada akhirnya aku masuk bersamaan dengan Fuyukawa-san ke dalam kelas.

Aku duduk di kursiku sambil melihat keadaan kelas ini dari sudut belakang kelas yang dapat melihat seluruh keadaan kelas 2-D ini secara jelas.

Keadaan kelas sebelum pelajaran dimulai memang ramai diisi dengan berbagai macam obrolan murid, walaupun sebagian besar membicarakan tentang turnamen nanti.

Murid dari kelas ini yang akan mengikuti turnamen Inter High dari kelas ini yang kutahu ada lima orang yaitu Nazuka-san dan Shimizu-san dari klub bola voli putri; Fuyukawa-san, Mizuno-san, dan Seto-san dari klub bola basket putri. Mereka berlima sudah datang dari tadi.

Kalau disuruh memiilih untuk menonton pertandingan tim bola voli putri atau tim bola basket putri, pasti aku memilih untuk menonton pertandingannya tim bola voli putri. Alasannya sederhana yaitu bola voli merupakan olahraga favoritku. Namun sekarang aku sedikit tertarik dengan olahraga bola basket sejak melihat pertandingan latihan tim bola basket putri melawan tim bola basket SMA Putri Akademi Nakano.

Pertandingan olahraga lain yang ingin kunonton yaitu sepakbola dan bisbol. Bisa dibilang itu semua olahraga favoritku sejak kecil. Sudah lama aku tidak bermain sepakbola dan bisbol karena kakiku patah karena kecelakaan itu. Memikirkan tentang olahraga ini membuatku ingin bermain. Aku ingin menangkap dan menendang bola, ingin menangkap, melempar, dan memukul bola bisbol. Pasti menyenangkan kalau bisa bermain lagi. Setidaknya sejak kembali ke sekolah ini, aku sudah bisa bermain bola voli. Sesuatu yang harus kusyukuri.

Tidak lama kemudian bel berbunyi, saatnya belajar. Hiratsuka-sensei sudah masuk ke kelas ini. Jam pelajaran pertama… oh iya, Bahasa Inggirs. Aku bahkan lupa jadwal pelajaran hari ini. Saatnya mengambil buku referensi di lokerku.

Pelajaran Bahasa Inggris bersama Hiratsuka-sensei terasa menyenangkan. Suasana kelas begitu nyaman saat bersama Hiratsuka-sensei. Pasti Hiratsuka-sensei bukan seorang guru biasa.

"…merupakan seorang maestro di dunia seni. Seniman dengan mata yang bagus sangat langka di Jepang. Saya ingin tahu apakah beliau memiliki sinestesia. Mengenai sinestesia… salah satu dari banyaknya istilah Bahasa Inggris datang dari kata dasar Bahasa Yunani. Kalian tidak pernah mendengarnya? Ini sebuah kondisi di mana indra kalian bisa bersilangan satu sama lain, seperti melihat musik sebagai warna. Amamiya-kun, sepertinya kamu mulai melamun."

"Ah, maaf, Sensei…"

Tanpa sadar tadi aku mulai menatap ke sesuatu yang jauh, entah apa yang terpikirkan tadi hingga membuatku melamun. Ada sesuatu yang mengusik pikiranku.

"Baiklah, giliranmu. Kata dasar dari synesthesiaadalah 'syn' dan 'aisthesis.' Apa arti dari kata-kata itu?"

"'Etto… 'syn' memiliki arti 'together-bersama' dan 'aisthesis' memiliki arti 'senses-indra," Sensei."

"Bagus. Kamu sudah belajar, ya. Sayangnya, sinestesia merupakan sesuatu yang dimiliki sejak lahir. Kalian tidak bisa pelajari itu. Beberapa orang genius dalam sejarah pernah memiliki sinestesia. Kompser Franz Liszt pernah menginstruksikan orkestranya untuk memainkan warna ungu. Penyair Arthur Rimbaud juga dikatakan bisa melihat warna dalam huruf. Melihat warna dalam suara dan huruf, dan merasakan bentuk dalam rasa dan angka. Orang genius dan orang biasa melihat dunia dengan berbeda. Bisakah kalian memahaminya?"

"Ya, Sensei…"

Sinestesia, ya… sangat menarik.

Waktu terus berjalan hingga akhirnya sudah memasuki waktu istirahat makan siang setelah pelajaran keempat selesai. Rasanya waktu berjalan begitu cepat ketika sedang menikmati sesuatu yang kita suka.

Saat tiba waktu istirahat makan siang, suasana kelas ini kembali ramai seperti terlepas dari rantai yang mengikat mereka saat jam pelajaran berlangsung tadi. Sungguh menarik melihat perubahannya dari belakang kelas.

Seperti biasa, Fuyukawa-san, Mizuno-san, dan Seto-san, mereka bertiga pergi makan siang bersama. Hal yang tidak biasa yaitu saat aku makan siang bersama mereka bertiga dan orang lain di kantin seperti kejadian di hari sesudah aku menceritakan tentangku kepada semua murid kelas 2-D. Ya, itu memang kejadian yang tidak biasa. Sedangkan Nazuka-san dan Shimizu-san selalu berdua, sang kapten dan wakil kapten tim bola voli putri. Kalau Moriyama-san, hm… aku tidak terlalu mengetahui tentangnya.

Baiklah, aku juga harus makan siang. Tentu saja di kantin sekolah yang menyajikan makanan yang enak, terlebih gratis karena aku memiliki silver pin sebagai perwakilan kelas.

Setelah keluar dari kelas dan berada di lorong, aku bertemu dengan Taka yang sepertinya hendak menemuiku di kelas.

"Yo Ryuki. Baru saja aku mau ke kelasmu. Ayo ke kantin."

"Yo Taka. Ayo. Aku juga mau ke kantin."

"Oke, ayo pergi."

"Ya."

Akhirnya aku ke kantin bersama Taka.

Setiba kami di kantin, kami langsung memesan makanan untuk makan siang kami, dan menuju meja makan yang kosong.

"Ah, Amamiya-kun."

"Ah, iya. Halo Amamiya-kun, Hiroaki-kun."

Aku dan Taka yang hendak berjalan ke meja makan yang kosong berpapasan dengan Namikawa-san dan Kayano-san yang juga sedang mencari meja makan.

"Halo, Namikawa-san, Kayano-san."

"Ah, halo, Namikawa, Kayano. Kalian udah dapat meja?"

"Belum, nih."

"Kalau gitu, ayo kita duduk di sana aja." Taka menunjuk ke arah meja makan kosong yang berada di tengah bagian belakang kantin.

"Oke. Ayo, Sakura-chan. Sakura-chan?"

"Ah, iya, ayo, Chi-chan."

Saat berjalan menuju meja makan yang ditunjuk oleh Taka tadi, aku bertanya ke Namikawa-san. Pertama kalinya kulihat dia melamun.

"Namikawa-san, kamu ngga apa-apa?"

"Ngga apa-apa, kok, Amamiya-kun. Cuma kepikiran sesuatu aja tadi."

"Ah, begitu ya…"

Kami duduk di meja ini dengan posisiku berada di sebelah kiri Taka, di depanku ada Namikawa-san, di depan Taka ada Kayano-san.

"Ayo kita makan," seru Taka.

"Itadakimasu," kata kami berempat bersamaan dan mulai menyantap makan siang kami.

Seperti kebanyakan murid lainnya, kami menyantap makan siang sambil berbicara. Hanya berada bersama Shiraishi-san saat makan siang yang tidak memperbolehkan berbicara saat makan.

Ngomong-ngomong kali ini saat mencari meja makan yang kosong tadi, aku sama sekali tidak melihat Shiraishi-san. Mungkin dia makan siang di kantin hanya sesekali, tidak setiap hari seperti diriku.

"Oh iya, Ryuki. Gimana dengan Shiraishi-san?"

"Hm? Gimana apanya?"

"Kamu bilang waktu itu tertarik dengannya, kan?"

"Eh, beneran tu, Amamiya-kun?"

Kayano-san memang tipe orang yang penasaran. Dia menjadi sangat penasaran saat ada hal baru yang belum dia ketahui. Lagi-lagi karena ulah Taka yang asal berbicara tanpa mengingat tempat.

Sifat penasaran Taka dengan Kayano-san rasanya sangat cocok dalam menginvestigasi sesuatu. Saat ini mereka seperti sedang menginvestagasi diriku.

"Hee… Amamiya-kun tertarik dengan Shiraishi-san, ya…"

Namikawa-san yang biasanya terlihat tenang dengan nada bicaranya yang lembut untuk pertama kalinya nada bicaranya terkesan dingin dengan tatapan matanya ke arahku yang sedikit lebih tajam daripadanya.

"Maksudku, aku cuma ingin tau orangnya seperti apa karena kami kan satu klub. Bukan tertarik karena suka dengan Shiraishi. Bukan gitu."

"Hm, gitu ya…" Shiraishi-san kembali normal seperti lega karena jawabnku.

"Mm, wajar sih kalau kamu tertarik dengan Shiraishi-san, Amamiya-kun. Dia orangnya sedikit misterius, kan?"

"Kayano-san… kamu ngerti, ya? Iya, Shiraishi-san orangnya misterius."

"Hehe, aku ngerti, kok. Ya, Shiraishi-san udah gitu sejak kelas satu."

"Gitu ya…"

"Jadi, gimana, Ryuki? Udah tau tentang, Shiraishi-san?"

"Ngga semudah itu. Aku aja jarang bicara dengan Shiraishi-san. Nada bicara dan tatapannya begitu dingin."

"Mm… berarti cuma masalah waktu aja."

"Hm… kamu benar, Taka."

Kalau diingat-ingat, Taka memanggil semua orang tanpa imbuhan "san" ataupun "kun" pada orang lain. Seperti saat berbicara denganku saat pertama kali bertemu, dia langsung mencoba memanggilku dengan "Ryuki" dan memanggil Namikawa-san dan Kayano-san tanpa memakai "san." Hanya nama Shiraishi-san yang dia pakai akhiran "san." Berarti dia memang tidak pernah punya hubungan apapun dengan Shiraishi-san.

"Ah, iya, Namikawa. Kamu sudah ketemu dengan orang yang kamu kagumi itu?"

Lihat. Rasa penasaran Taka sama seperti Kayano-san.

"Taka… lagi-lagi kamu nanyain langsung tanpa mikir-mikir, ya…"

"Aku kan penasaran. Memangnya kamu ngga penasaran, Ryuki?"

"Um, ya, sedikit."

Ya, akan menjadi bohong kalau aku mengatakan tidak penasaran tentang itu.

"Nah, kan… jadi, gimana Namikawa?"

"Mungkin sudah lama aku ketemu dengan orangnya."

"Hee… Syukurlah."

"Syukurlah. Semoga kamu bisa bicara langsung dengan orang itu, Namikawa-san."

"Ah, um, iya…" Namikawa-san tersenyum.

"Udah, udah… ayo kita makan dulu sebelum makanannya jadi dingin." Kayano-san seperti ingin mengalihkan pembicaraan ini.

"Benar juga."

"Um, iya. Ayo makan lagi."

Taka dan diriku menghentikan pembicaraan tentang orang yang dikagumi oleh Namikawa-san.

Tangan kami terus bergerak menggerakkan sumpit untuk memasukkan makanan ke dalam mulut kami dan mulut kami hanya mengunyah makanan itu. Tidak ada pertukaran frasa lagi saat kami sedang makan. Dan akhirnya, kami semua selesai memakan makan siang kami. Gochisousama deshita.

"Makanan kantin ini selalu lezat, ya…" seru Taka kepada kami.

"Kamu benar, Taka."

"Ryuki, kamu enak banget bisa gratis makan di kantin."

"Ahaha… ya, aku kan perwakilan kelas."

"Amamiya-kun, kamu selalu makan siang di kantin?"

"Iya, Kayano-san. Setidaknya aku bisa hemat pengeluaran uang."

"Mm… iya, ya."

"Oh iya, Ryuki, kamu ngga niat cari kerja sambilan?"

"Ada, sih… cuma belum sempat cari."

"Coba aja cari di Shibuchika."

"Ya, nanti."

"Ah, ngomong-ngomong, udah tentuin tempat untuk studi sosial nanti?"

"Belum."

"Belum juga."

"Sama."

Kayano-san, Namikawa-san, dan diriku ternyata masih belum menentukan tempat untuk studi sosial nanti. Bagaimana dengan Taka?

"Gitu ya… yah, lagian aku juga belum, sih."

Sudah kuduga.

"Mm, lagian masih ada waktu untuk mikir tempatnya."

"Kamu benar, Ryuki."

"Amamiya-kun, kamu ingin pergi ke tempat seperti apa?"

"Mm… aku belum tau juga, Kayano-san. Mungkin aku ikut anak kelas aja."

"Itu pilihan terakhir, Ryuki."

Pembicaraan kami terus berlanjut entah ke mana yang pada akhirnya membuatku menjadi diam karena tidak bisa mengikuti pembicaraannya. Mungkin lebih tepatnya kalau aku tidak terlalu ingin berbicara karena memikirkan hal apa yang mengusik pikiranku tadi.

Sebelum waktu istirahat makan siang berakhir, kami kembali ke kelas masing-masing. Saat keluar dari kantin, sudah beberapa hari kulihat kalau murid-murid sudah tidak terlalu memikirkan tentang kehadiranku. Mereka hanya mengabaikan sesuatu yang tidak mereka kenal. Mungkin ini yang terbaik. Tapi, beda halnya jika ada Fuyukawa-san, Namikawa-san, dan Taka di dekat diriku. Perhatian mereka seperti ditarik karena kehadiran ketiga orang itu. Aku jadi semakin penasaran dengan perkataan Taka waktu itu.

Siapa sebenarnya Namikawa-san?