Bel tanda waktu istirahat makan siang berbunyi. Semua murid keluar dari kelas. Ada sesuatu yang ingin kami lihat. Hasil ujian tengah semester diumumkan pada hari Rabu saat waktu istirahat makan siang di papan pengumuman Gedung Utama.
Setelah menuruni tangga dan tiba di lantai satu, sudah banyak murid-murid yang berkerumun di depan papan pengumuman. Hasil ujian sendiri terbagi menjadi tiga yaitu untuk kelas satu, kelas dua, dan kelas tiga.
Aku pergi ke arah pengumuman hasil ujian kelas dua. Di sana, aku melihat Taka yang sepertinya kesusahan untuk melihat hasil ujian. Aku menghampiri dan menyapa dirinya.
"Yo Taka, kamu di peringkat berapa?"
"Oh, Ryuki. Belum ketemu."
"Ah, iya, tentu saja. Ramai begini."
"Ryuki, kamu kan tinggi, pasti bisa lihat namamu di peringkat berapa."
"Walaupun kamu bilang begitu, aku ngga tahu berada di peringkat atas, tengah, atau bawah."
"Aku yakin kamu berada di peringkat atas."
"Eh, kenapa bisa yakin?"
"Kamu kan menghabiskan waktu liburan untuk belajar. Sudah pasti peringkat atas."
"Mm… Semoga saja."
Beberapa murid perempuan di depanku berteriak, seperti terkejut melihat hasil ujian mereka.
"Kyaaa… Aku berada di peringkat tengah."
"Ah, peringkatku naik sedikit dibandingkan kelas satu lalu."
"Sekarang kita kelas dua, hal itu jangan dihitung dong."
"Ahahaha, iya, iya."
Sedangkan murid laki-laki ada yang santai dan panik karena hasil ujian tersebut.
"Ah gawat. Peringkatku…"
"Jangan panik begitu, ini kan cuma ujian tengah semester."
Aku tidak melihat Fuyukawa-san, Namikawa-san, dan Kayano-san di tempat ini. Apa mereka sudah pergi? Mungkin aku tidak sadar kehadiran mereka karena tadi aku berbicara dengan Taka.
Murid-murid yang sudah menemukan namanya di peringkat berapa, perlahan mulai meninggalkan tempat ini.
Aku dan Taka mendekat ke papan pengumuman. Aku mencari namaku dari peringkat atas. Peringkat pertama hasil ujian tengah semester kali adalah Shiraishi Miyuki-san. Aku terkejut melihatnya. Shiraishi-san yang akan menjadi temanku di klub bantuan, ternyata orangnya sangat pintar. Turun ke bawah, aku mendapatkan namaku berada di bawah namanya. Aku di peringkat kedua? Tidak terduga.
"Wow Ryuki. Kau peringkat dua. Ternyata kamu memang orang yang pintar. Seperti yang diharapkan dari murid yang mendapatkan beasiswa." Taka berkata sambil menyikut-nyikut lenganku.
"Ah… Aku sendiri ngga menduganya. Taka, kamu kenal dengan Shiraishi-san ini?"
"Ha? Tentu saja. Dari kelas satu, dia selalu berada di peringkat satu lho."
"Hee… Orang jenius memang ada, ya…"
"Kamu kan juga termasuk salah satunya."
"Ah, ngga. Aku belum bisa dikatakan orang seperti itu."
"Kamu merendah lagi, ya? Um, mungkin seperti itu lah dirimu."
"Jadi, kamu peringkat berapa, Taka?"
"Peringkat 53."
"Bagus dong…"
"Mm, ya… Setidaknya lumayan. Ayo kita ke kantin. Aku lapar."
"Ayo."
Setelah melihat hasil ujian tengah semester, aku dan Taka makan di kantin. Suasana di kantin lebih ribut daripada biasanya. Murid-murid di sini membicarakan tentang hasil ujian.
Seperti biasa, aku mendapatkan tatapan yang tidak enak dari murid-murid yang ada di kantin. Entah kenapa ini selalu terjadi saat aku makan di sini. Jadi murid pindahan yang tidak jelas asal-usulnya sepertiku ini memang berat, ya….
"Jadi dia orangnya?"
"Iya. Dia peringkat dua, di bawah Shiraishi yang itu."
"Sebenarnya siapa sih dia?"
Percakapan sekelompok murid perempuan di dekat tempat dudukku dan Taka. Aku yakin Taka juga mendengarnya. Tapi dia hanya diam saja.
Setelah kami selesai makan, Taka mulai berbicara.
"Hey Ryuki. Sepertinya kamu jadi bahan obrolan murid-murid, ya?"
Lihat! dia memang mendengarnya.
"…Ah, sepertinya begitu."
"Mereka lihat ke orang yang bernama Amamiya Ryuki itu seperti orang asing. Ada yang ngga terima dan ada yang ingin terima kehadirannya."
Mata Taka seperti bisa melihat semuanya. Benar apa yang dikatakan olehnya. Kehadiranku di sekolah ini seperti orang asing dan bahkan ada orang yang menganggapku sebagai orang aneh. Ada yang ingin menolakku, namun ada yang ingin mencoba untuk menerimaku.
"Mm… Di kelasku juga seperti itu. Banyak di antara mereka yang menolakku." Aku menghela nafas.
"Ya, apa boleh buat. Mereka cuma ngga mau coba untuk kenal siapa kamu sebenarnya. Dengan hasil ujian kali ini, mungkin mata mereka akan sedikit terbuka."
"Ya, semoga saja. Aku ingin mereka bisa menerima kehadiranku. Aku ingin bisa berteman baik dengan mereka semua. Tapi rasanya sangat sulit. Saat aku berbicara dengan Fuyukawa-san saja, aku seperti sudah ditatap oleh murid di sekelilingku seperti seekor mangsa yang akan disantap."
"Ahaha… apa-apaan dengan pemisalan itu. Percaya diri saja dulu. Buktinya kamu udah berteman dengan diriku ini, Namikawa, dan Kayano juga." Taka tertawa kecil.
"Um, ya. Lagian, seseorang memiliki gilirannya sendiri."
"Giliran?"
"Dalam kasusku, akan tiba giliranku untuk menjelaskan semuanya. Bisa dikatakan giliranku untuk beraksi."
"Oh, begitu. Aku yakin kamu bisa, Ryuki."
"Terima kasih. Oh iya, aku penasaran dengan Shiraishi-san itu. Orangnya seperti apa?"
"Hm? Apa kamu tertarik dengannya?"
"Ah, mungkin."
Tertarik atau penasaran, itu memang yang sedang terjadi padaku tentang Shiraishi-san. Hal yang wajar karena aku dan dirinya akan berada di klub yang sama, klub bantuan dari usulan Hiratsuka-sensei. Setidaknya, aku bisa mengenalnya sedikit.
"Mm… Aku ngga pernah sekelas dengan dia, jadi aku ngga tahu apa-apa."
"Ngga sedikit pun?"
"Mm… Mungkin ada satu."
"Apa itu?"
"Orangnya cantik."
"Dengan lihat saja, aku juga tahu dia cantik."
"Hahaha…" Taka mulai tertawa.
"Apa boleh buat. Kalau begitu, aku kembali ke kelas duluan."
"Ah, iya, aku juga."
Kami meninggalkan kantin dan kembali ke kelas masing-masing.
Setiba di kelas, mata semua murid kelas 2-D melihat ke arahku semua. Eh, kenapa ini? Apa ada yang aneh dengan wajahku sekarang? Ah, tidak mungkin. Dari awal mereka sudah menganggapku aneh.
Aku duduk di kursiku dan melihat ke arah luar jendela sambil menopang dagu. Kira-kira dengan hasil ujianku ini bisa membuat mereka membuka matanya kepadaku? Apa mereka bisa menerimaku?
"Hey Amamiya..."
Terdengar suara orang memanggilku dari arah kanan. Aku berpaling dan melihat ke sumber suara itu. Suara itu dari mulunya Mizuno-san. Ada Seto-san, Fuyukawa-san, dan beberapa murid laki-laki kelas ini di sampingnya. Ada apa mereka berkumpul seperti itu ya? Ah, murid laki-laki yang bernama Shiga-san tidak ada. Dia duduk di kursinya yang berada di barisan depan. Juga Moriyama-san, Shimizu-san, dan Nazuka-san, mereka duduk di kursi masing.
"…Ada apa?" Aku bertanya sambil melihat langsung ke arah Mizuno-san.
"Kecurangan apa yang kamu pakai sehingga bisa dapat peringkat dua di ujian tengah semester?"
Mizuno-san langsung menanyakannya dengan nada suara yang sedikit keras. Seketika murid-murid yang melihat apa yang terjadi di belakang mereka.
"Kecurangan? Tidak mungkin aku melakukan hal semacam itu." Aku menjawabnya dengan nada bicaraku yang normal.
"Jujur saja, Amamiya. Mana mungkin orang sepertimu bisa dapat peringkat dua." Seto-san menambahkannya.
"Terlebih lagi, selisih nilaimu dengan Shiraishi hanya 1 angka." Mizuno-san bahkan memberitahu selisih nilainya.
"Sudah, jujur saja Amamiya."
"Jujur oi."
"Kamu pikir kami percaya? Jujur saja, dasar orang aneh."
Murid laki-laki tadi mulai ikut berbicara.
Yang benar saja, aku sama sekali tidak melakukan kecurangan. Kupikir dengan mendapatkan peringkat yang bagus di ujian ini bisa membuat mereka mulai menerimaku. Tapi aku salah. Pemikiranku terlalu naif. Yang ada sekarang mereka menuduhku melakukan kecurangan saat ujian.
"Aku hanya belajar jauh-jauh hari sebelum ujian."
"Ngga mungkin."
"Benar. Itu ngga mungkin."
"Mana mungkin orang sepertimu bisa hampir sejajar dengan Shiraishi."
Mereka tidak menerima jawabanku. Pandangan mereka terhadap Shiraishi-san membuatku semakin penasaran dengannya. Seperti apa orang yang bernama Shiraishi itu? Sejak pertama kali aku bertemu dengannya di ruang tamu guru waktu itu, dia hanya diam-diam saja. Sama sekali tidak bisa kutebak bagaimana sifatnya.
"Kalian, hentikan. Sudah kubilang kan, kalau Amamiya-kun itu ngga seperti yang kalian bayangkan." Fuyukawa-san mulai berbicara.
"Yukina, kenapa kamu sangat perhatian dengan orang ini?" Mizuno-san membalikkan pertanyaan ke Fuyukawa-san.
"Benar. Ada apa denganmu, Yukina?" Seto-san sepemikiran dengan Seto-san.
Saat Fuyukawa-san hendak menjawab, terdengar suara pintu kelas yang digeser. Masuklah seorang guru ke dalam kelas ini. Guru itu adalah Hiratsuka-sensei.
Sensei yang menyadari diriku sedang dikelilingi orang seperti sedang diinterogasi, bertanya, "Oh ya, ada apa itu di belakang? Kenapa denganmu, Amamiya-kun?" Kenapa juga sensei bertanya kepadaku. Seharusnya sensei bertanya ke para murid-murid yang sudah mengelilingiku ini.
"…Ah, ini, mereka…" Saat aku hendak menjawab, Mizuno-san memotong kata-kataku.
"Hiratsuka-sensei, sudah lihat hasil ujian tengah semester?" Mizuno-san melemparkan pertanyaan kepada Hiratsuka-sensei.
"Tentu saja. Amamiya-kun dapat peringkat dua, kan? Dia hebat, kan?" Hiratsuka-sensei menjawab pertanyaan Mizuno-san sambil tersenyum.
"Apa ngga aneh melihat dia bisa mendapatkan peringkat dua? Kecurangan apa yang dilakukannya? Kenapa nilainya hanya beda 1 angka dengan nilainya Shiraishi yang terkenal sangat pintar itu?"
"Juga, kenapa dia bisa dipindahkan ke sekolah ini?"
"Kenapa, Sensei? Siapa sebenarnya orang aneh ini? Kami semua ingin tahu."
Mizuno-san dan Seto-san bertanya lagi.
Hiratsuka-sensei dengan santainya menjawab.
"Kenapa tidak kalian tanyakan langsung dengan orangnya di samping kalian itu? Benar tidak, Amamiya-kun?"
"Saya sudah bilang kalau saya cuma belajar sejak jauh-jauh hari. Tapi mereka tidak percaya dengan perkataan saya."
"Oh, begitu ya." Hiratsuka-sensei menganguk. Lalu sensei menambahkan, "Kalian semua belum tahu siapa Amamiya-kun ini, ya?"
"Ya, sensei." Semua murid menjawab dengan serentak.
"Kalian tahu kan, kalau sekolah kita membuka jalur beasiswa saat tes masuk?"
"Um, ya, tentu saja kami tahu, Sensei." Mizuno-san menjawabnya dengan nada agak kesal.
"Mungkinkah Amamiya-kun…" Seto-san membuka mulutnya.
"Ya, benar, Seto-san. Amamiya-kun salah satu murid yang lulus melalui jalur beasiswa. Dia mendapatkan beasiswa penuh di sekolah ini."
"Eeeeee..." Semua murid kelas ini terkejut.
Akhirnya rahasiaku terbongkar. Waktunya sudah tiba. Giliranku juga tiba.
"Benar seperti itu, Amamiya-kun?" Moriyama-san melihat ke arahku dari tempat duduknya.
"Iya, itu benar."
"Sensei…" Shimizu-san mengangkat tangan kanannya.
"Ya, Shimizu-san?"
"Kenapa dia baru masuk ke sekolah ini? Kenapa dia tidak masuk saat kelas satu?"
"Lebih baik hal itu kalian tanyakan kepada orangnya langsung. Baiklah, semuanya duduk di tempat masing-masing."
Aku berdiri dari tempat dudukku.
"Kiritsu, rei…"
Dengan begitu, pelajaran Bahasa Inggris dimulai. Suasana di kelas sekarang lebih tenang daripada sebelumnya. Entah mereka memperhatikan pelajaran atau memikirkan hal yang baru saja terjadi.