Salah satu ciri bahwa kita telah menemukan cinta sejati atau jodoh kita adalah manakala bisa sering melakukan tertawa bersama. Inilah hal yang membuat kedua belah pihak merasa nyaman dan akhirnya selalu merindukan untuk tertawa bersama. Ara menjadi sangat ketergantungan untuk bisa bertemu dengan sosok Rania karena ia ingin selalu bisa tertawa bersama. Walaupun masih ada ketakutan bahwa dia merasa tidak akan mampu menjadi suami yang baik, namun kenangan yang tidak terlupakan adalah ketika dia bisa tertawa bersama. Manisnya "rasa" cinta yang dirasakan oleh Ara ketika berada di dekat seorang Rania membuat dia terlupa dengan wanita lain dan bahkan dengan tunangannya sendiri. Ara secara perlahan mulai melupakan semua impiannya bersama wanita lain dan mulai membangun impian yang baru bersama Rania. Hatinya mulai merasakan sebuah rasa nyaman yang tidak tergantikan dan ia ingin secara jujur mengungkapkan "rasa" ini kepada Rania dan ingin membawa Rania pergi untuk bertemu dengan kedua orang tua Ara. Ara ingin sekali kehadiran Rania bisa diterima oleh keluarganya termasuk oleh kedua orang tuanya. Hal ini tentu saja tidak mudah karena Rania sudah pernah menikah sedangkan Ara adalah seorang perjaka. Ara mesti berjuang untuk meyakinkan dirinya dan kedua orang tuanya. Satu lagi kendala yang dia rasakan dari pihak Ara adalah bahwa Ara belum memiliki pekerjaan dengan gaji yang memadai termasuk tabungan untuk menikah. Adapun Rania masih memiliki status sebagai istri orang lain dan belum menjadi janda. Problem besar masih ada dari kedua belah pihak. Ara harus juga merubah perilakunya agar menjadi pribadi yang lebih matang dan bertanggung jawab dan bukan seperti anak kecil yang baru lulus sekolah serta masih senang bermain-main.
Tertawa bersama Rania memberikan kesan indah tiada tara di hati Ara sehingga manakala Ara sedang pulang kampung dari tidak bisa bertemu dengan Rania maka dia akan mengingat kenangan indah ketika sedang tertawa bersama Rania. Indah dan manisnya sosok Ibu Rania selalu terbayang di pelupuk mata dan sudah masuk kedalam fikiran bawah sadarnya. Ara mulai membayangkan bahwa ia bisa memiliki kehidupan yang indah dan suatu saat memiliki anak bersama dengan Ibu Rania, pujaan hatinya. Pertama kali dia melihat Bu Rania sangat indah adalah ketika dia melihatnya sedang menjamu tamu di sebuah kantin rumah sakit, dan dia melihat bahwa usia ibu Rania seperti masih muda, cantik dan tidak menunjukkan sebagai wanita di usia kepala 4. Dia merasa bahwa usia ibu Rania adalah 30 tahun dan Ara adalah 26 tahun, sehingga masih tidak terlampau jauh. Namun faktanya, ibu Rania sudah berusia 40 tahun dan ada selisih 13 tahun dengan Ara.
Semua kenangan bersama dengan Ibu Rania begitu lengket dan tidak bisa dilupakan oleh Ara sehingga perbedaan usia bukanlah sebuah penghalang. Ara mulai mencuri-curi waktu untuk bisa ngobrol berdua dengan ibu Rania walaupun hanya 5 menit agar bisa memahami karakter ibu Rania, sang wanita yang sudah membuat hatinya terpikat dan jatuh cinta. Ibu Rania juga memberikan sinyal bahwa Ara adalah sosok yang menarik, tampan, cerdas dan menyenangkan untuk diajak berbisnis dan ngobrol. Chemistry yang ada, sudah terbangun dari sejak awal pertemuan antara Ara dan Rania. Justru hal itulah yang membuat Ara bingung, mengapa dia harus jatuh hati kepada seseorang dengan perbedaan usia yang sangat tajam?..apakah ini adalah jodoh yang merupakan takdir. Ara selalu tersenyum saja membayangkan bahwa dia akan segera bersanding dengan ibu Rania. Sebuah impian mulai dibangun oleh Ara secara perlahan setiap hari. Ara mulai menata karirnya agar bisa segera melamar wanita yang dia cintai dan bisa memberikan kebahagiaan untuk bidadari nya , yaitu Rania.