[Beberapa hari sebelumnya, bertempat di sebuah cafe]
Seorang pemuda sedang duduk di sebuah kursi yang ada di dalam cafe.
Orang itu adalah Sandi adiknya Wandy. Jika dilihat dari sikap yang dia tunjukkan sepertinya dia sedang menunggu kedatangan seseorang.
Ternyata memang benar, tidak lama kemudian datang seorang pria, pria itu mengenakan sebuah topi ditambah dengan kaca mata dan sebuah masker, dari penampilannya terlihat kalau dia seperti sedang menyamar.
Orang itu adalah Harris temannya Wandy, alasan Sandi mengenalnya adalah karena dia sering berkunjung ke rumah Wandy.
"Ini dia, maaf jika membuatmu menunggu lama."
"Tidak apa-apa Kak."
Harris kemudian duduk di sebuah bangku yang ada di hadapan Sandi.
Dia juga meletakkan tasnya di kursi kosong yang ada di sampingnya.
"Jadi apa yang kamu inginkan?"
"Begini Kak--"
"Tidak usah terlalu formal, panggil saja aku Harris. Kita kan sudah cukup lama saling kenal."
Harris dengan cepat memotong perkataan Sandi ketika dia ingin mengatakan 'Kakak.'
"Baiklah Ka... Eee... Harris!"
"Jadi apa yang kamu perlukan?"
"Begini Kak! Aku sudah lama menantang kakakku untuk bertarung melawan ku."
Muka Sandi terlihat agak serius.
"Sudah ku bilang panggil aku Harris saja."
"Tidak! Jujur saja aku masih belum terbiasa, jadi saat ini biarkan aku memanggi kakak begitu."
Sandi mengatakannya dengan cepat, setelah mendenar hal itu Harris langsung mendesah.
Huh!
"Terserah kamu saja lah... Jadi?"
"Aku ingin tahu cara agar kakak ku menerima tantanganku."
"Tantangan? duel kah?"
"Aku ingin mengalahkannya dalam sebuah duel."
Mendengar hal itu justru membuat Harris kehilangan rasa antusiasnya.
"Jadi begini... Kenapa tidak kau tantangnya dengan cara biasa saja?"
"Aku selalu di tolak, kakak ku tidak akan menerimanya kalau aku lakukan seperti biasanya, bukan kah kakak sudah melihatnya?"
"Benar juga ya! Lagi pula buat apa juga dia melawanmu?"
Mendengar perkataan Sandi membuat Harris mengigat saat dia berkunjung ke rumah Wandy. Pada saat itu setiap kali Harris berkunjung Sandi pasti menantang kakaknya untuk bertarung, padahal Wandy sendiri tidak menguasai tekhnik bela diri apapun.
"Kak lawan aku, aku akan membuktikan kalau aku pantas untuk meneruskan pekerjaan ayah."
"Tidak! Buktikanlah dengan cara yang lain, aku tidak ingin membuang tenaga."
"Apa yang di inginkan adikmu?"
"Dia mencoba untuk menghajarku, dengan alasan sebuah tantangan. Sudah pasti dia sangat benci padaku."
"Eeh..."
Mengigat Wandy yang selalu mengacuhkan adiknya dengan sikap yang terlihat sombong itu membuat Harris paham kalau jika dengan cara yang sama seperti itu maka tantangan Sandi tidak akan pernah di terima.
"Baiklah... Karena aku agak kesal padanya jadi akan ku beritahu caranya."
Mendengar hal itu wajah Sandi menjadi sangat antusias.
"Pertama! tantang dia dengan cara yang unik."
"Unik?"
"Hmm... Sebentar."
"Permisi... Sudah menentukan pesanannya mas?"
Tiba-tiba seorang pelayan wanita menghampiri mereka berdua dengan buku dan pulpen yang terlihat siap untuk mencatat pesanan.
"Ah... Nanti saja ya mba! Saat ini kami sedang sibuk, kalau kami sudah menentukan pesanan baru kami panggil lagi ya!"
"Baiklah kalau begitu mas, kalau ada apa-apa mas bisa panggil saya."
Pelayan wanita itu kemudian pergi.
Setelah pelayan itu pergi Harrispun menggambil tasnya dan membukanya dia terlihat seperti mencari sesuatu.
Sandi yang agak penasaran memandangi tas yang sedang di pegang Harris.
"Ah... Ini dia!"
Harris mengeluarkan sebuah pakaian Pelaut berwarna putih.
"Hah?"
Sandi agak kebingugan melihat pakaian yang di keluarkan Harris, jika di pikirkan secara logis pakaian ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah yang sedang di hadapi Sandi.
"Eh... Salah, yang ini untuk perempuan."
Harris menarik kembali pakaian pelaut yang ada di atas meja dan menukarnya dengan pakaian pelaut yang lain.
Didalam kepala Sandi muncul beberapa pertanyaan yang membingungkan.
'Kenapa pakaian itu? Kenapa dia memiliki pakaian perempuan? Apakah dia bercanda? Ah, tidak ada harapan lagi, aku tidak akan bisa menantang kakak. Tidak Sandi, orang ini akan membantumu agar kakak mau menerima tantangan mu.'
Sandi mencoba meyakinkan dirinya untuk percaya kepada Harris.
"Untuk apa pakaian ini?"
"Ini adalah Pakaian Pelaut, kau tahu pakaian ini sering di pakai para pelaut."
"...."
Sandi sudah kehabisan akal tentang apa yang akan dia lakukan kepada pakaian ini nantinya, wajahnya mulai mengerut.
"Kamu akan menantangnya dengan cara yang unik, jadi kamu akan memakai pakaian ini nantinya."
"Apakah peluangku bertambah jika aku memakai pakaian ini?"
"Tentu saja tidak."
Plakk!
Sandi menepuk jidatnya.
"Tenanglah, pakaian ini hanyalah pemanis."
"Pemanis?"
"Kamu tidak akan menantangnya menggunakan kata-kata, kamu hanya harus melemparkan sarung tanganmu kearah kakakmu sambil mengatakan 'kamu tahu artinya, 'kan kak.' begitulah."
"Hah?"
"Melempar sarung tangan ke arah orang itu artinya kamu menantangnya untuk berduel."
"Jadi begitu ya."
Sandi mulai memahami maksud Harris.
"ini cara yang pertama, cara ini juga kurasa masih belum cukup agar Wandy menerima tantanganmu. Maka dari itu aku sudah menyiapkan dua cara lainnya."
"Apa itu?"
"Jadi jika Wandy masih menolaknya kamu bisa menggunakan ancaman, pertama-tama curi laptopnya kemudian ancam dia 'Kakak laptopmu ada di tanganku, kakak harus menerima tantanganku jika kakak menginginkannya kembali' ingat benda paling berharga yang di miliki Wandy sekarang adalah laptopnya."
Harris mengatakan hal itu dengan melakukan beberapa gerakan aneh.
"Bagitu ya!"
Tanpa di sadari Harris sepertinya menjadi sedikit antusias.
"Dan ini adalah cara terakhir agar Wandy menerima tantangan mu, cara ini sangat ampuh, aku menjamin seratus persen dia akan menerima tantanganmu, tapi aku sarankan agar kamu tidak menggunakannya, jika kamu menggunakannya memang Wandy akan menerima tantanganmu, tapi. Hal itu akan membuat dia marah, kamu harus tahu jika Wandy benar-benar marah maka dia akan benar-benar berusaha untuk mengalahkan mu, dia akan mengandalkan segala cara. Yah... aku tahu kalau dia memang orang yang licik.
Glek!
Sandi yang memperhatikan perkataan Harris tadi menelan ludah.
Ketegangan terjadi di antara mereka berdua dan membuat suasana menjadi hening.
"Yah... Kalau kamu tetap tenang ketika melawannya aku yakin kamu pasti bisa menang."
"Benar juga ya!"
Harris mulai menenangkan Sandi.
Padahal dalam hal ini Harris sangat tahu apa yang akan terjadi jika Wandy marah, karena dia pernah membuat Wandy marah.
Hal itu terjadi ketika mereka bermain game bersama, Harris tanpa sengaja membuat Wandy menjadi marah.
Harris yang menganggap remeh Wandy karena selalu kalah dalam permainan yang sangat dia kuasai. Harrispun kehilangan kesenangan karena Wandy yang tidak bisa mengalahkannya.
Setelah beberapa kemenangan telak yang di proleh oleh Harris membuat dia sangat percaya diri hingga membuat dirinya sombong.
Harris dengan yakinnya mengejek Wandy yang saat itu dapat dia kalahkan dengan mudah.
Wandy sebenarnya tidak terlalu peduli tentang ejekan itu, tapi, Harris terlalu berlebihan, hingga tanpa sadar Harris mengeluarkan sebuah kata-kata yang paling Wandy benci.
Setelah mendengar hal itu Wandypun menjadi sangat marah, kemudian dia menantang Harris untuk kembali bermain game yang sangat di kuasai Harris.
Harris yang menganggap remeh Wandy menerima tantangan duel dalam bermain game yang sangat dia kuasai. Harris tidak sadar kalau Wandy yang selalu kalah bermain game dengannya akan menjadi sangat hebat jika sedang marah.
Dan alhasil Harrispun berhasil di kalahkan oleh Wandy, pada awalnya Harris hanya menganggap kalau itu hanyalah kebetulan belaka, tapi nyatanya Harrispun dapat di kalahkan dalam sepuluh kali pertandingan berturut-turut tanpa sebuah kemenangan yang bisa dia dapatkan.
Harris mencoba menyangkal kejadian yang pernah menimpanya dengan anggapan kalau hal ini tidak lah sama seperti bermain game.
'Ini sangat berbeda dengan saat itu, aku yakin kalau kemampuan bertarung Wandy sangat lemah.'
Dengan penuh keyakinan kalau Sandi akan bisa mengalahkan Wandy membuat Harris memberitahu kata-kata yang sangat di benci oleh Wandy.
"Ini sebenarnya hanyalah sebuah kata-kata, tapi. Kata-kata ini memang agak kasar, jika kamu ingin menantangnya kamu harus berteriak ketika mengatakannya, agar lebih terkesan asli."
"Baiklah... Apa itu?"
"Ingat. Kamu harus meneriakkannya dengan penuh penghinaan seperti ini," Harris berdiri dan menggambil nafas dalam-dalam. "KUREMI ITU LON*E! WAIFU KOK LATC*R! Nah kira-kira begitu."
Seisi cafe menatap kearah Harris yang berteriak.
"Hehehe." Harris kemudian menggaruk kepalanya dan duduk kembali. "Nah ingat kata-kataku tadi ya."
"..."
Melihat hal tadi membuat Sandi menjadi bingung sampai-sampai dia tidak bisa memberikan tanggapan tentang hal yang telah dia lihat.
"Dan juga untuk baju ini akan ku pinjamkan."
Harris menyerahkan pakaian Pelaut itu kepada Sandi.
"Berapa? Akan aku bayar!"
"Ah... Untuk itu tidak usah, baju itu tidak di jual, aku hanya meminjamkannya kepadamu, jadi kembalikan ya!"
"Baiklah kalau begitu."
"Ngomong-ngomong kemana Wandy beberapa hari ini? Dia tidak menghubungiku lagi sejak kematian ayahnya, lima hari yang lalu."
"Kakak ku, dia kabur dari rumah."
"HAH. KABUR?" Harris sangat terkejut, hal itu membuat dia menaikkan nada suaranya. "Sudah berapa hari dia kabur?"
"Tiga hari yang lalu, dua hari sesudah pemakaman ayah kami."
"Heh... Jadi orang seperti dia juga bisa kabur ya."
"Iya! Jadi ketika kakak ku sudah kembali aku akan menantangnya. Aku yakin dia pasti akan kembali."
"Ya. Kurasa dia memang akan kembali, dunia luar terlihat sangat keras baginya."
Goshujin-sama! Goshujin-sama! Goshujin-sama!
Handphone Harris berdering.
Mendengar suara Handphonenya membuat Harris sadar bahwa ada sesuatu yang harus dia lakukan bersama temannya.
"Ah. Aku lupa, maaf ya sepertinya sudah waktunya aku pergi, kalau tidak hal buruk akan terjadi."
"Silahkan! Maaf menggangu waktu luangnya Kak."
"Iya, tidak apa-apa! Kalau kamu memerlukan bantuanku lagi silahkan saja hubungi aku ya."
Harrispun berdiri sambil mengangkat Handphonenya kemudian diapun pergi.
Sandi berdiam sambil menatap pakaian pelaut yang ada di hadapannya dengan penuh keyakinan.
"Baiklah. Akan aku coba, tunggu saja ya kak!"