Chereads / Nenek Sihir / Chapter 12 - Chapter 11 - Duel Kaka Adik (II)

Chapter 12 - Chapter 11 - Duel Kaka Adik (II)

Sandipun menunduk sambil memegangi alat kelaminnya.

Pada saat itu Wandy langsung melakukan serangan lanjutan.

Suntik!

Ketika Sandi sadar, sebuah jarum suntik sudah menancap tepat di lengan kanannya.

Wandy telah meyuntikkan sesuatu ke lengan Sandi

"Apa yang kau suntikkan?"

"Akhirnya berhasil juga... Huh!"

"APA! ITU CURANG NAMANYA!"

Sebuah teriakkan terdengar di tempat penonton, penonton yang berteriak adalah Juni.

"Hah! Curang? Jangan bercanda, di peraturan tidak tertulis kalau ada larangan untuk tidak boleh meyuntikkan sesuatu ke tubuh lawan, lagi pula, suntikkan bukanlah senjata tajam."

Wandy membalas perkataan Juni.

Wandy sepertinya memanfaatkan kelemahan peraturan untuk mencapai kemenangannya, Juni telah menyadari hal ini, tapi tidak ada hal yang bisa dia lakukan.

"Tapi 'kan itu curang, apalagi menendang Ot**g, sangat tidak laki itu."

"Tapi Wandy benar, hal yang kalian katakan curang tidak ada didalam peraturan, Wandy berhasil mencari cara untuk memenangkan pertandingan ini, karna dia tidak menguasai teknik bela diri jadi dia harus menggunakan otaknya."

"....."

Riyad yang juga ikut menuduh Wandy curang terdiam ketika mendengar perkataan Neka.

Sandi yang tadinya menunduk sambil memegangi alat kelaminnya kemudian berdiri.

"Apa yang barusan kamu suntikkan Kak?"

"Sandi! Kamu pasti pernah mendengar tentang obat pelumpuh bukan."

"Obat pelumpuh? Jangan bilang kalau."

"Tapi kamu tidak perlu khawatir, itu hanya akan membuatmu lumpuh sementara waktu, obat itu tidak berbahaya bagi tubuh."

"Kaka itu tidak seperti yang kamu katakan 'kan?"

"Tidak! Kamu tahu apa yang sedang aku lakukan?"

"Jangan-jangan, kakak mengulur waktu!"

"Jeng-jeng-jeng! Benar sekali."

"...."

'Kalau memang benar yang di katakan kakak, maka aku tidak memiliki banyak waktu untuk bergerak, yang harus aku lakukan sekarang adalah mengeluarkan seluruh kekuatanku yang ada.'

Kemudian Sandi dengan cepat berlari ke arah Wandy, setelah jarak mereka semakin dekat, Sandi melompat sambil mengepal tangannya.

Kali ini Sandi tidak menahan kekuatannya, dia mengerahkan seluruh tenaganya di pukulan itu.

'Maafkan aku Kak, mungkin saja kamu akan mati jika terkena pukulan ini.'

Wandy dengan cepat lari keluar area pertandingan ketika dia melihat Sandi melompat.

Sandi tidak memperkirakan kalau Wandy bisa merespon pergerakannya yang cepat. Hal itu membuat Sandi tidak bisa menahan kecepatannya sehingga diapun memukul lantai area pertandingan.

Bruuuuuuuuuuuuuukkkkkkkkkkkk!

Lantai area pertandingan dengan cepat dipenuhi retakan, retakan yang paling besar membagi lantai menjadi lima bagian.

Kerusakan yang paling parah adalah bagian yang terkena pukulannya, dan hal itu membuat tangan Sandi terhimpit batu, tapi dia dapat melepaskannya dengan mudah.

"Huh... Hampir saja."

"Sepuluh."

"Aku tidak akan terkena pukulanmu untuk ke dua kalinya."

"Sembilan."

"Delapan."

Maron mulai melakukan hitung mundur. Karena Wandy saat ini berada di luar batas area.

Kemudian dengan cepat Wandy berlari menjauh dari Sandi.

"Empat."

"Tiga."

Setelah itu Wandy memasukki area pertandingan dan dia berhasil menjaga jarak dari Sandi saat dia sedang kelelahan.

"Biar ku beri tahu alasan kenapa aku masih bisa berdiri saat menerima pukulan yang sebelumnya."

Sandi Saat ini sedang kelelahan, bagaimana tidak, dia baru saja mengelurkan pukulan hebat yang sangat menguras tenaganya.

"Huh... Hah..." Tidak ada pilihan lain yang dapat Sandi lakukan selain mendengarkan perkataan Wandy. "Baiklah! Katakan saja."

"Penghilang rasa sakit!"

"Apa? Penghilang rasa sakit!"

"Aku menggunakan suntikan penghilang rasa sakit, karena itulah aku bisa berdiri di sini, ketika sampai di area ini aku sengaja sedikit mengulur waktu agar obatnya bekerja."

"Ah... Ketika Kaka mempermasalahkan bagaimana kalau Kaka yang menang."

"Benar sekali. Aku sengaja sedikit mengulur waktu agar obatnya bekerja, obatnya akan bertahan selama limabelas menit, setelah limabelas menit berlalu maka aku akan dapat kembali merasakan rasa sakit, tidak apa jika aku dapat mengalahkanmu. Sebenarnya aku juga tidak peduli dengan apa yang akanku dapatkan ketika aku menang nantinya, yang terpenting bagiku sekarang adalah kemenanganku dipertandingan ini."

Setelah sudah cukup istirahat Sandipun langsung berlari menuju ke arah Wandy.

Tapi lagi-lagi Wandy keluar dari area pertarungan.

"Tidak akan ku biarkan."

Sandi tidak akan melepaskan Wandy. Maka dari itu dia juga ikut keluar dari area pertarungan.

"Humph."

Melihat hal itu Wandy kembali memasuki lapangan.

"Delapan.... Tujuh..... Enam..."

Gerakan Sandi mulai melambat.

Dengan gerakan yang lebih lambat dari pergerakan Wandy. Sandipun berhasil memasuki area pertandingan.

"Sepertinya obatnya sudah mulai bekerja, sebenarnya aku sengaja membuatmu banyak bergerak, hal itu kulakukan agar obatnya dapat bekerja dengan cepat."

"Sebagian dari tubuhku mulai mati rasa."

'Sudah tidak ada cara lain lagi, aku akan menggunakan semua tenagaku sebelum semua bagian tubuhku tidak bisa bergerak.'

Diam-diam Sandi memfokuskan aura hijau di kakinya, tidak butuh waktu lama baginya untuk memfokuskan aura hijaunya, setelah selesai diapun berlari dengan cepat ke arah Wandy.

Dalam sekejap Sandi sudah tiba dihadapan Wandy.

Saking cepatnya Wandy bahkan tidak bisa merespon kecepatan Sandi yang sekarang.

"Hah!"

'Lagi-lagi kecepatannya meningkat secara drastis.'

Kemudian Sandi melakukan pukulan beruntun dengan cepat.

Pukul! Pukul!

Pukul! Pukul! Pukul!

Wandy yang tidak tahu harus bagaimana lagi hanya bisa menahan pukulan itu dengan menyilangkan kedua tangannya.

Pukul! Pukul!

Pukul!

Pukul!

Muka, perut, bahu semua bagian itu terkena pukulan Sandi secara bergantian.

Walaupun Wandy bisa menahan pukulannya, itu tidak akan menjamin kalau dirinya bisa terus menahannya.

Ini adalah adu ketahanan tubuh, pilihan yang tersisa bagi Wandy saat ini adalah menahan pukulan beruntun dari Sandi sampai tubuh Sandi tidak bisa memukulnya lagi atau kalah ketika kemenangan sudah didepan matanya.

'Aku tidak akan menyerah begitu saja, kita lihat, siapa yang akan bertahan.'

Pukul!

Pukul!

Wandy terus bertahan hingga pukulan itu mulai kehilangan kekuatannya.

"Akhirnya!"

Pukul!

Bruuk!

Sandipun terjatuh, dia sudah tidak bisa mengendalikan anggota tubuhnya lagi, efek dari obat pelumpuh dari Wandy sudah bekerja sepenuhnya.

Tapi walaupun obatnya sudah bekerja, tubuh Sandi masih dalam keadaan sadar.

Cara untuk mengalahkannya adalah dengan membuat dia kehilangan ke sadaran, jika Wandy memiliki obat pelumpuh kenapa dia tidak memilih obat tidur.

Jika dia menggunakan itu maka dia akan dengan cepat memenangkan pertandiangan ini.

"Setelah ini apa! Kakak tidak bisa mengalahkan aku jika aku tidak kehilangan kesadaran.

"Kalau soal urusan kalah mengalahkan itu bisa di urus nanti, yang pasti aku akan membalas semua perbuatanmu, tubuhku pasti akan sangat sakit nanti, jadi sangat tidak adil jika aku langsung membuatmu kalah."

Wandy mendekati Sandi sampai dia berada tepat didepannya.

Kemudian.

Menendang! Menendang!

Menendang! Menendang!

Menginjak! Menginjak!

"A..... AD..... ADUH..... ADUH.... AAHH...."

Uhuk! Uhuk!

"Kalau aku terus melakukan ini, maka kakiku yang akan kesakitan. Hmm... Kalau begitu."

Tik!

Setelah Wandy menjentikkan jarinya seorang pelayan wanita datang sambil membawa tongkat pemukul Baseball.

Pelayan itu menyerahkan tongkat itu ke pada Wandy.

"Jangan salah sangka, ini bukanlah senjata tajam."

Memang didalam peraturan tertulis dilarang menggunakan senjata tajam, tapi di sana tidak tertulis kalau dia tidak bisa menggunakan senjata yang tumpul.

"Kenapa Wandy menjadi seperti ini?"

"Begitulah sifat aslinya, itulah dia yang menginginkan kemenangan dengan cara apapun."

"Hah! Siapa kamu?"

Riyad agak terkejut ketika suara misterius terdengar olehnya.

"Ah... Aku! Perkenalkan namaku Harris aku temannya Wandy. Tadinya aku pikir aku terlambat tapi, aku masih sempat ya."

"Oooooh... Jadi kamu temannya Wandy ya!"

"Iya! Kami sudah sangat lama berteman, kalau begitu aku permisi dulu ya."

"Ah! Iya!"

Harris berjalan melewati Riyad dan Neka.

"Neka sepertinya kamu di abaikan!"

"Tidak perlu membahas itu aku juga sudah tahu."

Harrispun berjalan menghampiri Kirana.

"Hallo Kirana-Chuaaan sayang sekali ya Sandi akan kalah padahal aku mendukungnya loh."

"Diam! Berisik kau jelek, aku sedang kesal kenapa bisa begini."

Wajah Kirana terlihat menakutkan ketika dia sedang kesal.

"Eh... Kirana-Chan!"

"Oh... Jadi kamu ya temannya Wandy yang sering mengoda Kirana, perkenalkan Aku pamannya Wandy namaku Juni."

"Ah halo paman namaku Harris." setelah mengenalkan diri Harris melihat kirana yang merangkul tangannya Juni langsung bertanya. "Eh... Kirana-Chan kenapa kamu merangkul tangannya?"

"Sepertinya kamu masih belum paham ya, Kirana adalah calon istri baruku."

"NANI!!! Kirana-chan nande da!"

Note: Nani itu artinya apa, nande da itu artinya kenapa, chan itu sejenis tambahan.

"Kamu berisik! Dan juga berhentilah mengatakan hal yang tidak jelas."

"Haik Kirana-chan!"

Note: Haik itu sebenarnya sebutannya Haii yang artinya iya, tapi disini di ubah Harris menjadi haik.

"Sudahku bilang jangan mengatakan hal yang tidak jelas, pergi sana kamu, dasar jelek-miskin."

"Baiklah kalau itu maumu Kirana-chan!"

Harrispun berbalik dan pergi dari hadapan Kirana.

Harrispun kemudian berjalan sambil menundukkan kepalanya, sangat nampak di wajahnya kalau dia sedang murung.

"Apa yang menarik dari wanita itu?"

Neka berbicara saat Harris lewat tepat di hadapannya.

"Hah! Kamu tidak tahu, dia itu perwujutan sejati dari Milf dan dia itu sangat cantik, tadinya ketika aku mendengar ayah Wandy sudah meninggal membuatku berpikir kalau peluang untuk mendapatkan Kirana-chan terlihat, tapi nyatanya." Harris mengatakannya dengan cepat dan bertambah cepat. Kemudian dia memandang ke arah Neka. "Ah... Kalau kamu itu milf kadaluarsa."

Note: Milf itu ibu-ibu tapi masih terlihat sangat cantik dan menggoda.

Tendang!

"Aaaaa."

Tubuh Harris terlempar ke tanah.

"Walau aku tidak mengerti tapi aku tahu kalau kamu sedang menghina ku."

Setelah menerima tongkat Baseball itu Wandy melakukan pemanasan dengan mencoba mengayunkan tongkat itu.

Wus! Wus!

"Oke! Siip." Wandypun mengangkat tongkat itu tepat di atas kepalanya. "Tenang saja, paling tidak beberapa tulang mu nantinya yang akan patah."

Wandy benar-benar ingin memukul Sandi menggunakan tongkat itu.

Setelah itu dia mengangkat tongkat Baseball itu tepat di atas kepalanya, kemudia dia mengayunkannya.

Tongkat itu dengan cepat munuju ke arah Sandi.

Ting!

Sebelum mengenai tubuh Sandi. Dengan cepat Maron menangkis tongkat itu menggunakan tangan kanannya.

"Maron kamu!"

"Bukankah ini sudah berlebihan tuan!"

"Kamu tahu rasa sakit yang nanti akanku dapatkan lebih sakit dari pada dia, jadi jangan menghalangiku."

"Tidak tuan Wandy! Pertarungan berakhir sampai di sini."

"Tidak!"

"Tuan."

"Huh... Baiklah. Kalau aku tetap mencoba untuk melanjutkan memukul Sandi kamu akan tetap menghentikanku 'kan! Baiklah aku akan berhenti. tanganmu tidak apa-apa 'kan?"

"Iya tuan, tangan saya baik-baik saja, terima kasih atas pengenrtian tuan."

Maron menggunakan aura hijau untuk menguatkan tangannya, karena itulah dia bisa menahan tongkat Baseball itu tanpa merasakan sakit.

"Karena tuan Sandi tidak bisa lagi melanjutkan pertarungan ini maka pemenangnya adalah tuan Wandy."

Diperaturan juga ditulis kalau ada hal lain yang meyebabkan peserta tidak bisa melanjutkan pertarungan maka dia akan dinyatakan kalah, maka dari itu kemenangan Wandy sudah terlihat ketika dia berhasil menyuntikkan obat itu ketubuh Sandi.

"APA-APAAN INI! KENAPA JADI BEGINI."

"Jadi. Paman Juni dan I... Kirana. Kalian berdua bisa membereskan barang-barang kalian, mulai besok aku tidak ingin melihat wajah kalian berdua lagi."

"Aaaaa... Wandy aku ini Ibumu loh... Kamu tidak serius 'kan?"

"Benar kalau kamu itu ibuku, tapi kamu tahu? Mencoba bersikap sopan kepada wanita yang bukan ibu kandungku itu sangat sulit, lagian aku juga sudah tahu sikap kamu yang sebenarnya dan juga apa yang kalian berdua rencanakan."

"APAA!"

"Maksudku aku sudah tahu semuanya, kalian yang mencoba menjatuhkanku karna kalian lebih mudah mengendalikan Sandi. Para pembunuh yang menyerangku selama aku kabur dari rumah ini juga ulah kalian 'kan."

"Kalau kamu sudah tau ya mau bagaimana lagi.... LAKUKANLAH!"

Kemudian seorang pelayan yang berdiri dibelakang Juni dengan sangat cepat berlari menuju ke arah Wandy. Saat berlari menuju ke arah Wandy orang itu membawa sebuah belati di tangannya.

Kecepatannya hampir sama dengan kecepatan Sandi ketika dia memfokuskan aura hijau di kakinya atau mungkin dia lebih cepat dari Sandi.

Pada saat itu tubuh Wandy tidak bisa meresponnya.

Orang itu kemudian mengayunkan belatinya, belati orang itu mengincar leher Wandy.

Saat belati itu hampir mengenai leher Wandy. tangan Maron dengan cepat dapat menangkapnya.

Genggam!

Belati itu kemudian dengan mudahnya diremukkan oleh Maron.

Setelah melihat itu orang itu kemudian mundur untuk menjaga jarak.

"Boleh juga kau kakek tua! Sepertinya memang tidak akan mudah ya. Baiklah aku akan menantangmu untuk berduel, duel yang mempertaruhkan hidup dan mati, bagaimana?"

"Sepertinya tidak ada pilihan kalau aku boleh menolaknya 'kan! Kalau begitu baiklah, aku akan menerimanya."

"Sebagai penghormatan maka akanku beritahu code namaku, perkenalkan aku adalah A15. Pembunuh bayaran yang bekerja di tim pembunuh bayaran pasar gelap di kota Camelia."