Jessica sedang berlatih menembak, semua peluru yang dihempaskan dari senapan yang dipegangnya tidak ada satupun yang bisa menancap tepat di titik tengah sasaran.
Seorang pria dari belakang memegangi tangan Jessica.
"Coba jangan tegang, rileks... tarik nafas dalam-dalam..."
Jessica mengikuti instruksi pria tersebut.
"Lalu buang pelan-pelan."
Jessica fokus untuk menembak.
Sang pria menuntun Jessica menyeimbangkan diri Jessica dalam memegang senapan tersebut dan ia pun mengekerkan jarak pandang maupun titik tengah sasaran. Ia juga membantu membenarkan posisi Jessica agar Jessica lebih mudah dan nyaman daam memegang senapan.
Jeger!
Sang pria menarik pelatuk senapan yang dipegang Jessica dan benar saja, peluru tersebut tepar mengenai titik tengah sasaran.
"Coba sekarang kamu lakukan sendiri."
Jessica fokus mengulangi instruksi pria tersebut.
Dan Jessica pun nyaris mengenai titik tengah sasarannya.
Plok! Plok! PLOK!
Jessica sendiri merasa terkejut karena dirinya berhasil sampai titik terdekat sasarannya.
"Bagus sekali Jes!"
"Makasih Dave!"
"Sejak kapan kamu suka menembak?"
Jessica mendadak terdiam. Menembak adalah salah satu hobi kesukaan David. Menembak dapat membuat pikiran menjadi foku dan melatih ketepatan, ketenangam, maupun kesabaran.
"Saya sudah lama kok suka latihan menembak."
"Seingat saya di Amerika, kamu tidak pernah ikut saya latihan menembak."
"Saya baru suka menembak saat di Korea dan bukan karea kamu ya, jadi jangan geer!"
"Oh? Bukan karena saya?" David memanggutkan kepalanya.
"Ngapain kamu disini?"
"Seharusnya pertanyaan itu saya tujukan untuk kamu!" balas David. "Ini memang tempat saya berlatih!"
"Saya kebetulan suka bergrilya mencari tempat latihan menembak yang baru," ujar Jessica.
"Benarkah?" David ragu,
"Tentu benar," ujar Jessica sewot.
"Bilang saja jika kau rindu dengan saya?!" Tatapan mata David menggoda Jessica, senyumya yang meawan terpancar keluar.
"Saya merindukan anda??? Mimpi anda?!" Jessica menatap David sinis.
"Jangan mengelak Jes, nggak mungkin kamu kesini di tepat saya sedang latihan. Kamu sebelumnya pasti sudah mencari tahu kapan saya latihan disini."
Jessica tiba-tiba mulai gelisah, serasa srigala yang terpergok mencuri.
"Semua hanya kebetulan semata!"
"Kebetulan semata?! Rasanya saya akan sangat bahagia jika kebetulan seperti ini terus berulang."
Jessica heran, "Dave, kamu kan udah punya pacar kok masih bisa-bisanya kamu mencoba godain saya?!"
"Kamu yang geer kalau begitu. Saya nggak pernah menggoda kamu, ini hanya sapaan mantan yang belum bisa..." David menghentikan kalimatnya sampai sini. "Move on." Suaranya hanya terdengar lirih.
"Dave, kamu nggak kasihan sama Charice? Jangan kamu mainin dia, padahal dia nggak salah apa-apa."
"Sejak kapan kamu perhatian sama Charice?" David keheranan degan sikap Jessica.
"Charice bagaimanapun akan jadi bagian dari keluarga saya, seenggaknya dia akan segera jadi adik ipar kakak saya. Saya cuma mau melindungi dia dari laki-laki berbahaya seperti kamu!"
David menatap Jessica sinis. "You're just the real bitch Jes!"
"What?! How dare you call me bitch!" Jessica terlihat sudah sangat marah dan tak terima dengan umpatan David. "DAVE!" Jessica menarik tangan David.
Namun David yang lebih kuat malah menarik balik tangan Jessica. Ia mencengkram kuat tangan Jessica hingga membuat Jessica kesakitan.
"Lepas Dave, sakit!"
"Kamu lupa apa yang kamu lakukan di pesta amal perusahaan kamu?"
Jessica memukul-mukul David menggunakan tangannya yang satunya. Namun David tak peduli, tubuh David sama sekali tak kesakitan.
"Kamu udah mempermalukan dia di depan umum!" David meninggikan suaranya.
"KAPAN?!" Jessica meneriaki balik David. "Yang di acara amal itu? Aku cuma ngasih tahu dia manner di acara-acara formal yang bener bagaimana!"
"Kalo kamu niatnya ngasih tahu, bukan begitu caranya, bukan di muka umum!" David masih mencengkram kuat tangan Jessica.
"Lepas Dave, sakit, kamu denger kan ini sakit... Atau aku teriak makin kenceng?!" ancam Jessica.
"Teriak aja, ini lagi waktu istirahat nggak ada orang lain selain kita!" tantang David.
"Dave..." Jessica memohon, wajahnya mulai berkaca-kaca.
"Kamu lupa Jes, kamu sengaja nyandung Charice kan?!"
"Kapan Dave?! Kamu fitnah saya aja! Kamu nggak punya bukti!" Jessica merintih.
"Saya lihat, Jes! Saya lihat... Kamu yang menghalangi jalan Charice hingga Charice jatuh!"
Akhirnya David melepaskan cengkramannya. Jessica mengusap tangan kanannya yang dicengkram kuat oleh David.
***
Telah terjadi kebakaran di kawasan pabrik di daerah Dongdaemun. Pabrik yang terbakar adalah salah satu gedung produksi di Samkyung Ltd.
Pemadam kebakaran, polisi maupun para pewarta berita berbondong-bondong menghampiri tempat terjadinya kebakaran tersebut.
Charice tentu tidak ingin meluputkan berita tersebut, terlebih Samkyung adalah perusahaan yang telah dibesarkan ayahnya. Sang ayah sudah lebih dari 30 tahun bekerja di sana sebelum akhirnya pensiun dini. Sebelum pensiun, jabatan Soojong ialah Presiden direktur, dimana baru 3 tahun dijalaninya.
Posisi gedung yang terbakar ialah bangunan paling depan, dimana terdiri dari 2 lantai, di dalam gedung bangunan tersebut terdapat mesin berat untuk mencetak alumunium. Untungnya semua penghuni bangunan tersebut, yaitu karyawan Samkyung telah berhasil di evakuasi. Sekarang tinggal tugas pemadam kebakaran untuk memadamkan si jago merah secara total.
Petugas pemadam kebakaran sedang berusaha keras agar api padam dan tidak menyambar gedung lainnya.
Charice mengambil gambar gedung yang terbakar dengan kamera DSLR berlensa jarak jauh.
Dari kerumunan di sisi lain, sedang ada keributan.
"Tolong Pak! Saya mohon, ijinkan saya menerobos masuk ke gedung Boulevard." Seorang pria paruh baya memohon masuk kepada asalah seorang pemadam kebakaran. Ke gedung yang sedang terbakar tersebut.
"Maaf Pak, tidak bisa. Itu akan membahayakan jiwa Bapak. Kami sudah mengevakuasi semua pegawai di dalam gedung tersebt dan tidak mengijinkan mereka mendekat lebih dari radius 100 meter," jelas salah seorang pemadam kebakaran. Ia menahan sang Bapak untuk tidak nekat menerobos masuk.
"Pak, saya hanya ingin mengambil barang saya yang sangat berharga. Saya janji akan cepat!"
Pemadam kebakaran menahan langkah Bapak tersebut.
Charice tertarik dengan sumber keributan yang tidak jauh dari tempatnya, karena penasaran, lalu ia pun menghampiri sumber suara,
Ia terkejut karena sang Ayah lah yang menjadi sumber keributan. "A… Appa…"
Sang Ayah langsung menggenggam tangan putrinya. "Char, tolong Appa nak! Appa harus kesana, sebentar saja..."
"Appa… ayo pergi dari sini, ini sangat berbahaya." Charice mencoba membujuk Soojong.
"Tidak bisa Char, Appa harus menyelamatkan salah satu harta berharga Appa. Kau tahu kan Char, ruangan Appa di gedung Boulevard yang letaknya paling depan?"
"Iya Appa tentu aku tahu, aku kan dulu sering kesitu saat masih kecil."
"Appa maenyimpan sesuatu di bekas rak kerja Appa. Appa harus masuk untuk mengambilnya. Kau lihat kan, yang terbakar hanya bagian belakang gedung Boulevard." Soojong menunjuk, ruangan yang dimaksud tepat ada di bagian paling depan persis gedung tersebut dimana belum terlalu parah terbakar.
"Benda Apa Pa?" Charice menahan Ayahnya.
"Foto."
"Foto?" Charice keheranan.
"Itu foto Ibu Yeonhee sebelum dia meninggal karena melahirkan Yeonhee. Appa belum pernah menunjukan foto tersebut selama hampir 30 tahun kepada Yeonhee. Appa mohon Char, izinkan…"
Charice memotong ucapan Ayahnya. "Appa, tunggu disini… Beritahu aku di rak sebelah mana Appa menaruh foto itu?"
"Ada di rak tepat di belakang meja kerja Appa, laci pertama di tumpukan pertama."
"Baiklah…"
"Kau mau kemana?" Charice pun langsung bertindak. Kali ini dia yang nekat. Mendengar jika yang ingin ayahnya ambil ialah foto mendiang Ibu Yeonhee, mendadak Charice bersimpati. Ia tahu kakaknya sedih karena tidak pernah bertemu dengan Ibu kandungnya. Ia yakin jika foto ini adalah harta yang sangat berharga untuk kakaknya.
Soojong kaget dengan kenekatan Charice. "Char jangan Char, biar Appa…"
Charice tidak menggubris ayahnya. Ia berhasil melewati pemadam kebakaran yang akan menahannya.
David yang kebetulan sedang ada di Samkyung hari ini sdang memantau proses pemadaman api di Samkyung. Ia mendapati Soojong yang ada di depan gedung yang terbakar. "Loh, Bapak…"
"Dave, TOLONG Dave!" Soojong memanggil-manggil David yang mendekatinya.
"Pak, Bapak kenapa ?"
"Saya mohon selamatkan Charice, dia mencoba masuk ke dalam gedung, dia ada di ruangan paling depan." Soojong menunjuk jendela ruangan paling depan gedung Boulevard.
David terbelalak. "MWO?"
"Ini semua salah saya…"
"Bapak tunggu sini."
David meleepaskan jasnya dan membasahinya dengan air. Ia menutupi kepala dan badannya dengan jas basah tersebut.
Ia menerobos pertahanan para pemadam kebakara. Ia pun berhasil masuk ke gedung tersebut.
Benar saja, ia mendengar suara orang terbatuk-batuk. Ia pun langsung mencari sumber suara.
Charice terduduk di lantai memegangi figura foto sembari memegangi pergelangan kakinya.
"Char… " David sontak bahagia menemukan Charice.
Charice menoleh ke arah David. "Pak Dave, benar itu Pak Dave?"
David mendekati Charice. "Char ayo kita keluar." David melihat kaki Charice terdapat luka melepuh. "Astaga kakimu Char."
"Pak, saya nggak bisa jalan."
David berlutut. Ia memegang pinggang Charice. "Ayo Char pasti kau bisa."
Charice memegang punggung David.
Sontak David mengangkat tubuh mungil Charice.
Charice terkejut, ia memeluk figura foto di tangan kanannya, memalingkan wajahnya ke dada David, tangan kirinya memegang punggung David.
David berjalan bak heroin di film-film ksatria membopong tubuh kekasihnya. Ia berhasil melewati si jago merah keluar gedung. Untung memang bangunan paling depan masih belum parah terlalap api sehingga mereka masih bisa selamat.
Begitu tiba di luar gedung, buru-buru petugas pemadam kebakaran memberikan oksigen kepada keduanya.
Tubuh Charice diangkut menggunakan tandu, ia masih memeluk figura foto.
Soojong langsung menghampiri putri bungsunya. "Harusnya Appa yang terluka, bukan kau…"
Wajah Charice tersenyum. Ia menurunkan oksigen di mulutnya "Appa lihat… aku berhasil mendapatkannya."
"Kau masih bisa tersenyum dengan keadaanmu yang seperti ini?" Soojong memeluk putrinya.
Charice kembali tersenyum dibalik oksigen yang membalut mulutnya.
Soojong melihat David yang sedang diobati lukanya. "Dave, saya berhutang terlalu banyak kepadamu. Saya tidak tahu lagi, bagaimana jika kamu tak menyelamatkan Charice."
"Ini hanya kebetulan saja Pak," ujar David.
Akhirnya Charice dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
***